"Hai, kamu Juanpa betul?"
"Ya, Chan Juanpa dan kamu?"
"Irene Nich, putri kedua keluarga Nich dari Rusia."
"Tentu aku tau, seberapa termasyhurnya keluarga kamu. Ternyata bener apa kata orang, berlian terindah keluarga Nich bukan dongeng semata. Kamu luar biasa cantik."
Gue senyum, seraya berdiri dibelakang Irene dengan dalih sembunyi.
"Kamu berlebihan, tapi aku terima sanjungan kamu. Gimana kalau kita dansa?"
"Dengan senang hati, Ms. Nich."
Irene dan Juanpa jalan menuju ballroom. Sementara gue, duduk manis menanti kedatangan Za dari toilet.
"Udah lama nunggu?"
Sungguh, gue bener-bener kaget begitu Za dengan tiba-tiba berdiri di samping. Wajahnya khas seperti biasa, cantik, dingin dan arogan. Hanya aja, malam ini dia lebih cantik dari biasanya apalagi dengan dress yang mengekspos punggung.
"Beautiful as always."
"I know what you want,"
"Lo gak pernah bisa berbasa-basi sama gue? But its ok."
"Entah siapa perempuan yang lagi dansa dengan Juanpa tapi Nilkesen, Juanpa gak akan pernah terpikat."
"Dia gadis paling cantik yang gue kenal sepanjang hidup, refresentasi sesungguhnya dari kata mustahil dan sempurna. Sulit buat lelaki menolak seorang Irene."
Gue berdiri menghadap Za, ngedekat dan ngehirup aroma tubuh dia dari garis antara leher dan telinga.
"Parfum Lo gak berubah sejak sepuluh tahun lalu, bahkan aroma tubuh Lo sama persis." Sejenak dengan jarak sangat dekat mata kita saling beradu, meskipun gak ada respon dari Za tapi dia sama sekali gak nolak. "Apa karena gue pernah bilang suka parfum Lo, kemudian itu jadi alasan Lo tetep pake?"
Sangat tenang, dengan wajah dinginya Za ngusap tangan di dada gue. Gerakan seduktif dari bawah hingga ke pundak, wah, rupanya sekarang dia udah banyak tahu.
"Lo adalah orang paling narsis dan tentu gak tahu malu yang pernah gue kenal. Apa pun rencana Lo malam ini, sayangnya gue gak berminta ikut ambil andil. Goodbye Sena."
Sekejap, bulu roma gue berdiri. Gue tatap Za dengan perasaan yang sulit dideskripsikan.
"Do you like it? When i call you Sena?"
Smirk khas merendahkan dia ulas di wajah, seolah merasa menang atas gue yang diem gak berkutik.
Tapi, gue balas senyuman dia.
"I am more than like when you call my name, under my skin."
Bruk
Za ngedorong gue, halisnya mengkerut.
"In your dream."
Gue tau, gue menang.
Za melenggang pergi, dia marah. Setelahnya yang gue lihat Juanpa ikut nyusul dan ninggalin Irene disana begitu aja.
Mm, bener ternyata apa kata Za, bahkan sekelas Irene gak bisa mikat seorang Juanpa.
"Sena,"
Gue noleh.
Bruk.
"Berhenti jadiin Irene alat untuk semua rencana busuk Lo! Paham."
Juno mukul gue pas di pipi, ah, sakit.
Ada sedikit darah yang keluar, gue senyum lalu Kai datang.
"I can't promise Jun."
Tonjokan kedua hampir mendarat andai Kai gak ngelerai kita. Well, gue suka ketika berhasil bikin seorang Juno Nich emosi. Gue sangat menikmati.
"Jun, Lo mening pulang dan bawa Irene dari pesta ini."
"Kai bener Jun, time to sleep."
"Shut up."
Juno ngelenggang pergi, ngegandeng paksa Irene yang sama sekali gak terkejut. Dari kejauhan gue masih bisa lihat Irene senyum dan ngelambai semacam say goodbye.
See ya, Rene. Thankyou so much.
"Lo gila Sena Nilkensen. Berhenti ngelakuin hal gak masuk akal, Lo harus belajar sayang sama diri Lo sendiri."
"No Kai, gue gak perlu, karena terlalu banyak cewek yang rela ngasih kasih sayang untuk gue. Don't worry."
Dengan senyum lebar, gue tepuk pundak Kai. Salah satu perempuan yang khawatir akan keadaan gue, tanpa menunggu lama langsung gue gandeng dan bawa keluar dari kerumunan orang-orang yang penasaran.
"Let's have fun tonight, baby."
"Sure baby."
Kami pergi ninggalin pesta dan secepatnya menuju apartemen. Gue gak sabar untuk segera masuk kamar.
Ah, malam yang menyenangkan.
n o t e d
Gimana nih? Wkkw
.
.
.s w i p e - u p
vote and comment yes!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenaka
Fanfiction𝙨𝙩𝙖𝙩𝙪𝙨 : 𝙤𝙣 𝙜𝙤𝙞𝙣𝙜 Para pendosa. start; June, 08th 2019 fin; © cafami 2019