Bloody hell.
Gue, Sy dan Lia.
Kami bertiga berdiri dengan garis lurus dan jarak cukup dekat. Seperti yang sudah gue katakan sebelumnya, selalu ada mereka yang mencoba untuk mendekati gue. Lia... dia progresif, seringkali ngajak gue makan atau pergi ke club tapi Sy... dia juga lawan yang tangguh.
"Is she your friend?" Tanya Lia,
"Time for lunch Sena." Timpal Sy,
"Pardon, but who are you ms? Did i know you?"
"Me?"
"Yes."
"Whoever am i is not your business. Sena will go with me and i don't invite you, hope you understand."
"No i am not. Sena always spend his time with me and you ms unknown please get out from here."
"Nope i can't cause i don't want."
"What?"
"Ayo Sena, gue laper."
Sy mendekat ke arah gue, dia tersenyum tenang seperti biasa lalu menyatukan tangan kami dalam genggaman. To be honest gue gak menolak.
"Lets Sena choose." tapi Lia juga datang dan mencegah langkah kami.
Bukan kah ini terlalu drama? Sangat murahan layaknya scene dalam FTV sore hari. Tapi sungguh, hal itu sedang terjadi dan gue... memilih untuk menikmati, mengira-ngira siapa yang akan menang.
"Lo milih siapa?"
"Kalau gue pilih Lia?"
"Gue balik apartmen."
"Hanya itu?"
"Lo berharap gue berantem terus cakar-cakaran?"
"Enggak juga,"
"Kasih tau gue apa yang Lo pengen, akan gue lakuin."
"Gue pengen Lo cium gue dan kasih tau Lia gue milik Lo."
Sy diam sejenak menatap gue, sementara Lia mungkin cukup kebingungan dengan bahasa yang kami gunakan.
"Kalau Lo gak bisa artinya gue akan lunch sama Lia."
"Apa cewek ini terlalu ngenganggu Lo?"
"Dia salah satu yang paling parah,"
"Janji tetep janji,"
Di lobby Sy ngegapai kepala gue biar dia bisa lebih mudah untuk menyatukan bibir kami, entah bagaimana ekspresi Lia dan beberapa orang disana yang gue lakuin hanya membuat Sy semakin dekat dan membuat dia ada dalam dekapan.
Tentu, tentang perempuan satu perusahaan tau gue seringkali bawa mereka ke kantor tapi untuk adegan macam ini gak satu pun dari mereka pernah jadi saksi, so mungkin besok akan ada gosip aneh lagi menyebar tapi siapa peduli?
"Enough?" kata Sy, setelah bibir kami terlepas.
Oh, ternyata Lia masih diam berdiri di tempat yang sama.
Cup!
Bloody hell.
Kali kedua gue dapat ciuman dari Lia. See? dia sangat progresif bukan?
Orang-orang makin terkejut, begitu pun gue beberapa detik yang lalu tapi... hanya Sy yang berwajah datar.
"If you wanna kiss him do better. That was your last chance to touch my Sena, he's mine."
Gue ngerasa bulu roma berdiri, tanpa berdosa dan dengan tenang Sy ngeluarin semua ucapan bernada ancaman itu. Lia, keliatan cukup tergertak I know that.
"He never be your mine!"
Gimana seharusnya gue mendeskripsikan seorang Zessy? Ketika dia dengan acuhnya menggandeng gue menjauh dari Lobby dan hanya tersenyum manis pada Lia di ujung sana. Seperti apa sih sebenernya cara otak dia bekerja?
Sewajarnya drama murahan, bukan kah Sy harusnya marah dan memulai perkelahian? Atau mungkin karena dia gak melibatkan perasaan dan gue yang justru terlalu hanyut?
Lia mungkin gak melukai harga diri Sy, tapi kerumunan dan tatapan orang-orang harusnya lebih dari cukup untuk jadi trigger. Well, again she was finish her job very nice.
"Maaf kalau gue bikin Lo malu,"
"Ya,"
Sejenak, seraya nunggu mobil tiba gue natap Sy dengan serius.
"Kehidupan gue seperti ini, kadang mirip lelucon tapi seringkali menggangu."
"Gue gak menilai hidup siapapun, Lo bisa bernafas lega buat itu."
"Lo gak keberatan?"
"Cewek tadi memang gak tau diri, tapi gue bukan pengingkar janji."
"Bagus kalau gitu,"
"Apa Lo gak bisa selektif milih cewek?"
"Harus seperti apa memangnya?"
"Seperti gue lebih baik."
"Jadi Lo lagi menawarkan diri?"
"Bukan, tapi menegaskan standar."
"Menarik."
"Kayaknya segala hal di dunia ini menarik buat Lo."
"Gak semua, tapi cukup banyak."
"Gue punya firasat bakal ngedenger hal menarik lagi dan lagi dari Lo selama gue disini."
"Seperti gue yang punya standar baru hari ini?"
"Standar baru?"
Mobil sudah datang guepun masuk lalu disusul Sy, kami bersebelahan sementara seorang supir mulai menyalakan mesin dan melaju.
"Ya, standar yang menarik."
"Standar apa lagi sekarang Sena?"
"Standar bibir,"
"Apa?"
Gue tutup sekat antara jok depan dan belakang, sementara Sy menatap gue cukup heran.
"Masih menyambung tentang keinginan,"
"Ya?"
"Apa Lo keberatan kalau gue jadiin bibir Lo sebagai standar kesukaan gue yang baru,"
"Gue gak keberatan,"
"Kalau gitu, gue akan sering-sering menikmati kesukaan baru gue."
"Gimana kalau kemudian lo nemuin yang lebih menarik dari pada gue,"
"Honesly tiap orang berbeda, tapi... biar gue pikirin nanti kalau begitu."
"Gue gak keberatan Lo cium sesering apapun itu, selama kesepakatan kita masih berlangsung,"
"Well, sepertinya malam ini kita akan ketemu detektif yang pernah gue bicarakan."
"Good, gue gak sabar."
"Yes mam."
n o t e d
Tidak terasa guys mau nyampe 90 part saja, ngomong-ngomong gimana nih opini kalian buat seulgi Sehun di jenaka wkwk kalau gue... apa ya? haha
.
.
.f i n
vote and comment yes!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenaka
Fanfiction𝙨𝙩𝙖𝙩𝙪𝙨 : 𝙤𝙣 𝙜𝙤𝙞𝙣𝙜 Para pendosa. start; June, 08th 2019 fin; © cafami 2019