[14] Welcome To Beijing

11.3K 1.7K 311
                                    

Xie Lian tidak pernah sekalipun lupa. Titik balik hidupnya dimulai di kota ini. Saat dirinya tengah menjadi jiwa yang sekarat setelah kepergian orangtuanya. Keterpurukan membuat dirinya melakukan kesalahan besar seakan menumpah tinta di air susu. Ia membawa pergi impian teman-temannya dan membawa petaka untuk mereka.

Namun nasi sudah menjadi bubur. Sebanyak apapun dirinya bersujud, menempelkan dahi ditanah dan membuang harga dirinya untuk meminta maaf. Sebuah permintaan maaf tetaplah hanya sebuah frasa yang tidak akan bisa mengulang waktu kembali sedia kala. Saat dirinya hancur, seluruh teman-temannya membenci, menyumpah dan mencibirnya. Memukul telak dirinya yang sudah  terluka. Walau dia sudah ditempa menjadi sekokoh baja setelah mengalami banyak cobaan hidup. Kembali teringat masa lalu tidak bisa membuat dirinya tidak gemetar.

Penderitaan tiada akhir itu membuat dirinya melarikan diri. Menendang dirinya sendiri ke dataran Guangzhou yang berjarak ribuan kilometer dari Beijing. Kota besar namun damai. Walau dirinya berkali-kali melarat di kota ini, diusir dari kamar sewa ke kamar sewa lainnya, rela menguras tenaga demi mengangkat galon air dan peralatan rumah tangga demi upah beberapa ratus yuan. Xie Lian tetap bahagia.

Sesakit apapun hidup di Guangzhou
Itu semua tidak masalah selama mereka yang dulu ia sebut sebagai teman-teman itu tidak ada disini. Berpikir lagi, Xie Lian memang merasa apa yang ia lakukan memalukan. Dirinya yang lemah dan malah memutuskan memalingkan muka lalu melarikan diri benar-benar sesuatu yang layak membuat dirinya kembali dihina sampai mati.

Sepanjang perjalanan mereka, Xie Lian mendapati dirinya sendiri hanya berdiam diri bahkan melamun. Ia bahkan tidak sempat terkagum-kagum pada kursi kelas satu yang belum pernah ia duduki sebelumnya, hingga makanan lezat di pesawat yang disuguhkan padanya kini terasa hambar di lidah.

Melihat anggota tertua mereka tampak tidak dalam suasana hati yang baik membuat Qing Xuan dan San Lang khawatir.

Qing Xuan bertanya dengan sedih, "Ge, apa kau tidak senang dengan liburannya? Apa perlu kita mengganti destinasi? Aku bisa memesan hotel di Guilin atau pergi ke Macau."

Mendengar Qing Xuan mengkhawatirkannya hingga sampai pada titik ingin mengubah jalur mereka membuat Xie Lian merasa bersalah. Ia memaksakan tawa dan menolak dengan tegas, "Aku hanya agak lelah karena tidak terbiasa di perjalanan jauh. Tidak masalah. Beijing cukup menyenangkan."

Tentu saja semua itu kebohongan. Begitu mereka tiba di tanah Beijing, udara musim semi yang semula sejuk terasa mencekik Xie Lian hingga membuatnya kesulitan bernapas. Tapi itu masa lalu, ia tidak mau merepotkan teman-temannya hanya karena masalah pribadi. Beijing kota besar, ada gunung, kota, distrik hingga sungai, tidak ada jaminan dirinya akan bertemu dengan mereka kali ini.

Usai menata ulang pikirannya, Xie Lian akhirnya bisa sedikit menghirup udara segar. Melihat wajah Xie Lian yang berangsur kembali ronanya membuat San Lang tersenyum lembut dan bertanya, "Gege sudah baik-baik saja?"

Xie Lian sadar pemuda tampan itu memperhatikannya sejak awal, Xie Lian membalas, "Lebih baik, maaf San Lang."

San Lang menghembuskan napas lega, "Baguslah kalau begitu."

Mereka melanjutkan perjalanan dengan sebuah mobil jemputan kemudian tiba di hotel tiga puluh menit kemudian. Gedung hotel ini megah dan agung. Tingginya melebihi seratus meter dengan sekitar 30 lantai. Begitu mereka melangkah masuk, empat pasang mata itu langsung dimanjakan dengan interior elegan dan klasik. Bagian lantai pertama diisi resepsionis dan sebuah restoran masakan barat bergaya Eropa.

Empat pria tersebut bahkan tidak sadar bahwa ratusan pasang mata tengah memperhatikan mereka. Tidak aneh. Mereka berempat luar biasa tampan dengan aura mereka masing-masing. Kulit mereka putih bersih tampak begitu terawat, kaki mereka lurus panjang dan rambut mereka hitam berkilauan terpantul lampu chandelier. Sungguh menyenangkan mata bagi para pengunjung yang dinominasi kaum hawa itu. Tapi faktanya, diantara keempat orang itu, Xie Lian bahkan tidak pernah merawat kulitnya dengan sungguh-sungguh. Dia terlahir dengan berkah dewa, sesering apapun dirinya pergi keluar dibawah sinar matahari menyengat untuk bekerja. Kulit Xie Lian tidak menggelap sedikitpun.

[BL] [END] A Guy With Cold Face (Heavenly Official Blessing FF Modern AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang