Chapter 62

4.1K 246 18
                                    

Biasakan vote terlebih dahulu
Happy Reading!!

***

Hari ini Diva memutuskan untuk kembali bersekolah. William tentu khawatir dengan keputusan putrinya. Kondisi saat ini belum ada titik cerah baik dari William maupun David sialan itu.

Ayah dan anak itu sekarang tengah sarapan di meja makan.

“Kamu yakin mau sekolah?” tanya William.

Diva berhenti mengunyah. Dihembuskan nafasnya yang entah keberapa kali.

“Papa udah tanya ini sepuluh kali loh,” sindir Diva.

William terkekeh. “Bukan gitu. Papa khawatir aja,” bela pria itu.

“Udah selesai?” tanya William setelah mengelap bibirnya dengan tisu.

Diva mengangguk kemudian mengambil gelas yang berisi air dan menengguknya.

“Ya udah yuk berangkat,” ajak William sembari berdiri.

Keduanya berjalan keluar rumah. Kalau boleh bilang, hari ini adalah pertama kali Diva keluar rumah setelah dua hari ia dikarantina. Bodyguard tampak diperbanyak.

Keduanya masuk ke dalam mobil Mercedes Benz S 600 Guard yang baru saja datang pagi tadi. Sengaja William memakai mobil tersebut karena demi keselamatan Diva. Ia sudah berjanji akan benar-benar menjaga Diva bagaimanapun keadaannya. Terlihat dari cermin, dua motor mengawal di belakang.

“Papa nanti ke kota nggak?” tanya Diva.

“Enggak. Papa di rumah kok, ada beberapa kerjaan kantor yang harus segera dikerjakan. Kalau terus bergantung sama sekretaris, papa nggak terlalu suka,” jawab William.

Diva sendiri baru menyadari jika William memakai baju santai dilapisi jaket. Pria itu tampak lebih muda ketimbang ketika menggunakan tuxedo yang sering digunakan.

“Papa keliatan lebih muda deh,” cetus Diva.

William menaikkan alisnya sambil tersenyum lebar. Tak urung William tertawa, entah mengapa pria itu ingin Diva terus seperti ini.

“Masa?” kata William.

Diva mengangguk. “Mungkin ... karena stylenya? Mungkin sih. Alaska juga stylenya simpel kaya papa,” ujar Diva.

“Alaska kayaknya ngambek pas papa bilang kamu papa yang antar,” tutur William berusaha menggoda putrinya. Namun tentang Alaska itu benar kenyataannya. Lelaki itu tampak kecewa ketika William menelfon.

Diva hanya mengulas senyum tipis. Hatinya masih marah dengan kekasihnya itu. Saat tidak di samping Alaska, gadis itu selalu memikirkan momen antara keduanya. Namun berbanding balik ketika mereka bertemu atau berada di satu ruangan, rasanya ingin sekali Diva mencabik-cabik wajah tampan lelaki itu.

Mobil William berbelok di gerbang. Melaju terus hingga ke pinggir lapangan basket. Lebih tepatnya di depan tangga menuju kelas Diva yang hari ini berada di lantai 4.

Melihat putrinya yang masih diam, William berkata, “Kenapa hm?”

Gadis itu menoleh. “Kalau ada yang aneh-aneh sama Raya ... Raya harus ngapain?” tanya Diva.

William terdiam sebentar. Dalam benaknya ia harus mengambil langkah tegas untuk memberantas para murid yang julid pada Diva.

Tok! tok! tok!

Suara ketukan kaca membuat keduanya menoleh. Dari dalam terlihat Aya tersenyum sambil melambai.

“Tuh! Bodyguard kamu juga udah datang,” ujr William.

RAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang