“Maksudnya lo ngejodohin gue gituh?!” sentak Diva.
Refall menutup matanya pejam karena kaget dengan seruan Diva. Mata Refall perlahan terbuka, menampilkan Diva yang sedang berdiri sambil menatap tajam padanya.
“Hahahaha,” tawa Refall meledak, “gue nggak ngejodohin elo tapi cuman ngasih saran aja.”
“Guru gue punya anak laki laki, ganteng kok,” kata Refall mulai menghentikan tawanya. “Dia satu sekolah sama lo,” lanjut Refall.
Diva tahu bahwa dirinya sedang ada ditahap negosiasi dengan Refall. Kakaknya ini mencoba untuk menjodohkannya.
Diva duduk kembali dengan wajah jutek, “Gue nggak peduli.”
“Hadehhh terserah lo lahh,” pasrah Refall, “lo nggak mau tau orangnya, gue punya fotonya kok.”
“Gak,” singkat Diva.
“Eh ya besok jadwal lo terapi,” ingat Refall. Tangannya terulur membuang bungkus kaleng soda ke tempat sampah. “Karena gue besok ke Jogja, lo terapi di rumah guru gue dulu ya,” kata Refall.
“Sembarang,” ucap Diva malas.
Refall tahu adiknya sedih karena ia akan meninggalkannya lagi, padahal baru beberapa hari ia di rumah.
Refall bangkit dan mulai berjalan ke arah kursi Diva. “Nggak usah sedih, gue sebentar kok disana nggak sampe berminggu minggu.”
“Hhmmm,” gumam Diva sambil memeluk Refall dari samping.
“Rumahnya nggak terlalu jau dari rumah lo,” kata Refall sembari mengelus surai Diva yang panjang.
“Jangan lupa oleh olehnya oke!” ujar Diva jari jempol dan telunjuknya membentuk 'O'.
Refall tersenyum. “Siap!” ucapnya sambil mengacungkan jempol.
-oOo-
Esoknya di kelas XII TBSM 1, Alaska membuka bukunya dan mulai mengerjakan tugas dari guru matematika. Gilang dan Damar sedang bermain ular tangga entah dari mana mereka menemukan itu.
Sedangkan Aldi dan Tegar bersama temannya yang lain di depan pintu kelas tengah menggoda adik kelas AKL yang sedang berolahraga.
Bola voli mengarah kepada Tegar, dengan sigap ia menangkapnya. Ada adik kelas yang akan mengambilnya.
“Kak maaf ... bolanya,” pinta cewek tersebut.
“Sebentar dong! Gue punya tebak tebakan nih,” kata Tegar. “Kalo lo bisa jawab gue balikin bolanya, kalo nggak bisa ya, gue bawa bolanya buat gue main sama temen gue,” lanjut Tegar.
“Iya,” jawab cewek itu tersenyum malu.
“Katak apa yang jujur?” tanya Tegar.
“Mana ada. Yang lain lah kak,” tawar cewek itu.
Tegar mengibas ngibaskan tangannya tanda tak ada. “Nggak ada. Cepet jawab.”
“Ih nggak tau ah.” Cemberutlah cewek tersebut.
“Jawabannya, katakkan sayang bila sayang, katakkan cinta bila cinta a a,” jawab Tegar sambil menyanyikan lirik lagu itu. Dan tentu diikuti gelak tawa temannya yang menyaksikan guyonan Tegar.
Kesal dengan kakak kelasnya ini, cewek itu memilih pergi dengan tangan kosong.
“Eh ciwi cantik nih,” ucap Dimas ketika melihat dua cewek cantik akan melewati mereka sambil membawa buku paket di tangannya.
“Hallo Cantik, boleh kita bantu nggak? tawar Tegar tersenyum manis.
Salah satu cewek menjawab, “Boleh Kak.”
“Emang kelasnya dimana?” tanya Dimas.
“Di lab AP atas,” jawab kedua cewek tersebut.
Mata Dimas dan Tegar membulat. Yang benar saja, ia akan membantu membawa buku sampe di lantai 3. Tawarannya kini menjebaknya. Niatnya baik ingin menolong tapi karena letaknya yang tidak strategis membuat Tegar membatalkan tawarannya itu.
“Eh Dek sorry ya nggak jadi,” jawab Tegar cengangas cengenges. “Soalnya kelas gue mau masuk, itu gurunya jalan kesini.” Tegar menunjuk ke belakang.
Kedua cewek tersebut menoleh dan terkejut. Pak Johan! Guru Kesiswaan. Lebih baik baik mereka pergi sebelum ditanya yang tidak tidak.
“Kak kita duluan ya,” ujar salah satu cewek tersebut dan meninggalkan mereka.
“Perasaan hari ini nggak ada deh jamnya Pak Johan,” bingung Ikbal.
“Bohong dikit boleh lah,” sahut Dimas.
“Hey kalian ngapain di depan pintu? Mau jadi penerima tamu di hajatan?!” tanya Pak Johan nggak pakai slow.
Teriakan Pak Johan membuat mereka segera masuk ke kelas. Berbeda dengan Tegar dan Dimas.
“Bazeng. Kaget gue,” ujar Dimas berada di samping Tegar yang tengah memegang dadanya.
“Kalian ini nggak dengar saya ngomong apa koneksi kalian aja yang lemot?!” seru Pak Johan.
“Hehe. Selow pak,” ujar Tegar, “ini otw masuk.”
Tegar dan Dimas memasuki kelas diikuti Pak Johan. Suasana kelas menjadi hening.
“Waktunya pelajaran apa?” tanya Pak Johan. Bangkit dari duduknya dan berjalan ke depan.
“Matematika, Pak,” jawab serempak.
“Siapa gurunya?” tanya Pak Johan. Menopang tubuhnya menggunakan satu tangan di meja siswa dengan kaki disilangkan.
“Bu Parti, Pak,” sahut Farel selaku ketua kelas.
“Assalamualaikum.” Guru piket datang.
“Waalaikumsalam,” jawab mereka serempak.
“Yang tidak masuk?” tanya guru itu.
“Nihil bu,” kata Tegar.
“Bu Parti tidak masuk karena ada kepentingan. Tugasnya mengerjakan soal buku paket halaman 98 sampai 104,” ungkap guru piket.
“Di lembaran atau di buku tulis bu?” tanya Damar mengeluarkan bukunya.
“Di lembaran nanti ketua kelas mengumpulkan ke tempat piket,” pungkas guru piket.
Guru piket keluar dari kelas. Pak Johan berkata, “Dikerjakan. Saya tidak bisa menunggu kalian karena saya ada jam mengajar.”
“Iya pak,” sahut mereka.
“Boleh ke kantin jika bel istirahat berbunyi. Titenono lek enek sing ning kantin pas pelajaran. Tak pepe ning lapangan tenan.” Pak Johan meninggalkan kelas.
(awas aja kalo ada yang ke kantin pas pelajaran. Saya jemur di lapangan beneran.)
Beberapa saat mereka hening tapi tak berselang lama. Mereka mulai menggeret kursi ke arah belakang munuju meja Alaska. Bahkan menggabungkan bangkunya dengan Alaska.
Alaska memang pintar, maka dari itu jangan heran jika teman temannya bergantung padanya jika ada tugas.
“Selow, Cuk,” ujar Gilang melihat kelakuan temannya.
Alaska melihat mereka sekilas dan kembali fokus ke buku.
Suasana hening. Dimas berucap, “Kok kayak mau menghibah ya?”
“Njirr bahasa lo.” Damar menyentil pelan kepala Dimas.
“Eh gue mau ngomong,” ujar Dimas.
“Lo udah ngomong nyet,” sahut Gilang.
“Gue kepincut ama cewek,” ungkap Dimas.
.
.
.TBC..
-oOo-
[ revisi - 02 Juni 2022 ]
Dukungan kalian sangat berarti untuk kemajuan cerita ini
Terimakasih ^.^Salam sayang
marchya05
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYA [END]
Teen FictionTrauma masa lalu dan faktor lingkungan membuat Diva mengalami depresi diumurnya yang masih belia, hingga membuat jiwa lain hidup di dalamnya. Semakin beranjak, semakin banyak fakta yang baru diungkap. Semakin banyak masalah dan semakin banyak skand...