Chapter 34

4.6K 251 6
                                    

Jangan lupa voment!

Happy reading!

-oOo-

Anto dibebaskan malam ini. Ia diturunkan di pasar yang terletak tak jauh dari rumahnya.

Penampilannya lebih rapi, dengan kepala botak. Berjalan dengan tertitah-titah karena luka cambuk yang masih terasa sakit.

Ia menyentuh punggung kanannya. “Sssh aw!”

“Siapa dia ... kenapa sangat mirip dengan anak yang kuintai,” gumam Anto disela-sela ringisan.

“Ayah!” teriak anak kecil yang kini berlari ke arahnya.

“Yeri, kamu belum tidur? Ssh.” Anto sedikit meringis karena Yeri, putrinya memeluknya sedangkan luka-luka itu belum sembuh.

“Ayah kemana, kok baru pulang, Yeri takut kalo ayah nggak pulang,” ucap Yeri diiringi isakan.

“Ayah udah pulang. Yeri nggak perlu takut lagi, ya? Sekarang kita pulang, yuk,” ajak Anto dengan lembut.

“Ayah sakit?” tanya Yeri ketika Anto hendak menggendongnya.

“Enggak sayang, sekarang kita pulang, ya?” pinta Anto.

Yeri menggeleng. “Yeri nggak mau digendong.” tangannya kini menggandeng Anto dan menariknya.

-oOo-

Malam ini Alaska duduk di kursi bambu, menikmati hembusan angin malam di balkon sambil merokok.

Pikirannya sangat kacau hanya karena memikirkan Diva. Dan belum lagi tentang rahasia yang menyangkut Disa. Siapa Disa...

“Abang,” panggil Eliza datang dengan membawa secangkir coklat panas untuknya.

“Iya, Bun?” jawab Alaska menaruh rokoknya di asbak.

Eliza menaruh gelas itu di meja lalu berkata, “Ada masalah, Bang?”

Alaska tersenyum tipis kemudian mengangguk. “Iya, Bun. Sedikit.”

“Soal apa?”

“Raya.”

Eliza diam, dilihat dari raut wajahnya ada rasa khawatir.

“Bunda tahu semua tentang Raya?” tanya Alaska.

Eliza menelan ludahnya keluh, berusaha tidak terlihat berbohong. “Apa yang ingin kamu tahu?”

“Siapa Disa,” kata Alaska.

Eliza lagi-lagi dibuat terkejut. Anaknya sudah melangkah begitu jauh untuk mengetahui semua tentang Diva.

“Bunda tahu semua, kan?” ujar Alaska menuntut Eliza untuk bicara.

“Alaska ... sebaiknya kamu tanya Diva aja ya? Biar kamu nggak kaget nantinya.”

“Kenapa, Bun? Bukankah sama saja ... malah Bunda yang lebih tahu,” desak Alaska.

Eliza menghela nafas. “Bunda cuma nggak mau kamu malah menjauh dan tinggalin Diva gitu aja ... Diva sudah terlalu lama hidup dengan pengkhianatan, Bang.”

Alaska menggengam tangan Eliza, berusaha meyakinkan ibunya itu. “Bun ... Alaska serius sama Raya. Abang terima semua kisah lalunya. Abang nggak akan pernah tinggalin Raya, Bun. Abang udah cinta sama Raya.”

“Huh ... Abang dengerin Bunda. Jangan sekali-kali bikin Diva sedih. Selain didiagnosa punya mental illness, Diva juga sebenarnya terkena Bipolar.”

“Bipolar? Bukannya itu penyakit yang sama, Bun?” bingung Alaska.

RAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang