Vien 0.9 - LXXXIV (R)

690 132 11
                                    

Flashback.
- beberapa bulan sebelumnya.

Gue terbangun dari koma dan menyadari hal buruk baru aja terlewati, nafas gue berangsur lega kala langit-langit kamar rumah sakit yang menjadi pemandangan.

Hari berganti, kondisi gue dan Chan berangsur membaik.

Setelah gue dinyatakan bisa berkomunikasi dengan lebih jelas, jumlah polisi juga detektif kian banyak untuk meminta kesaksian sekaligus kronologis yang terjadi hari itu.

Chan dan gue kooperatif untuk memberikan keterangan, tapi belakangan gue pun baru tau tersangkanya mati akibat kehabisan darah dan luka serius di wajah.

Gue terkejut.

Perlu waktu yang lama untuk gue kembali sadar, apa yang gue lakukan adalah bentuk pembelaan diri.

Sidang berlangsung dengan agenda kini gue yang jadi tersangka, jaksa penuntut melayangkan kasus ingin gue dipenjara tapi seorang pengacara asal Jerman turut ngebantu dan bikin gue berhasil lepas dari semua tuntutan.

Sejak lepas dari pengadilan gue sewa beberapa detektif swasta untuk memastikan siapa dalang dari kejadian kemarin. Berdasarkan rekomendasi orangtua dan temen terdekat mereka adalah detektif handal tapi sebulan menunggu gak ada hasil apa pun semuanya nihil.

Orang yang nyoba bunuh gue sudah merencanakan semua dengan sangat rapih, termasuk apabila dia mati. Luar biasa. Hotel tempat dia menginap, cctv, sampai semua hal yang menyangkut berkas administrasi itu palsu termasuk negara dari mana dia berasal.

Gue putus asa, rasanya gak terima atas kekalahan ini. Orang-orang terdekat gue bersyukur karena mimpi buruk telah terlewat, sementara gue justru berpikir bagaimana kalau ini justru sebuah permulaan?

Diambang rasa kecewa gue tahu sesuatu, bahwa pengacara yang bantu gue selamat dari tuntutan adalah orang yang Sena kirim secara personal. Ya, harapan gue seketika muncul kembali.

Sena, bukan kah dia konglomerat? Dengan segala lingkungan Borjuis Eropa? Apa mungkin dia orangnya? Apa mungkin dia bisa bantu gue?

Hal lain yang gue ketahui tentang Sena adalah dia nyaris selalu menerima kehadiran gue, sekali pun gue gak suka bahkan menganggap dia another bad dream tapi mungkin hanya dia jalan gue.

Berbekal kertas catatan yang dia kasih, itu pun harus gue cari susah payah karena gue lupa naro, gue berangkat ke Italia.

Susah payah gue minta izin sama orang tua, alasannya ya apalagi kalau bukan gue beralibi keterima kerja disini? Hanya Krystal yang tahu tentang rencana gue, sementara Chan dan Wendy mereka harus aman sampai dalang dari kejadian terungkap.

Sepanjang perjalanan gue hanya berdoa satu hal, semoga Sena tetep nerima kehadiran gue.

Gue gak akan pernah nyerah dan bersedia ngelakuin apa pun agar kasus ini selesai.

Sampai di Italia, gue gak menyangka kalau Sena masih memberikan ruang untuk diri gue.

n o t e d

Hola! Sooo, kalian baca jenaka udah dari kapan nih?

.
.
.

s w i p e - u p
vote and comment yes!

JenakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang