Chapter 57

4K 205 6
                                    

“Jadi untuk hari ini tugas kalian berdiskusi tentang pokok-pokok yang terkandung dalam ayat-ayat yang Bapak jelaskan tadi,” jelas Pak Imam— Guru Pendidikan Agama Islam.

“Cari di buku. Tidak perlu browsing!” titahnya.

“Nggih, Pak!” jawab semua murid.

“Per kelompok berapa orang, Pak?” tanya Aril.

“Empat saja. Karena ada empat ayat, jadi satu kelompok empat anak supaya adil,” jawab Pak Imam.

“Bebas, Pak?”

“Bebas!”

Detik selanjutnya Diva dan Lia berbalik ke belakang. Imel dan Aya yang hanya diam sambil menopang rahang.

“Aya, keluar aja yuk,” ujar Lia.

“Mau kemana? Kaya gelandangan aja deh di luar kelas,” sahut Aya.

Septa dan Raka datang dengan tergesa-gesa. Dengan kompak mereka berkata, “Diva kita sekelompok ya!”

Gadis yang dipanggil hanya mengangguk patuh pada kedua lelaki tersebut.

Tama berjalan melewati mereka menuju Pak Imam. Sedangkan Aya dan Lia masih memantau dari tempat duduk.

Melihat Pak Imam mengangguk, kedua gadis itu saling berpandangan. Setelah itu Tama memandang keduanya. Kepalanya bergerak menyuruh keluar. Dengan cepat mereka bangkit tak lupa membawa ponsel mereka. Vero mengikuti dari belakang.

Kini mereka berempat —Tama, Vero, Aya, dan Lia— melangkah entah kemana. Mereka hanya mengikuti Tama. Hingga kaki mereka menyentuh lantai kantin.

Mereka memilih meja yang jauh dari pintu kantin. Bisa saja tiba-tiba ada tim kesiswaan yang lewat dan melihat mereka jika duduk tak jauh dari sana.

Vero dan Tama duduk di depan kedua gadis itu dengan membawa empat kaleng Tebs. Vero mengeluarkan dua kemasan kerupuk pedas dan satu kacang.

“Um....”

Lia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dengan wajah yang bingung.

“Kenapa lo?” tanya Aya.

Lia menyengir kaku pada Aya. Mulutnya kini bersuara. “Anu, gua... penasaran aja. Diva— beneran anaknya Mr. William?” tanyanya.

Pertanyaan itu membuat ketiganya melihat Lia sedangkan yang dilihat hanya menaikkan alis sambil tersenyum.

Aya menelan ludahnya keluh. Bagaimana sekarang, apa ia berhak mengungkapnya? Ah tidak. Biar itu menjadi urusan William. Dirinya memilih mengatupkan mulutnya dengan memakan roti yang ia beli tadi.

“Enggak tau gua. Rumornya gitu tapi... Diva kelihatan banget kalau gak suka sama rumor ini,” komentar Vero.

Aya yang tengah mengunyah kini berkata, “Bukan gak suka sih menurut gue. Dia cuma risih aja. Lo tau kan yang disangkut pautin juga bukan orang sembarangan. Pasti Diva gak nyaman.”

Tama mengangguk-anggukan kepalanya setuju dengan pendapat Aya. Ia memang tidak tau dan tidak mengerti tentang rumor ini, tapi pasti sangat tidak nyaman.

Getaran dari salah satu ponsel mereka membuat keempatnya menunduk melihat meja. Aya mengambil ponselnya yang tergeletak.

New massage Now
Meisya : The fucking rat is run away. Markas kacau sekarang. PAI selesai kita ambil dispensasi.

Alisnya seketika mengerut tajam dengan rahang yang bergemertak. Bagaimana bisa Batin Aya.

«– Meisya
     Online

RAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang