Biasakan vote terlebih dahulu
Happy Reading!
***
“RAYA!”
William berjongkok di samping Diva dengan panik. Bagaimana tidak, kondisi Diva benar-benar membuat William jantungan.
Gadis itu terus memegangi dadanya yang terasa sakit dan sangat nyeri. Detak jantungnya yang bergerak cepat membuat nafasnya ikut tersenggal.
“Raya, kenapa hei ... kenapa? Ngomong sama papa,” ujar William.
Melihat kondisi Diva makin tidak terkontrol segera ia mendudukkan Diva bersender di bawah ranjang.
“Atur nafas, Raya. Pelan-pelan,” tutur William sambil menyibakkan rambut Diva yang menempel di sekitar leher karena keringat.
“Pelan-pelan.”
Diva mulai mengatur nafas sambil sesekali meringis memegangi dada.
William menoleh ke arah televisi, segera ia mengambil remot dan mematikan televisi. Pria itu tidak ingin Diva mendengar berita yang tidak-tidak.
Tangan kekar itu mengelus rambut lepek Diva. Mulutnya terus menyuruh Diva tenang dan mengatur nafas. Tangan lain yang tidak terpakai ia gunakan untuk menghubungi seseorang.
Kepala Diva terdongak sambil terus mengatur nafas. Dengan tiba-tiba tangan Diva menggenggam tangan William membuatnya menghentikan ucapan ketika sedang menelfon Sam. Pria itu tersenyum senduh pada Diva seolah memberi kekuatan. Tangannya balas menggenggam Diva.
Setelah menelfon segera ia meletakan ponselnya sembarangan lalu mengangkat Diva membawanya ke ranjang. Disenderkan punggung Diva pada senderan.
William memberi Diva air putih dan membantu putrinya itu minum. Karena tangan Diva masih sedikit gemetar saat menyentuh gelas.
“Udah enakan?” tanya William.
Diva yang terpejam langsung mengangguk.
Dalam pikirannya William meneliti apa yang terjadi pada putrinya. Apa yang membuat Diva seperti mengalami serangan jantung. Banyak spekulasi yang ia pikiran.
Limabelas menit berlalu. Sam dan Wier juga sudah datang bersama seorang dokter kemudian mengecek kondisi Diva. Kini sang dokter masih mengobrol ringan dengan Diva sedangkan William dan lainnya di balkon.
“Bagaimana bisa?” tanya Wier.
“Entahlah, aku baru saja ingin menemaninya namun ketika aku masuk ia sudah tergeletak di karpet sambil meringis memegangi dada,” jelas William.
“Aku melihat history televisi yang Diva tonton,” ucap Wier menjeda perkataannya. “Sepertinya Diva melihat berita tentang dirinya di televisi,” lanjut Wier.
William memijat pangkal hidungnya. Otot-otot wajah William bergerak. Jika sudah seperti ini bisa dipastikan pria itu banyak pikiran. Sam menyadarinya begitupun Wier.
Seorang wanita berjalan ke arah mereka membuat Sam menjawil William.
“Mr. Jorge,” sapa wanita itu.
“Bagaimana, Dok?” tanya William.
“Saya mendengar semuanya. Mulai dari berita itu, komentar warga net dan pengakuan dari Diva. Gadis itu cukup terbuka dalam menyampaikan fakta. Ia tidak sama sekali menutupi apapun yang terjadi. Pemikirannya sangat dewasa,” komentar Sang dokter.
“Melihat Diva bercerita, saya bisa melihat jika ia mudah terpengaruh namun juga sangat percaya dengan orang yang sudah ia kenal dekat. Ia tipe anak yang jika disuruh curhat maka ia akan melakukan sedangkan jika tidak maka tidak akan ia lakukan. Pikirannya dominan dengan sesuatu yang positif namun jika ia sudah berpikiran negatif maka pikiran positifnya akan kalah. Ia sangat mengasihi siapa saja,” tuturnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYA [END]
Teen FictionTrauma masa lalu dan faktor lingkungan membuat Diva mengalami depresi diumurnya yang masih belia, hingga membuat jiwa lain hidup di dalamnya. Semakin beranjak, semakin banyak fakta yang baru diungkap. Semakin banyak masalah dan semakin banyak skand...