Kasus ini buntu.
Pertama, gak ada cctv di area TKP. Kedua, pelaku mati sehingga motif kejadian dan kronologi cukup sulit untuk di cocokan. Ketiga, semua saksi juga korban dalam keadaan tidak sadarkan diri sementara saksi kunci menghilang.
Perempuan yang meninggal di perkebunan anggur di Portmeirion besar kemungkinan adalah korban yang sama, melihat dari beberapa barang bukti di TKP.
Polisi bekerja cukup keras dan gue harap semua segera terungkap.
"Bantu gue, tolong."
"Kenapa? Kenapa gue harus bantu Lo?"
"Karena gue pengen ketemu Za."
"Memang apa yang mau Lo lakuin?"
"Gue pengen ngeliat dia dari dekat,"
"Zessy mungkin gak akan seneng liat Lo disana."
"Dia masih belum siuman, gak ada yang tahu."
"Nilkensen, apa Lo punya alasan ngelakuin semua ini?"
"Gue..."
"Gue menyesal, ngegiring Sysy ketemu sama Lo. Dia anak baik sampai gue kenalkan dunia malam dan kalian bertemu, tolong jangan sakiti sepupu gue. Lo gak tau, seberapa sayangnya gue sama dia. Jangan main-main, kalau cuman sekedar empati segera sadari dan pergi, tolong."
Gue seperti dipermainkan kata-kata Krystal hingga telaknya gak bisa menjawab. Gue pun terdiam, seirama dengan kepergian dia di koridor rumah sakit.
Tapi, segera gue susul dia. Menghalau langkahnya dan membuat dia berhenti pergi menjauh,
"Gue khawatir, bahkan gue gak bisa tidur semalam pun. Entah ini perasaan iba, empati atau apapun itu. Gue cuman pengen Za, perasaan kacau ini gak akan bisa teratasi sebelum gue ngeliat dia dari deket."
Krystal terdiam, seperti sedang menganalisis sesuatu.
"Sekali, gue bakal bantu Lo hanya sekali. Setelah itu tolong pergi, kekacauan saat ini bikin gue juga gak kalah khawatir dari Lo. Gue gak mau psikologis dia semakin terguncang."
Gue jelas gak rela dengan penawaran ini, tapi gue gak mungkin nerobos masuk mengingat orangtua Za selalu jaga.
"Ya sekali,"
"Penuhi janji Lo juga buat pergi,"
"As what you want, gue gak akan pernah datangi Za lagi."
"Gue pegang janji lo. Ikut gue."
Kami jalan menuju kamar Za, disana gue ngeliat percakapan antara ibu Za dan Krystal.
Semua orang menatap gue curiga, tapi apa boleh buat?
Setelah menghabiskan waktu beberapa menit, ibu Za pada akhirnya ngizinin.
Dengan catatan, gue gak boleh lama-lama dan mereka semua jaga diluar.
Ok, deal.
Pintu dibuka dan gue masuk.
Za masih terlelap dengan alat-alat rumit itu, gue pun mendekat.
Ada beberapa luka sobek di wajah, walau gak besar. Dia terlihat seperti kebanyakan pasien dalam kondisi kritis.
Samar gue dengar, dibanding Juanpa sebenernya luka di tubuh Za engga begitu fatal walau tetep bisa menyebabkan trauma. Kejadian itu mengguncang psikologisnya, dia lagi berjuang untuk kembali sadar atau memilih tinggal di alam mimpi, mungkin hingga saat ini dia belum berani kembali.
"Zessy," sentuh gue, tangannya begitu dingin. "Apa yang sebenarnya terjadi?"
Tanpa sadar mata gue terasa panas, seperti akan keluar bulir air menuruni pipi.
Gue sedih, rasanya pilu.
"Andai gue gak nyerah buat nyari Lo, andai waktu itu gue bisa nahan Lo. Mungkin hari ini, Lo gak akan terbaring diantara hidup dan mati. Mungkin, anak kita udah tumbuh besar dan masuk sekolah. Apa Lo gak pernah bayangin, kita jemput dia dan makan siang bersama? Gue pengen memutar balik waktu dan kembali ke masa, gue ada disana bertanggung jawab dan ngejagain Lo. Maaf, gue menyesal."
Tangan gue mengerat, seolah ini adalah kali terkahir pertemuan kami.
Sulit untuk gue melepaskan genggaman. Gue hanya merasa gak rela.
Cup!
Gue kecup tangannya dan terdiam beberapa saat, hanya diam memandangi.
"Sy," dada gue terasa sesak, "apa kita bisa ganti 10 tahun yang hilang itu dengan cerita baru? Dan memulai semuanya dari awal? Gue harap Lo segera siuman dan membenci gue seperti sedia kala, ya, setidaknya itu lebih baik."
n o t e d
complicated 😶
s w i p e - u p
vote and comment yes!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenaka
Fanfiction𝙨𝙩𝙖𝙩𝙪𝙨 : 𝙤𝙣 𝙜𝙤𝙞𝙣𝙜 Para pendosa. start; June, 08th 2019 fin; © cafami 2019