Xie Lian merasa hidup lebih buruk daripada neraka. Setiap detik dirinya merasa sakit, bahkan sedikit udara dingin pun terasa seperti ratusan tusukan jarum di kulitnya. Ketika dia bernapas, tenggorokan sampai dadanya terasa panas dan terbakar. Xie Lian ingin berteriak, tapi bahkan suara pun sulit keluar dari mulutnya. Seluruh bagian dalam tubuhnya seperti hancur dan menyiksa.
Dia hanya ingin mati! Tapi waktu yang merupakan akhir baginya tidak pernah datang.
Hua Cheng tidak pernah meninggalkan istrinya, dia akan duduk di samping ranjang dan menggenggam tangan Xie Lian yang kurus tanpa daging. Satu bulan ini, Hua Cheng menyerahkan segala urusan kerajaan ke He Xuan dan dua pengawal.
Dia membawa semua penyihir terkuat ke istana untuk menyembuhkan Xie Lian. Tapi seperti yang dikatakan Yu Wen. Xie Lian tetap sakit, tanpa ada tanda membaik sedikitpun.
Penampilan Xie Lian tidak sedikitpun berbeda dari mayat. Seluruh tubuhnya putih, bahkan bibir dan rambutnya. Setiap dua dupa, dia akan memuntahkan darah segar dan merasakan kesakitan tidak tertahankan. Xie Lian hampir tidak bisa berbicara, jadi ketika dia merasa putus asa. Dia akan menangis. Air matanya menetes bersama darah di mulutnya.
Hua Cheng merasa sangat sakit melihat pemandangan ini. Ketika Xie Lian akhirnya bisa tidur dengan penuh kesulitan, giliran Hua Cheng yang menangis. Dia tidak ingin melihat istrinya menderita. Tapi dia juga tidak ingin menjadi orang yang mengakhirinya.
Malam itu, Hua Cheng berbaring di ranjang kayu. Memeluk Xie Lian yang dingin dan mencoba menghangatkannya. Xie Lian membenamkan wajahnya yang tirus di dada Hua Cheng dan merasa nyaman, dia selalu merindukan aroma ini, merindukan kehangatan tubuh pria di depannya.
Dulu, ketika keduanya berbaring bersama seperti ini. Xie Li akan datang tiba-tiba, lalu sambil tertawa dia akan mengganggu momen romantis orangtuanya. Melemparkan tubuh mungilnya dan menjejalkan diri diantara pelukan Xie Lian dan Hua Cheng. Pasangan itu tidak marah, sebaliknya ikut tertawa. Mereka saling melempar lelucon dan candaan.
Ketika suami dan puteranya masih bermain-main, dia yang akan menegur keduanya untuk tidur. Saat dia membacakan cerita, Xie Li dan Hua Cheng tertidur dengan posisi saling berpelukan. Momen itu begitu hangat dan harmonis.
Tapi ketika Xie Lian mengingatnya kembali saat ini, dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk meneteskan air mata. Melihat istrinya menangis, dia menyentuh pipi tirus Xie Lian dan bertanya lembut, "Ada apa?"
Xie Lian memejamkan mata, dia berbisik, "Aku merindukan Ah Li."
Cahaya di mata Hua Cheng meredup, dia mengusap rambut putih Xie Lian kemudian berkata, "Aku sudah membuatkan cenopath untuknya di halaman belakang. Aku juga menyimpan semua mainan kesukaannya di sana agar dia bisa bermain dengan puas di surga."
Xie Lian tersentak, "Tapi mayatnya.."
Hua Cheng belum mengatakan tentang ini pada Xie Lian karena takut topik tentang Ah Li akan membuatnya semakin tertekan, dia mengangguk dan menjawab dengan berat, "Aku menemukannya di pohon ginkgo."
Sepasang mata Xie Lian melebar.
"Ini salahku karena terlambat menyelamatkan kalian!" Hua Cheng berkata penuh penyesalan, "Aku tidak bermaksud meninggalkan kalian, aku mengerahkan orang-orang untuk mengawasi dan menjaga kalian. Tapi aku tidak menyangka mereka mengkhianatiku dan malah memberiku informasi palsu bahwa kalian baik-baik saja!"
Xie Lian menatap Hua Cheng dengan mata panas.
Hua Cheng duduk, dia mencengkram rambutnya frustasi. Emosi dalam dirinya bergejolak seakan bisa meledak kapan saja. Penyesalan, kemarahan dan dendam terakumulasi menjadi satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] [END] A Guy With Cold Face (Heavenly Official Blessing FF Modern AU)
Hayran KurguPemuda itu sangat tampan dengan rahang tegas dan kulit seputih salju namun tidak pucat. Rambutnya hitam berkilauan dengan poni menjuntai menutupi mata kanannya. Auranya misterius namun disisi lain juga nampak lembut. Benar-benar semurni giok. Xie L...