Pesta dadakan. Entah apa yang ada dalam pikiran Irene, dia tanpa sebab memberi undangan dan memaksa gue dan segenap orang-orang terdekat untuk datang.
Beruntung hari ini gue memang sedang kosong, tepatnya mengosongkan jadwal. Jadi, gue bisa datang.
"Jangan bilang Lo bingung ngabisin duit lagi?"
"Karda, kamu gak tau betapa tersiksanya ngeliat tumpukan uang yang diem begitu lama."
"Ya ampun Rene, Lo kan bisa buka kegiatan amal."
"Kamu pikir apa yang udah aku lakuin sebulan ini?"
"Untung Lo temen gue Rene,"
"Makan dan penuhi mulut kamu dengan menu disini, kamu terlalu cerewet Karda."
"Gue cuman gak habis pikir sama kelakuan Lo Rene,"
Kai bergeleng kepala seraya melenggang pergi menuju sudut lain dalam pesta.
Sementara itu, sejak tadi gue hanya menjadi tembok mati yang sama sekali gak tertarik dengan perdebatan mereka.
"Perasaan kamu udah better?"
"Aku? Memang kenapa dengan perasaan ku?"
"Maaf ya Sena, aku bukanya gak mau ajak kamu main hanya aja tau sendiri bagaimana keluarga ku kalau sudah menyangkut urusan sosial."
"Sepenuhnya aku ngerti Rene, tenang aja."
"Jadi, kamu sudah merelakan perempuan itu?"
"Zessy?"
"Hm,"
"Dia baru aja datang menemui aku,"
"Oiya? Kenapa? Ada apa?"
"Mungkin karena aku bantu dia lewat pengacara di persidangan, dia gak melewatkan kesempatan untuk memanfaatkan aku."
"Manfaatkan kamu?"
"Dia ingin tau apa yang terjadi dibalik insiden kemarin."
"Dan kamu orang yang paling memungkinkan untuk memberi jalan?"
"Mm, sejujurnya dia bisa saja melakukan ini sendiri. Tapi, mungkin ini kasus yang cukup sulit."
"Bagus kalau begitu, aku senang dia memanfaatkan kamu. Seengaknya, kalian punya alasan untuk bersama saat ini."
"Ya, dan aku penasaran sampai sejauh mana dia akan bertahan."
"Tentu sampai kamu gak berguna Sena, maka dari itu jangan mudah membuatnya puas dengan memanfaatkan kamu, cari cara atau ulur waktu selagi kamu memastikan sesuatu atas diri dia. Maybe, saat jawaban itu kamu ketahui dan disaat bersamaan dia selesai memanfaatkan kamu, kalian gak akan merugi."
"Kadang otak kamu bekerja normal, meski selebihnya gak bisa aku mengerti."
"Aku masih manusia Sena. Jadi, buat diri kamu berguna, eh! Semakin lama dia bersama kamu semakin lama waktu yang kamu habiskan, semakin pasti apa yang menjadi keraguan, paham?"
Gue tersenyum, menampilkan sisi terbaik untuk sepupu cantik gue ini.
Ya, Irene memang tidak sepenuhnya salah.
n o t e d
gue mau pamit dulu ngurusin kuliah, sehubungan banyak kabar semester ini dosen killer hampir semwa matkul, pun mereka pelit nilai jadi gue agak was-was akan keberlangsungan hidup gue di semester ini. Kalau sempet update ya update, kalau engga ya maaf.
Ada sedikit cerita sih, dikit banget. Kadang gue heran, kenapa ya giliran gue bikin ff genre macem jenaka tetiba berkeinginan bikin ff macem alfetic tone tapi giliran bikin alfetic tone justru pengen murtad bikin macem jenaka.
Kalian sendiri gimana? Prefer cerita ringan apa berat? Pembawaan kayak gimana yang lebih disukai? Terlepas sudah membaca alfetic tone, jenaka dan jajaran ff lainya.
s w i p e - u p
vote and comment yes!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenaka
Fanfiction𝙨𝙩𝙖𝙩𝙪𝙨 : 𝙤𝙣 𝙜𝙤𝙞𝙣𝙜 Para pendosa. start; June, 08th 2019 fin; © cafami 2019