Vien 0.9 - LXXXVII

723 135 58
                                    

Juno dan Irene.

Katanya mereka saudara kembar, tapi gak identik. Kurang lebih seperti itulah yang Sena jelasin sama gue, ketika di lobby hotel kami bertemu dan melanjutkan aktivitas mengobrol, well sebenernya hanya Irene dan gue, ke lapangan golf.

"Suka main golf juga?"

"Jarang," balas gue.

Menurut gue Irene adalah perempuan paling cantik yang pernah gue temuin. Dia juga ramah dan cenderung suka tersenyum, mungkin kalau Lo butuh deskripsi Sena versi cewek maka Irene lah orangnya tapi entah... apa dia playgirl atau bukan kami gak mengobrol sedalam itu.

Selesai main golf, kami menikmati mineral water.

Sementara Sena dan Juno ganti pakaian gue memilih duduk lebih lama.

"Zessy,"

"Ya?"

"Gimana Sena?"

"Maksudnya?"

"Perlakuan dia,"

"He is kind man, as usually."

"Aku denger kalian tinggal bersama?"

"Ah, itu... ya, ada sesuatu yang sedang aku selesein."

"Sena udah jarang pergi ke club, apa kamu tau dia kenapa?"

"Aku gak yakin, mungkin karena dia lelah kerja."

"Omong kosong Zessy," wajah Irene tersenyum begitu manis seolah dia ragu dengan ucapan gue.

"Aku gak tau."

"Mungkin kamu gak sadar,"

"Sadar tentang apa?"

"Boleh aku tanya lagi?"

"Ya, silahkan."

"Ini tentang Sena,"

"Ya,"

"Udah berapa lama kalian tinggal bersama?"

"Dua bulan, lebih beberapa hari aku rasa."

"Wah, luar biasa."

"Apa arah pembicaraan kita?"

"Kamu tau... beberapa temen ku sering tanya tentang dia. Ya, walau pun aku gak terlalu suka mereka, tapi aku juga baru sadar Sena mulai menghilang."

"Aku gak yakin sama jawaban ku, kamu tau sendiri Sena playboy."

"Ya, aku tau dengan baik hal itu. Tapi, lebih aneh saat Sena gak pernah pergi dengan perempuan mana pun lagi."

"Kayaknya kamu salah, alasan ku ada di hotel karena Judit datang ke apartemen."

"Judit?"

"Entahlah dia siapa, hanya terlihat berwajah barat dengan tubuh bak model, kesukaan Sena... seperti biasa."

"Ah, Judit. Setau ku Sena gak pernah tertarik dengan perempuan itu,"

"Bukan urusan ku,"

"Apa mereka tidur bareng? Having sex? Hm... tapi sepertinya gak mungkin."

"Aku gak tau, hanya aja Sena terdengar seperti bilang seperti itu."

"Judit seorang dokter, lagi pula dia udah menikah dan Sena gak tidur dengan istri seseorang."

"Apa?"

"Aku serius."

"Tapi perempuan itu terlihat lebih mirip bartender dari pada dokter,"

"Itu lah yang unik, karena Judit sangat suka pakaian terbuka dan dia sama sekali gak normatif seperti orang timur."

"Ok,"

"Zessy, Sena gak pernah mau tinggal dengan siapapun. Dia bahkan gak ngebiarin temen perempuannya lebih dari tiga hari ada disana. Sekali pun Sena orang yang ramah tapi dia juga tertutup."

"Kami sedang berbisnis, aku gak seistimewa itu Irene."

"Bisnis ya, aku ragu."

"Apa maksud kamu?"

"Kamu memecahkan rekor Zessy, mematahkan kebiasaan lama Sena."

"Jadi?"

"Entahlah, hanya Sena yang tahu."

"Aku cuman manekin, Sena gak terlalu nganggap keberadaan ku."

"Manekin?"

"Ya, aku hanya temen makan dan tidur dia."

"Tidur? Tapi Sena gak tidur dengan wanita yang sama dua kali?"

"Bukan, maksud ku tidur dalam arti yang sesungguhnya."

"Apa?"

Angin masih berhembus dengan sejuknya tapi wajah Irene yang ramah berubah serius dan bikin gue cukup merinding.

"Ada yang aneh?"

"Sena berubah,"

Irene mengalihkan pandangan dari gue dan menatap langit masih dengan serius, sesuatu yang gak gue ngerti.

"Seorang pemain kayak dia gak mungkin suka sama aku,"

Tatapan Irene beralih pada gue kembali, tapi perlahan dia mulai tersenyum dengan ramah begitu drastisnya.

"Aku gak bilang dia suka sama kamu,"

"Eh?"

"Tapi kemungkinan selalu ada, bener kan?"

"Tapi, itu-"

"Sena benci saat privasinya diganggu, pergi ke club adalah hobinya dan sex udah jadi satu kesatuan dengan kehidupan dia. Tapi, akhir-akhir ini semua yang aku denger bertolak belakang. Kamu tau kenapa Sena punya kamar terpisah di apartment? Itu karena dia sangat suka kesendirian, apa yang publik lihat adalah kebalikan dari sifat sesungguhnya Sena. Dia yang narsistik tapi sebenernya introvert hal-hal semacam itu."

"Sena hanya sedang nyoba menuhin janjinya, lagi pula dibanding rasa suka lebih mungkin dia membiarkan aku karena empati."

Secepat kilat Irene menggeleng,

"Apa yang harus Sena empatikan sama kamu sementara dia begitu tenang dengan Michelle?"

"Michelle?"

"Ah,"

"Siapa Michelle,"

"Um... maaf Zessy tapi kayaknya tunangan ku udah datang, kamu gak keberatan kan kalau aku pulang duluan? Tolong sampein salam untuk Sena,"

"Tapi Juno? Kamu gak pulang bareng kami?"

"Aku ada janji shopping," bisi Irene di telinga gue, "lagi pula Juno bisa pulang sendiri, dia udah besar. See u, Zessy."

"Eh?"

Gue melihat sosok pria datang menghampiri Irene yang juga berjalan ke arahnya. Mereka cocok, sama-sama jelas terlihat kaum Borjuis dan paras yang amat menawan.

Beberapa menit berselang, Sena dan Juno datang. Gue kasih tau kemana Irene pergi dan Juno mengumpat begitu lancarnya.

Sejujurnya gue dibuat terkejut dengan wajah tenang Juno. Tapi kemudian yang tersisa hanya gue dengan Sena karena Juno udah lebih dulu pergi.

"Gue mau ganti baju,"

"Ok, gue tunggu disini."

"Ok."

"Zessy,"

"Ya?"

"Apa Irene bilang sesuatu sama Lo?"

"Ah itu,"

"Jangan terlalu diambil pusing, Irene... seringkali dia gak serius dengan ucapannya,"

"Ya, Lo tenang aja."

"Ya,"

.
.
.

s w i p e - u p
vote and comment yes

JenakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang