Chapter 22

5.6K 274 4
                                    

“Bang,” panggil Alva.

Alaska kini berada di taman belakang rumahnya tengah menemani Yuki bermain.

Alaska menaikkan alis tanda bertanya.

“Lo nembak Kak Diva, ya?” ucap Alva.

Alaska memandang adiknya itu kesal. Tak bisakah sekali saja tak menguping pembicaraannya. Pasalnya Alva memang selalu mencoba mencari tahu semua yang dilakukan Alaska.

“Kenapa?” Alis kirinya terangkat.

“Ya nggak papa. PJ nya kalo gitu.” Alva mengatungkan tangannya tanda meminta uang.

Satu detik kemudian Alva memperlihatkan wajah kagetnya. “Oo iya lupa! Kan belum dikasih kepastian,” sindir Alva.

Alaska memutar bola matanya malas. Dirinya bangkit. “Jagain Yuki dulu. Gue ada urusan,” ucapnya lalu masuk ke dalam rumah.

“Abang, Alva sama Yuki mana?” tanya Eliza yang baru keluar dari dapur.

“Di taman belakang, Bun,” jawab Alaska kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar.

Di dalam kamarnya, Alaska segera mengambil kotak berukuran sedang yang ada di atas lemarinya. Membukanya dan mengeluarkan semua isi didalamnya.

Terlihat ada beberapa macam benda seperti kamera polaroid, beberapa gulungan kertas, kalender kecil, pulpen, dan beberapa lapis sticky note tergeletak di kasur. Terakhir Alaska mengeluarkan koin seribu rupiah zaman dulu dan pesawat kertas dengan kertas yang telah menguning.

Alaska memegang dua benda itu. Sekelebat memori ia ingat kembali.


“Kakak! Aku nemu uang seribu!” pekik bocah perempuan ketika menemukan 1 koin di pinggir rel kereta.

Alaska mengampirinya dan berucap, “Jangan diambil. Kata Bunda ngambil yang bukan milik kita itu nggak baik.”

“Tapi uanganya bagus. Raya pengen simpen,” cicit Raya.

“Nggak boleh Raya. Itu–” ucapan Alaska terpotong ketika melihat dua preman berteriak ke arah mereka membuat Alaska segera membawa Raya pergi berlari.

Alaska membawa Raya ke area stasiun yang sedikit ramai agar dua preman itu tak menemukan mereka.

“Kak. Raya aus,” cicit Raya dengan napas tersenggal-senggal.

Alaska merogoh saku celananya. Ia menemukan uang dua ribu rupiah, cukup untuk membeli minum mereka berdua.

“Sebentar ya. Kita duduk dulu sambil cari warung,” ujar Alaska menggandeng tangan mungil Raya.

Mereka duduk di sebuah semen bundar yang mengelilingi pohon, sengaja dibuat untuk tempat duduk. Kedua bocah itu berceloteh dan bercanda ria, tujuan Alaska hanya untuk membuat Raya tidak ketakutan.

“Kak, buatin Raya pesawat,” kata Raya menyerahkan buku kepada Alaska.

Alaska segera menyobek satu kertas dan dengan lihai melipat-lipat kertas itu hingga membentuk pesawat.

“Ye!!” pekik Raya gembira sambil bertepuk tangan melihat pesawat yang Alaska buat.

“Tunggu sini bentar. Jangan kemana mana,” perintah Alaska disambut anggukan oleh gadis kecil tersebut, kemudian ia menyerahkan pesawat kertas itu pada Raya.

Alaska berlari ke salah satu warung kecil untuk membeli minum dan kembali ke Raya.

Alaska mencari-cari Raya yang sudah tak ada di tempat tadi. Hanya ada kalung, koin, buku, dan pesawat kertas yang baru ia buat.

RAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang