Chapter 29

4.9K 246 6
                                    

Jangan lupa voment nya

Happy reading!

-oOo-

“Mereka bilang ... kalo Diva itu perlu pengawasan khusus. Yang gue kirain sih pengawasan biasa tentang emosi dan mental Diva, karena dia masih dalam masa pemulihan dari depresinya.”

“Tapi ternyata Bunda bilang, Diva terlalu bahaya kalo dibebaskan dari pengawasan. Dan Papa usul kalo minta bantuan pihak kesiswaan aja biar bisa ngawasin Diva di sekolah.”

“Itu gue denger kemarin lusa,” pungkas Alaska.

“Satu hari sebelum lo jadian sama Diva dong?” tebak Gilang.

Alaska mengangguk. “Hem, besoknya pas gue pulang jam 5 sore dari rumah Gilang, gue langsung ke rumah Diva tapi gerbangnya tutupan dan lampunya juga mati. Jadi gue pulang dulu dan balik kesana lagi setelah magrib.”

“Tapi nihil, Diva belum pulang. Akhirnya gue nunggu dia di pos perumahan. Diva pulang sekitar jam 8 malam. Nah setelah itu gue telfon Damar buat beli kue terus anter ke pos tadi.”

“Ooo gitu to,” paham Dimas. “Terus, lo belum punya petunjuk apapun di rumah Diva? Oh atau di kamar Diva gituh?” terusnya.

“Nggak ada yang aneh di kamar Diva,” jelas Alaska.

“Lo berempat nemu apaan di ruang kesiswaan?” tanya Aldi.

“Anu, cuma beberapa berkas biodata Diva, beberapa lembar foto dia dari tahun ke tahun, riwayat penyakit, juga berkas tentang terapi-terapi gitu,” jelas Yufli.

“Itu doang?” singkat Alaska.

Yufli mengangguk mantap. Yufli memang paling tahu, karena dia yang mencari, meneliti, dan memfoto setiap petunjuk yang ia dapatkan. Sedangkan Gilang berjaga di depan ruangan, Dimas di sebelah pintu agar mudah mendapat informasi aman tidaknya dari Gilang. Terakhir Tegar berjongkok di belakang Yufli, menghadap ke arah Dimas yang terlihat dari tempatnya waktu itu.

“Selain yang lo foto, nggak ada kah berkas yang sedikit aneh dimata lo?”

Yufli diam, mencoba mengingat apa saja yang ia lihat dan yang ia tahu pagi tadi. Maklum jika Yufli lupa, mereka melakukan misi ini tadi pagi tepatnya setelah shubuh, jadi mungkin rasa kantuk masih ada.

“Ah! Itu!” pekik Dimas dengan suara rendah.

“Gue liat beberapa flash disk di kaca sebelah tempat berkas-berkas.”

“Ada tulisannya nggak?” tanya Gilang.

“Em nggak ada kayaknya, eh tapi nggak tau deh, gelap soalnya.”

“Setahu gue, tim kesiswaan itu selalu ngasih tanda entah itu gantungan atau tulisan di flash disknya, biar nggak ketuker gitu,” gumam Gilang masih bisa didengar mereka.

“Tapi bentuknya itu flash disk agak aneh, nggak kaya flash disk umumnya yang dijual disini,” sela Dimas.

“Bagian sampingnya mengkilap, kaya dari aluminium gitu, putih mengkilap. Agak gepeng pitis gitu, gue bahkan tadinya nggak yakin itu flash disk atau bukan, tapi setelah dilihat terus itu flash disk, beneran,” lanjutnya.

“Di lemari berkas bagian mana, Dim?” tanya Alaska.

“Sebelah pintu pas,” jawabnya cepat.

“Urusan flash disk biar gue aja yang ambil,” ungkap Alaska.

“Mau lo ambil, Al? Serius?” kaget Bayu.

Alaska mengangguk seadanya. Mereka hanya memandang Alaska diam, tidak tahu ingin berbicara apa. Pembahasan kali ini sangat tegang, tentang Raya Diva Frisia, gadis unik yang bisa membuat Alaska jatuh sedalam-dalamnya.

RAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang