Happy Reading
Jangan lupa untuk support cerita ini-oOo-
Semenjak hari dimana Alaska mengangkat panggilan dari ponsel Diva, belum ada hal mencurigakan yang ada di sekitar gadisnya. Dua minggu sudah berjalan, Alaska mengingat itu. Selalu ia bersikap siaga tanpa membuat Diva curiga. Gadis itu pasti akan menuntut penjelasan jika sikapnya tiba-tiba berubah.
Senin ini, seperti biasa murid SMK Barsel melaksanakan Apel pagi di lapangan sekolah. Hari ini sepertinya Pak Johan tengah dalam mood yang benar-benar baik. Buktinya sekarang ini seluruh murid sudah duduk bersila walaupun Apel masih berjalan 30 menit yang lalu. Seluruh murid merasa senang sekaligus heran, karena biasanya mereka akan duduk jika apel sudah berjalan satu jam bahkan lebih.
“Semoga Pak Johan panjang umur.«
“Pak Johan sehat selalu dan tetap ceria.”
“Kalo kaya gini jadi sayang deh sama Pak Johan. Asal galaknya juga dikurangi.”
“Pak Johan, we love you. Asal setiap apel kaya gini.”
Seperti itu kiranya batin mereka. Jangan kira mereka tidak benar-benar sayang pada ketua kesiswaan itu. Mereka menyayangi Pak Johan apa adanya. Guru ini sangat memotivasi anak-anaknya—dalan arti muridnya—dalam hal apapun. Optimisme, percaya diri, kedisiplinan, ataupun kekuatan mental. Walaupun dengan segala kegarangan dan keseraman yang beliau miliki, tak bisa dipungkiri jika beliau memiliki tempat tersendiri di hati para anak-anaknya-muridnya.
“Ekhem! Assalamualaikum warahmatullahi wabarakhatu,” salam Pak Johan dengan suara bariton sesuai dengan usianya.
“Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakhatu!” Serentak semua murid menjawab.
“Marem?” tanya Pak Johan.
(Senang?)
“Marem!” jawab mereka kembali dengan suara yang lebih keras.
“30 menit wis dilungguhne mareme kaya oleh duwit segunung,” komentar Johan disambut kekehan dan tawa geli dari murid-murid.
(30 menit sudah didudukkan senangnya seperti dapat uang segunung.)
“Hari ini apelnya singkat saja. Hanya membahas persiapan ujian-ujian kelas 12, sosialisasi tentang penilaian untuk kelas 10 dan 11, informasi prakerin kelas 11, serta event pertandingan pencak dan permainan tradisional,” jelas Pak Johan.
“Srengengene muantep dina iki. Tak pepe suwi we ning lapangan,” canda Pak Johan.
(Mataharinya panas hari ini. Saya jemur kalian sampai lama di lapangan.)
Memang hari ini matahari bersinar terik. Mereka masih bersyukur, daripada harus berdiri selama bermenit-menit.
Sesuai dengan urutan yang Pak Johan ucapankan. Wakil bidang kurikulum kini berdiri di podium mengambil alih perhatian. Bermenit-menit pula kelas 12 menyimak dan memahami informasi. Sedangkan adik kelas mereka hanya menyimak dengan pikiran yang melayang entah kemana.
Giliran informasi tentang sistem penilaian kelas 11 dan 10, kini ganti kelas 12 yang duduk menyimak dengan sesekali berbincang dengan suara pelan agar tidak ditegur oleh tim kesiswaan ataupun Pak Johan.
“Paham?” tanya Pak Johan ketika guru yang menjabat sebagai Wakil bidang kurikulum itu sudah turun dari podium.
“Paham!”
“Alhamdulillah lek ngono. Sing ngapusi tak dungakne ra lulus,” guyon Pak Johan.
(Alhamdulillah kalau gitu. Yang bohong saya doakan tidak lulus.)
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYA [END]
Teen FictionTrauma masa lalu dan faktor lingkungan membuat Diva mengalami depresi diumurnya yang masih belia, hingga membuat jiwa lain hidup di dalamnya. Semakin beranjak, semakin banyak fakta yang baru diungkap. Semakin banyak masalah dan semakin banyak skand...