"Mohon maaf, Lo lagi ngapain ya?"
"Mau ngasih roti."
"Oh, Lo double job sekarang? Jadi kurir?"
"Kebetulan temen kencan gue masih satu apartemen sama Krystal. Jadi gue mampir."
"Lo mau mesum tapi sempet-sempetnya inget gue?"
"Mm, sebenernya sekretaris gue sih yang ngasih ide. You know gue tipikel orang yang mendengarkan saran. Jadi, ya sebelum mesum gue kasih roti dulu."
"Gak perlu."
"Terima aja, habis itu Lo buang."
"Di lobby ada tempat sampah, Lo bisa buang sendiri."
"Sayangnya gue udah ditunggu di kamar, jadi gue gak akan ke lobby lagi."
"Kasih ke partner mesum Lo, siapa tau dia jadi terharu dan makin berniat ngelakuin kegiatan mesum sama Lo."
"Ahh, iya bener. Eh, tapi dia lebih suka berlian daripada roti."
"Please gak usah dateng lagi kesini, jangan ganggu gue."
Gue baru mau nutup pintu, tapi kaki Nilkensen nahan dan bikin kita saling berhadapan lagi.
"Apa?" Bales gue, kesel.
"Sebagai orang yang pernah nerima bantuan, Lo cukup gak tau diri tapi gue suka sama sikap jujur Lo."
"Bukan urusan gue Lo suka atau enggak."
"Ternyata secepet itu Lo lupain kebaikan gue, menarik."
"Lo sakit?"
"Gue sehat kok, bahkan dalam kondisi terbaik."
"Lo nyadar gak sih, gue dari tadi udah sombong udah angkuh udah jutek sama Lo tapi Lo masih aja gak tau diri."
"Sayang yang gak tau diri itu Lo, tapi gak apa apa gue gak masalah. Gue sangat menyadari semua sikap Lo kok."
"Yaudah pergi sana."
"Enggak sebelum Lo terima roti dari gue, karena penolakan Lo itu melukai harga diri gue."
"Masih punya harga diri, eh?"
"Tentu sayang,"
"Gue gak ngerti lagi sama Lo."
"Cukup Lo terima roti ini terus bilang makasih lalu gue temuin teman kencan gue atau gue gak pergi kemanapun dan berdiri disini sampai Lo bosen."
"Lo keras kepala."
"Ah, kebetulan kita sama."
"Engga kita beda, jangan berani-berani ya Lo nyamain diri gue sama Lo."
"To be honest, gue bicara fakta."
Sejenak gue diem, kepala gue agak pening. Apalagi setelah nunggu Krystal yang gak kelar-kelar belanja.
Sekitar lima menit yang lalu gue pikir bel bunyi datang dari kurir makanan, taunya gue cukup kaget begitu liat Nilkensen berdiri tegap dengan setelah rapih dan bawa... roti.
Apaan coba -_-
"Mana sini."
Gue pun ngalah karena ya mau gimana lagi, gue masih dalam keadaan butuh istirahat dan gak siap debat sampe besok.
"Nih," sodor dia paper bag isi roti.
"Udah, balik sana."
Dia malah geleng kepala.
"Lo ketinggalan sesuatu."
"Apalagi?"
"Mana makasihnya?"
"Harus banget ya? Butuh emang Lo kata makasih dari gue?"
"Enggak butuh,"
"Yaudah,"
"Tapi gue bakal kesel kalau Lo tetep gak tau diri."
"Iya Makasih!"
"Makasih buat?"
"Rotinya."
"Makasih buat?"
"Apaan sih."
"Buat apa?"
"Buat nolongin gue di hutan."
"Satu lagi ketinggalan,"
"Apa?"
"Inget-inget dong."
"Apa? Gue gak inget,"
"Say it Za, makasih buat gue yang udah gendong lo sampe apartment. Ayo ucapin."
"Hell no!"
"Jangan malu-malu."
"Lo sangat menggangu waktu istirahat gue."
"Ya memang gue sengaja."
"Hm, makasih karena udah gendong gue."
"Yap! Good girl."
"Puas?"
"Sangat, gue gak ngerasa harga diri gue terluka lagi."
"Whatever."
Cup!
Astaga, saking keselnya gue sampe gak sadar ada cewek nyamperin kita dan nyium pipi Nilkensen. Dia langsung ngerangkul tangan Nilkensen dan bicara dalam bahasa Itali, sumpah pasti udah gak sabar mau mesum.
"Times to dating, bye." Bisik Nilkensen dengan seutas senyum, kemudian pergi dengan perempuan agresif yang belakangan gue ngeuh dressnya pendek banget.
Shit, bukan urusan gue.
n o t e d
Agak telat ya wkwk makasih buat support kalian 💖
s w i p e - u p
vote and comment yes!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenaka
Fanfiction𝙨𝙩𝙖𝙩𝙪𝙨 : 𝙤𝙣 𝙜𝙤𝙞𝙣𝙜 Para pendosa. start; June, 08th 2019 fin; © cafami 2019