Siap?
Mulai!
[ • T H E E P I L O G U E • ]
• R A Y A •
[ [ • THIS STORY IS NOT OVER YET • ] ]
***
“Raya!” panggil Alaska ketika melihat kekasihnya berjalan ke kantin.
Sang empu menoleh dan tersenyum pada lelaki itu. Senyum yang selalu dapat menenangkan Alaska.
“Duluan aja,” tutur Diva pada mereka.
“Ye dasar budak bucin. Dah lah ayok!” Siapa lagi kalau bukan Aya. Pungkas mengatakan itu, ia merangkul Imel memasuki pintu kantin yang lebar.
“Rak, ayo!” kata Septa melihat Raka yang tidak bergerak dari tempatnya.
“Diva nanti gabung, kan? Jangan marah lagi sama mereka ya, ya, ya?” ucap Raka.
Septa melotot tak terima ketika biang kerok plus provokator yang membuat kelas tidak kondusif itu menunjuknya. Memang hanya dirinya yang tersisa karena yang lain sudah memasuki kantin.
Diva terkekeh mendengar ucapan Raka. “Gue gak marah, Rak. Gue bakal gabung kok, cuma gue masih ada urusan sama Alaska. Lo sama Septa duluan aja,” tutur Diva.
“Serius nih ye?” Raka mengangkat alisnya tidak yakin dengan Diva.
“Iya Raka.”
“Kenapa?” tanya Alaska sudah berada di dekat Diva. Jangan lupakan pasukan kelas XII TBSM 1 yang mengintil di belakang.
“Gak apa-apa, Bang. Duluan semua,” sahut Septa lalu menarik Raka menjauh.
Dengan ogah-ogahan Raka mengikuti Septa yang menarik kerah seragam belakangnya.
“Itu Raka sifatnya sebelas duabelas sama Tegar ye gak?” cetus Gilang.
“Hooh, sama-sama banyak tingkah. Provokator lagi,” timpal Damar.
“Kok gue sih anjing!” kesal Tegar.
“Dia anak didik lo kan?” tanya Aldi.
“Jancok, ho'oh lapo?!” sewot Tegar.
“Gak kaget sih,” timpal Dimas.
“Lo pada duluan aja,” titah Alaska.
“Asiap yang mau berduaan,” sindir Tegar dengan muka tengilnya. Baru beberapa detik lalu ia tidak terima, namun sekarang sudah kembali ke sifat aslinya.
“Ya udah. Duluan,” kata Aldi lalu bergerak menuju pintu kantin. Diikuti semua yang ada di belakang. Dimas mengedipkan sebelah matanya bermaksud menggoda Diva yang dibalas tajam oleh Alaska.
“Lebih enakan?” tanya Alaska. Tangannya bergerak mengelus surai Diva. Gadis itu baru saja memangkas rambut beberapa waktu lalu.
“Iya, temen di kelas juga gak banyak tanya kok,” tutur Diva.
“Kalau ada apa-apa bilang ya,” ucap Alaska mengingatkan.
Diva terkekeh. “Yaelah, Al. Kalaupun ada pasti udah disembur duluan sama Aya,” ucapnya.
Lelaki itu ikut terkekeh, bukan hal baru lagi mendengar segala sesuatu tentang gadis bule itu. Seolah tidak takut apapun dan tidak peduli image, semua yang mengusiknya apalagi mengusik teman dekatnya terutama Diva, harus siap menerima segala omongan pedas dan frontal dari mulut Aya. Gadis itu bagaikan kakak kedua bagi Diva.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYA [END]
Teen FictionTrauma masa lalu dan faktor lingkungan membuat Diva mengalami depresi diumurnya yang masih belia, hingga membuat jiwa lain hidup di dalamnya. Semakin beranjak, semakin banyak fakta yang baru diungkap. Semakin banyak masalah dan semakin banyak skand...