Seil 0.3 - XXVII

909 180 18
                                    

Fix gue lebih sering ngurung diri di rumah akhir-akhir ini, gue sempet bilang sama Ksytal meskipun gak mungkin kalau Ayah-Bunda juga tahu.

Dengan mata kepala gue sendiri gue lihat ada yang berusaha ngebunuh gue, dia orang yang ada di dalam cctv sengaja mutusin kabel rem dan ngeri aja gitu. Gue disaranin lapor polisi tapi gue gak mau, karena pasti bakal jadi kasus besar. Intinya, gue gak tega kalau bikin Ayah-Bunda sampe khawatir.

Jam sembilan malem, Bunda minta gue jemput. Beliau habis ngisi workshop dan lupa gak bawa mobil. Sebenernya gue gak mau karena masih agak trauma tapi gue gak ada pilihan. Akhirnya setelah siap-siap, gue pun berangkat.

Nyampe di hotel gue parkir mobil dan minta pengawasan ekstra dari security.

Naik lah gue ke lift terus berhenti di lantai yang bunda bilang. Tapi, begitu gue telpon katanya Bunda udah di lobby jadi gue turun lagi.

Di Lobby gue cari Bunda dan ketemu.

Iya ketemu, ketemu Nilkensen tepatnya.

Krsytal bener, tentang apa yang dia bilang mengenai Nilkensen. Tuh buktinya, dia lagi asik gandengan sama cewek bule. Seriously cewek itu seksi banget, bukan cuman gue yang dibikin gak nyaman tapi orang lain juga.

Ini emang bukan urusan gue meskipun kalau kaget tetep aja.

Nilkensen sadar ada gue disini, dia Mandang gue dengan rendahnya. Seolah gue adalah mahluk paling menjijikan di muka bumi dan gue adalah pembuat dosa paling gak termaafkan yang pernah hidup.

Apa coba? Gak banget.

Sebagai balasan, gue sama sekali gak sudi ngeliat dia dan jalan ngelewatin para sampah dengan dagu terangkat. Ya, gue juga bisa sombong.

"Sayang?"

"Bunda."

Gue ngelambai tangan dan nyamperin begitu lihat Bunda.

"Kamu udah makan sayang?"

"Udah Bun, yuk kita pulang."

"Mrs, maaf barang Mrs. tertinggal."

Refleks gue balik arah, saat seorang petugas hotel ngembaliin totebag Bunda dengan ramah.

"Makasih," Kata Bunda, diikuti gue.

Tapi, sebentar kenapa gue justru tatapan sama Nilkesen? Dia ngeliat gue, persis dimata. Ada sesuatu yang gak bisa gue dekripsiin ketika dia senyum tanpa makna yang jelas.

Bulu kuduk gue merinding, sampe akhirnya cewek bule itu cium Nilkensen dengan penuh gairah dan pintu lift ke tutup.

Hah.

Nafas gue kayak ketahan.

Kenapa... Kenapa sih gue harus berurusan sama dia? Kemana kehidupan gue yang tenang selama ini? Lagian bukannya Nilkensen tinggal di Itali? Apa yang bikin dia datang kesini? Kenapa?

Kepala gue pusing.

"Ayo kita pulang, nak."

"Iyah Bun."

"Kamu kayaknya sakit."

"Aku cuman kurang olahraga."

"Kalau gitu besok Bunda temenin kamu ke gym ya."

"Iyah Bun."

.
.
.

s w i p e - u p
vote and comment yes!

JenakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang