Sviðinu 1.0 - XCVI

566 127 37
                                    

Sy udah pergi.

Gue nolak ajakan dia.

Tubuh gue masih terbaring di atas kasur, dengan pikiran bercabang gue menatap langit-langit kamar.

Beginilah hidup gue, memang begini dan akan selalu begini.

Smartphone gue berdering, panggilan masuk pun gue terima.

Gak lama setelahnya gue bergegas pergi.

Dentuman musik begitu nyaring, sementara tembakau terus menggiring asap keluar dan masuk mulut. Gue menikmati beberapa botol beer.

"Sena! Kamu nakal!"

"Kenapa sayang?"

"Kamu jarang main ke sini lagi! Ada apa sih Sena? Kamu bosen sama kita?"

"Iyah nih, Sena mulai ilang-ilangan."

"Mana bisa aku bosen sama kalian?"

Cup!

"Best kisser! I love your lips Sena!"

Gue tersenyum, menanggapi semua rayuan demi rayuan yang mereka layangkan tanpa henti.

Jam terus berputar, tanpa terasa hampir tiga jam waktu yang gue habiskan.

Merasa cukup dengan hiburan hari ini, gue bergegas pulang. But, sepertinya gue harus berkunjung ke apartmen Michelle lebih dulu.

Setelah perjalanan melelahkan, di sinilah gue berkahir.

"Something happened Sena?"

"Nothing,"

"Wanna sampanye?"

"Nope, i am drinking too much."

"Club, right?"

"Yep."

"Lo mau tidur di apartment gue?"

"Kayaknya engga,"

"Gimana hubungan Lo sama Zessy?"

"I don't know,"

"Jadi itu masalahnya. Tenang Sena, kalau Zessy terus bikin Lo bingung gue gak keberatan jadi Mrs. Nilkensen."

"Seperti Lo serius aja."

"Hanya menghibur diri Lo,"

"Udah mikirin pernikahan?"

"Hm, sejujurnya enggak. Tapi kita udah kenal sejak kuliah mungkin kalau gue nikah sama Lo gue bisa sedikit bayangkan."

"Gue brengsek Chell."

"Kalau gitu cepat taubat,"

"Memang Tuhan bakal memaafkan gue?"

"Siapa tau Tuhan lagi berbaik hati,"

Smartphone gue kembali berdering, gue lihat ada nama Sy di sana.

"Gue balik ya,"

"Istri Lo udah nyariin?"

"Cemburu, eh?"

"Me?"

Cup!

"Bye Michelle!"

"Sena!"

Mungkin selepas gue sampai di apartment gue akan langsung tidur, rasanya gue sangat lelah.

"Halo Sy?"

"Lo pergi lagi Sen?"

"Iyah, gue ketemu temen sebentar."

"Ohh~ gue udah di apartment."

"Urusan Lo udah selesai?"

"Hm,"

"Gue lagi diperjalanan balik,"

"Gue tunggu sen,"

"Jangan, kalau Lo cape tidur duluan aja."

"Ok."

Panggilan berkahir, sementara gue fokus menyetir mobil.

Sesampainya di apartment gue lihat ke sekeliling semuanya sepi. Karda gak datang lagi berkunjung sejak dia memilih pulang dari toko roti dan Sy mungkin dia udah tidur di kamar.

Gue buka kulkas ngambil air putih, kemudian gue minum dan diam sejenak.

"Sena,"

Tubuh gue menengang efek terkejut, dari belakang Sy meluk gue.

"Why Sy?" Jawab gue berbalik badan, meski Sy tetap enggan melepaskan dekapannya, "Ada apa?"

"Apa Lo bener-bener gak akan mempertimbangkan buat pernikahan?"

"Eh?"

"Gue serius,"

"Lo tau jawaban gue, kenapa? Juanpa nyakitin Lo?"

"Enggak," Balas Sy, wajahnya sengaja dia tenggelamkan di dada gue sampai gak lagi terlihat bagaimana ekspresinya sekarang. "Sena,"

"Um?"

"Apa Lo bisa nikahi Wendy?"

"Ha?"

.
.
.

s w i p e - u p
vote and comment yes

JenakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang