Sviðinu 1.0 - XCVIII (R)

691 121 4
                                    

Manik mata gue memandang lurus dengan objek di hadapan, punggung indah Sy tereskpos tanpa penghalang begitu rambutnya jatuh ke atas helaian kain sprei sementara baju tidur one piece miliknya nyaris bikin seperempat dari bagian tubuh dia naked.

Pasca adu argumen di antara kami, Sy memilih pergi ke kamar lebih dulu. Gue gak tau apa yang dia lakukan hanya aja begitu gue juga datang ke kamar dia udah terlelap.

Perlahan gue menidurkan diri lalu menarik selimut, membenarkan posisi ke samping agar gue bisa melihat Sy lebih dekat.

Setiap manusia pasti memiliki beban mereka sendiri, ada banyak alur cerita yang gak semuanya selalu indah. Kadang kala kita harus menangis tersedu, kadang juga kita tertawa haru... karena memang seperti itu lah manusia diciptakan.

Gue gak tau rasanya terikat dengan segala peraturan orang tua, sejak kecil keluarga gue hidup layaknya orang normal kebanyakan. Seorang Mamah yang memiliki peran ganda sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga dan seorang Papah yang jadi pebisnis hebat, gue gak dipaksa jadi anak berprestasi pun gue gak dipaksa untuk jadi robot ambisi orangtua gue meskipun semua berubah sejak tragedi itu, tapi saat Papah mulai gak peduli dengan gue keadaan seperti Sy tetap gak pernah singgah.

Pengaruh orang tua Sy sangat lah besar, lalu apa dia hanya akan hidup untuk jadi robot bagi orang tuanya? Sampai dia mati begitu?

Lambat laun gue mulai menyadari, pertemuan gue dengan Sy adalah wujud kudeta hidupnya yang terkekang meski dia tahu itu jalan yang salah dan dia akan kembali pada posisi semula. Gue ngerasa batas antara pemberontakan dan kepatuhan nyaris tipis ada dalam dirinya, mungkin dia terikat dengan kasih sayang yang teramat untuk orang tua sampe dia rela mengorbankan diri dia sendiri tapi sebenernya dia juga tahu bahwa dia punya hak dan pilihan untuk menentukan kebebasannya sedangkan gue gak bisa jadi cukup alasan untuk dia melakukan hal tersebut.

Kadang kala gue penasaran, saat gue justru gak bisa mencintai orang tua gue sepenuh hati... apa yang jadi alasan Sy jadi anak berbakti?

"Bunda... maafin Zessy,"

Eh?

Ini pertama kalinya Sy ngigo.

Gue mendekat, menepuk pelan pundaknya tapi gak ada respon. Sekali lagi gue tepuk tapi tetep gak ada respon.

"Engga Bunda, Zessy gak akan nakal Zessy Janji."

Keringet dingin membasahi wajah Sy, entah kenapa gue merasa iba. Pelan-pelan gue tarik tubuh Sy menghadap pada gue, lalu gue peluk dia. Tanpa henti gue mengusap punggungnya, menenangkan hembusan nafas gak beraturan yang terus dia keluarkan.

Lima menit berlalu dan dia mulai tenang.

Apa pertengkaran kami sangat berimbas pada Sy? Apa gue terlalu menyalahkan posisinya yang udah stuck?

Sejujurnya gue gak tau apa yang ada dalam pikiran Sy saat dia dengan tiba-tiba meminta gue menikahi temannya, atau wanita asing, bahkan tanpa pembahasan apapun sebelumnya. Gue bukan dengan sengaja ingin bilang Juanpa selingkuh, semua murni karena gue lepas kendali tapi apa Sy sebenernya gak punya pilihan dan memilih pura-pura tuli?

Selama ini gue berpikir mungkin gue lah orang yang punya cerita paling tragis, tapi ternyata sematan itu gak sepenuhnya tunggal.

"Good night, Sy."

.
.
.

s w i p e - u p
vote and comment yes

JenakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang