Gue berpikir kalau dewa Yunani yang kena kutuk gara-gara cinta sama bayangannya sendiri atau narsis kayaknya gak sendirian. Dibelahan bumi lain, dihadapan gue cowok satu ini pasti another man yang kena kutuk juga.
Tangan Nilkensen terbuka lebar, seolah nunggu tubuh gue yang bakal tancap gas meluk dia.
Hell no.
Gue buang muka, tanpa sadar geleng kepala.
"Gak mau?"
"Gue bukan pelacur Nilkensen."
"Kata siapa pelukan bisa ngasih title Lo pelacur? Kita hidup di dunia barat, ini hal lumrah."
"Enggak kalau gue lakuin sama maniak sex kayak Lo."
"Sayang, sex itu kebutuhan, gue gak maniak atau BDSM, perlu bukti?"
"Bukti lihat Lo ngelakuin sex?"
"Ayo kalau Lo mau,"
"Ini lah letak perbedaan orang normal dan otak yang udah gak pada tempatnya,"
"Kan Lo yang minta,"
"Itu cuman konotasi,"
"Tapi gue gak keberatan."
"Gak, makasih."
"Sama-sama kalau gitu,"
Obrolan selesai, gue udah gak mau buang waktu lagi sama cowok aneh kaya dia.
Gue beranjak, tapi sebuah pemandangan bikin gue matung.
Itu Chan sama Wendy, sahabat gue.
Mereka kayaknya gak nyadar ada gue disekitar sini, gue lihat Chan lagi ngomong sesuatu.
Wendy, ya meskipun akhir-akhir ini melow tapi itu bukan karakter diri dia. Emang mungkin, guenya aja yang terlalu jahat bikin dia begitu.
"Tunangan Lo kan itu?"
Astaga, gue lupa baru pergi beberapa langkah dari Nilkensen.
"Iyah,"
Nilkensen yang asalnya berdiri dibelakang, tiba-tiba maju kesamping kanan gue.
"Mereka masih deket? Gue pikir udah putus," tanya dia keheranan, untuk kali ini gue sepakat kalau dia jujur artinya maybe dia juga gak tau apa yang terjadi. "Kelihatanya lagi ngobrolin something serius."
"Bukan urusan Lo,"
"Ok."
Sejenak gue lihatin Chan sama Wendy, gue penyebab masalah hubungan mereka. Apa gue samperin juga dan ikut ngeredain situasi? Atau gue tetep diem dan biarin keadaan berlarut?
Deug.
"Eh? Mereka ciuman?"
Mata gue bulet sempurna, keadaan disini emang cukup sepi. Sontak gue kaget,
Nilkensen natap gue gak percaya,
"Lo diselingkuhin?"
Gue balik tatap dia,
Engga, justru gue yang jadi selingkuhan.
"Apa tawaran Lo masih berlaku?"
"Tawaran?"
"Iyah, tawaran."
"Ah, enggak, tawarannya udah hangus beberapa menit yang lalu."
"Boleh gue minta kesempatan tawaran lagi?"
"Hm?"
"Please,"
"Lo gak takut jadi pelacur setelah meluk gue?"
Gue udah jadi pelacur, Nik.
"Enggak."
"Ok then,"
Keep this secret.
Dalam hitungan detik, gue jatuh ke pelukan Nilkensen. Gue menenggelamkan diri seolah gue adalah korban disini.
Hal yang paling bikin gue kaget, bukan karena lihat Wendy sama Chan ciuman, ah yang bener aja... Gue udah terbiasa sama hal itu. Beban gue bertambah saat Nilkensen jadi saksi dari rahasia yang gak seharusnya dia tahu.
Tapi, dari sekian banyak orang kenapa harus dia?
"Hidup emang kejam, Lo gak selamanya bakal terus senyum."
Hah.
"I know,"
"Lo harus bayar pelukan gue, karena tawaran free udah gak berlaku. Paham?"
"Licik."
"Ini bisnis namanya sayang,"
"Terserah,"
"Kalau gitu gue bakal pertimbangin bayaran yang bakal gue terima,"
"Ok,"
As long Nilkensen gak ngelihat lagi adegan Chan Wendy, gue rela meluk dia sampe kapan pun itu.
Tangan Nilkensen ngelingkarin punggung gue. Kami diem, meskipun rasanya cukup gak nyaman.
"Gue memang cowok brengsek, gue tidur sama banyak cewe tapi gue gak pernah jadi orang ketiga dalam hubungan siapapun. Cuman bajingan yang bakal ngelakuin hal kayak gitu, Lo punya pilihan Za, semua terserah pada Lo."
Wah, di saat Nilkensen jadi bijak dia Remind me sama something, or i just relized that i am trully bastrad?
Selamat atas diri gue yang berhasil ngemban title bajingan, setidaknya gue ngerasa better saat gue sadar gue gak bajingan sendirian.
n o t e d
Ready for Sena POV? Chapter 0.6 soon yaaaa 🔥 pantengin 🕙
.
.
.f i n
vote and comment yes
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenaka
Fanfiction𝙨𝙩𝙖𝙩𝙪𝙨 : 𝙤𝙣 𝙜𝙤𝙞𝙣𝙜 Para pendosa. start; June, 08th 2019 fin; © cafami 2019