“Gue pacaran ama Danis itu sebenarnya buat pelarian aja karena pada saat itu gue ditolak Devano,” jelas Diva.
Sontak mereka membulatkan mata mendengar pengakuan Diva.
“Mereka berdua itu sepupuan kan?” tanya Septa.
Diva mengangguk. “Devano sama Dhinar itu saudara kembar sedangkan Danis itu sepupu mereka.”
“Danis tau tentang hati lo?” tanya Vero .
“Tau. Bahkan dia tau kalo pas kita pacaran hati gue nggak bisa fokus ke dia. Kadang gue merasa bersalah dengan nerima dia, tapi gue malah gak bisa buka hati buat dia,” lirih Diva. “Dia itu baik, ngertiin gue sampe gue mulai cinta sama dia,” jujur Diva.
“Kalo lo udah gitu. Kenapa putus?” pinta Imel.
“Ya karna dia bilang kalo bakal ke LA untuk belajar mengelola perusahaan kakek dia, daripada LDR terus salah satunya nggak bisa jaga hati ya lebih baik putus, gitu,” jelas lebar Diva.
“Sekarang dia dimana?” tanya Imel
“Di LA, Devano dibimbing buat nerusin perusahaan kakeknya. Sedangkan Dhinar, dia diajak gabung kerja di FBI, gara-gara nggak sengaja bantu kasus FBI,” ucap Diva mengalihkan pandangannya ke arah sahabatnya.
“Gi. la. Beneran?” serius Vero.
“Hhm.. Lo tau kan keluarga Basstomi IQ nya tinggi semua. Buat Dhinar mah kecil itu,” ujar Diva.
Tama membasahi bibirnya dengan menjilat sekilas. “Lo udah move on?”
Diva melihat ke arah Tama. “Ya gitu, ngambang antara udah atau belum.”
Septa menelan gorengan yang ia kunyah. “Lo sedih pas putus sama Danis?”
Pikiran Diva kosong seketika. “Sedih, tapi setidaknya persahabatan gue sama dia, Devano, Dhinar tetep utuh,” ungkap Diva.
“Nggak ngerasa canggung gitu?” tanya Vero sambil memajukan kursinya.
Diva melihat kedua tangannya di meja. "Em lumayan ... gitu deh pokoknya, logikanya ya kalo kita ketemu mantan pasti agak canggung kan.”
Tama yang baru mengecek ponselnya kini berdiri. “Anak di kelas bilang rapat udah selesai, sebentar lagi pelajaran dimulai.”
Mereka meninggalkan kantin, Tama memilih melewati tangga yang agak curam untuk sampai lebih cepat dan juga untuk menghindar dari tim Kesiswaan, tentu diikuti para sahabatnya.
-oOo-
Bel pergantian jam berbunyi. Jam pelajaran kelas Diva sudah habis. Saatnya pulang. Mereka berjalan menuju parkiran di seberang sekolah karena tidak memarkirkan motor di sekolah.
Di parkiran terdapat beberapa kakak kelas. Di bagian bajunya terdapat tulisan TBSM. Sepertinya kelas 12, karena kelas sebelas sedang PKL.
“Div, Alaska noh,” ujar Lia.
“Iya terus kenapa?” jawab Diva santai.
“Nggak pa pa,” sahut Lia.
Diva memandang Lia datar, ada apa dengan salah satu sahabatnya ini.
Mereka mulai menjalankan motor dan pulang ke rumah masing masing.
Sial bagi Diva, walaupun sudah menambah kecepatan tapi tetap saja lampu lalu lintas sudah berubah merah akhirnya Diva berhenti di barisan terdepan. Ketika berubah hijau, ia pun mulai melajukan motornya kembali.
Diva berhenti di salah satu food truck miliknya yang tak jauh dari rumah. Diva duduk di salah satu kursi yang terdapat Dian yang sedang bermain ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYA [END]
Teen FictionTrauma masa lalu dan faktor lingkungan membuat Diva mengalami depresi diumurnya yang masih belia, hingga membuat jiwa lain hidup di dalamnya. Semakin beranjak, semakin banyak fakta yang baru diungkap. Semakin banyak masalah dan semakin banyak skand...