--00--

26.5K 792 25
                                    

Alaska duduk di balkon kamarnya sambil merenung mengingat sedikit kisah klasiknya bertemu dengan seorang gadis. Dia tidak tau mengapa tiba-tiba pikirannya mengarah pada gadis itu.

Ia berjalan ke arah meja belajarnya lalu membuka laci di bawah meja tersebut dan mengambil kotak hitam berukuran kecil bergambar dua ikan yang tak lain lambang zodiak Pisces. Ia membuka dan mengambil benda yang ada di dalamnya.

Diangkatnya benda tersebut dan diarahkan ke arah balkon, terlihat bulan bersinar terang dan membiarkan benda itu menggelantung di genggamannya terkena sinar rembulan yang membuat benda berbandul itu seakan mengkilap.

Benda tersebut adalah sebuah kalung berbandul bulan sabit dengan rusa jantan yang sangat cantik, ukurannya tidak terlalu besar untuk sebuah kalung. Di belakang bandul kalung tersebut terdapat ukiran yang bertuliskan 'Raya'. Sedikit terlihat tua, karena memang bandul itu terbuat dari kayu, tidak terlalu tipis dan tidak terlalu tebal yang malah membuat benda itu seakan benda antik. Melihat kalung itu membuat Alaska mengingat jelas gadis kecil yang telah memberikan benda itu kepadanya.

Saat itu kira-kira 10 tahun yang lalu, ketika ia bertemu denngan gadis kecil di dekat stasiun kereta.

“Kakak mau jaga barang yang Raya kasih nggak?” ucap seorang gadis kecil.

“Raya ngasih kalung ini sama kakak supaya Kakak terus inget Raya. Kakek Raya bilang kalung ini kenang-kenangan dari nenek sebelum meninggal. Pas Raya sedih, Raya selalu menggenggam kalung ini dan itu bikin Raya tenang. Sekarang Raya pengen Kakak yang pegang kalung ini sekarang. Karena kalo Kakak sedih, Kakak bisa menggenggam kalung ini untuk merasa tenang dan Kakak selalu ingat Raya,” ucap anak kecil bernama Raya.

"Iya. Kakak akan menjaganya dan akan selalu mengingat Raya," jawab Alaska saat masih berusia 8 tahun.

Alaska mengingat gadis itu. Gadis yang selalu datang dipimpinya dan selalu berkata, "Kalau Kakak sedih, coba aja genggam kalung ini, siapa tau inget Raya."

Ya! Gadis kecil itu bernama Raya. Raya... Raya siapa? Alaska tidak ingat nama panjangnya. Tapi kenapa sekarang ia malah kembali memikirkan gadis itu?!

Gedoran kasar di pintu kamarnya membuat Alaska tersadar.

“Abang! Oi... Makan malam sudah menunggu huyuuu,” teriak seseorang yang tengah membombardir pintu kamar Alaska dengan ketukan keras.

Alsaka membuka pintu kamarnya dan benar... Terdapat bocah laki-laki yang berdiri di depan Alaska sambil tersenyum lebar. “Selow aja napa, sih,” sentak Alaska.

“Kalo ngetuknya pelan nan lembut nanti jatuhnya kayak anak perawan, Bang Ka,” sahut bocah laki-laki itu.

Alaska hanya diam sambil terus memandang tajam kearah bocah tersebut, bukannya takut, malah senyumnya semakin lebar dan membuat Alaska jengkel jika terlibat cek-cok dengan adiknya itu.

Lebih baik Alaska mengalah, karena jika tidak pasti percekcokan itu membuatnya melewatkan makan malam. Alaska meninggalkan kamarnya tidak lupa menutup pintu dan turun ke bawah untuk makan malam, diikuti adiknya yang masih tersenyum lebar.

-oOo-

“Abang, Alva, kenapa kalian lama tadi?” tanya wanita parubaya yang berdiri di sebelah kursi tempat Alaska duduk.

“Kebiasaan Abang, sih, Bun! Alva ketuk beberapa kali nggak nyaut-nyaut. Kayak anak perawan lagi menjalankan rutinitas ajah,” jawab Alva dengan gaya bicara dialay-alaykan, tentu saja membuat Eliza—ibu mereka berdua—yang hanya mampu tersenyum melihatnya, termasuk papanya yang baru datang menatap heran kepada anak ke-duanya itu.

Tawanya terhenti ketika melihat kearah Alsaka yang menatapnya dengan lekat seolah berbicara "Mau mati lo?!" Alva pun hanya mengangkat tangan kanannya dan menunjukkan jari telunjuk dan tengahnya memberi isyarat "Damai Hehehe"

Mereka pun mulai makan malamnya dengan tenang dengan diiringi suara dentingan dan piring.

Setelah kegiatan makan malam selesai, sekarang mereka berada di ruang keluarga. Alva sedang mengerjakan PR-nya dengan bantuan Alaska. Sedangkan Ferdian, papanya itu menonton tv dengan tenang sambil memakan camilan.

“Bang, lo kan Alumni di SMP gue nih. Pak Rusdi, guru matematika kelas sembilan itu orangnya gimana?” tanya Alva kepo dengan gurunya, karena di pertemuan pertama gurunya itu tidak bisa mengajar karena sedang ke luar kota.

“Nggak tau. Dulu gue nggak diajar sama Pak Rusdi karena gue dulu kelas A. Lha elo sendiri kan kelas I,” ujar Alaska.

“Terus tanya siapa?” tanya Alva lagi.

“Ya tanya aja sama alumni tahun kemarin yang kelasnya G, H, atau I,” sahut Alaska sedikit malas.

“Tanya Kak Diva aja lah. Tapi pasti 70% omongannya gak realita,” gumam Alva sambil mengetikkan sesuatu diponselnya.

“Diva siapa?” tanya Alaska.

“Alumni tahun kemarin. Sekarang dia sekolah di SMK Barsel sama kaya lo,” jawab Alva sambil melihat Alaska.

“Jurusan?” tanya Alaska.

“Hhmm. Kayaknya TKJ deh soalnya gue pernah liat dia uploud instastory di kelas yang ada tulisannya Samsung,” jawab Alva yakin. Alaska hanya mengangguk anggukan kepalanya saja tanda jika dia tahu.

“Seragam batik SMP lo masih merah itu kan?” ucap Alaska.

“Ho'oh,” jawab Alva sambil menganggukkan kepala.

“Emang kenapa? Gak biasanya lo kepo gitu?” tanya Alva penasaran.

“Nggak papa, PR lo udah  kan? Gue mau ke kamar,” ucap Alaska.

“Oke. Jangan lupa nanti kalo tidur mimpiin adek lo yang tamvan ini,” ujar Alva sambil menyisir rambutnya ke belakang menggunakan jari-jarinya dengan gaya sok cool. Alsaka hanya berdecak sambil meneruskan langkahnya.

.
.
.

TBC..

-oOo-

[ revisi - 01 Juni 2022 ]

Dukunganmu sangat berarti untukku
Terimakasih

Salam sayang

Marchya05

RAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang