“Dari kemarin twitter rame banget sama Si Angel Hell itu,” ujar Tegar.
“Emang ada apa?” tanya Farel.
“Kelompok mafianya baru aja memasok heroin ke Rusia,” jelas Tegar. “Nah tapi dua anak buahnya tertangkap di Indonesia, sekarang polisi lagi cari markas atau tempat persembunyian anggota yang lain,” lanjutnya.
“Enggak bakal ketemu juga, sih,” cetus Damar. “Secara mereka itu kalo main bersih banget. Anggotanya juga rata-rata berpengalaman dalam misi penyelundupan gitu, bukan sembarang orang yang bisa masuk di kelompok itu. Pengaruhnya juga besar buat negara maju lainnya. Amerika, Jerman, punya koneksi baik sama Eagle Hell. Saling melindungi gitu kayaknya.”
“Tapi salut sih gue sama leadernya, perempuan lagi. Katanya mereka itu nggak pernah ke klub malam. Dugem, Having sex, bukan mereka banget katanya,” tandas Gilang.
“Tapi kalo sekali nyiksa bakal diperlakukan kayak, kayak, ah! Pokoknya serem katanya,” ucap Damar.
“Kaya binatang?” tanya Farel.
“Bukan binatang lagi. Lo bakal digecek-gecek kaya anak kecil main masak-masakan batu bata digerus sampe halus gitu. Sekalinya penghianat tetap penghianat, nggak ada toleransi,” sergah Damar.
“Dipateni ra bar kuwi?” tanya Ikbal.
(Dibunuh nggak setelah itu?)“Enggak tau sih gue. Yang pasti nggak bakal dilepasin karena kalo udah sekali berkhianat bakal terus berkhianat. Kaya berbohong, sekali berbohong bakal kecanduan bohong terus,” jawab Damar.
“Sama kaya sekali selingkuh bakal selingkuh terus,” ujar Gilang membuat Dimas merasa tersinggung.
“Ekhem... selow, Mas. Guyon,” ujar Gilang mengerti jika Dimas tersinggung.
“Tobat deh, Mas,” ujar Tegar.
“Kena karma baru tau rasa lo,” ejek Damar.
“Ini lagi proses,” sahut Dimas.
“Tobat banyak godaanya loh. Diniatin apa nggak hah?” senggol lengan kanan Gilang pada Dimas.
“Jangan dugem mulu,” tandas Alaska.
“Tiap hari siangnya ke masjid pas malam setelah isya' ke klub hahaha,” ujar Tegar diakhiri tawa lepasnya.
“Realita bat dah!” seru Gilang.
“Istigfar, Dim. Astagfirullah.” Damar mengelus dadanya dramatis.
Dimas memutar bola matanya kesal dengan wajah jenuh. “Iya iya gue lagi coba nying.”
“Pacar lo sekarang berapa?” tanya Alaska.
Dimas mengerut berpikir. “Empat maybe.”
“Gilak lo. Jangan buat mereka jambak-jambakan lagi, nying. Jatuhnya bukan melerai, malah gue komporin nanti,” kekeh Tegar.
“Enggak tau, lupa gue. Seinget gue sih kemarin udah gue putusin 2 cewek,” jelas Dimas. “Enggak tau sekarang berapa yang masih pacaran.”
“Cap Hiu elo mah bukan kakap lagi,” ejek Farel.
Bayu dan Yufli membawa nampan berisi cilok yang berwadah cup gelasan. Asapnya pun masih terlihat menandakan bahwa cilok itu masih panas.
“Nih, nih!” Yufli menyodorkan nampan itu. Mereka mengambil satu per satu.
Dari arah pintu kantin, Diva masuk bersama teman-temannya. Hanya saja dia berbelok menuju Alaska sedangkan temannya pergi ke kedai es teh poci.
“Adek manis,” sapa Tegar melambai genit.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYA [END]
Teen FictionTrauma masa lalu dan faktor lingkungan membuat Diva mengalami depresi diumurnya yang masih belia, hingga membuat jiwa lain hidup di dalamnya. Semakin beranjak, semakin banyak fakta yang baru diungkap. Semakin banyak masalah dan semakin banyak skand...