Pukul empat sore Alaska masih di sekolah. Duduk di lapangan basket dengan teman-temannya. Keringat membasahi badannya dan dibiarkan begitu saja oleh Alaska. Gilang dan Dimas masih bermain dengan adik kelas. Katakan saja mereka modus. Alaska dan yang lain memilih duduk mengobrol sambil menikmati sore hari.
Dari tadi siang hati dan pikiran Alaska tidak tenang. Ia memikirkan Diva. Selalu ia sempatkan mengecek WhatsApp hanya untuk melihat apakah ada balasan dari kekasihnya itu. Namun nihil, hingga sekarang ia belum menerima balasan. Boro-boro balasan, dilihat saja belum. Terakhir dilihat masih sama— 9.32 AM.
Lelaki itu menyugar rambutnya ke belakang. Dilentangkanlah tubuhnya pada lapangan. Memandang langit sore berwarna jingga. Matanya terpejam berusaha menenangkan hatinya yang sebenarnya sama sekali tidak bisa tenang. Ingin rasanya Alaska berteriak. Gadisnya itu benar-benar membuatnya gusar.
Tegar dan Yufli yang memperhatikan Alaska sedari tadi bisa menebak apa yang sedang dirasakan teman mereka itu. Keduanya gemas ingin menggigit si dingin itu.
“KA!” teriak Tegar.
Alaska menoleh tanpa menegakkan tubuhnya.
“KALO PENGEN TERIAK YA TERIAK AJA!” raung Tegar sekuat tenaga membuat mereka yang mendengar sontak memperhatikan dirinya.
Alaska hanya memejamkan matanya berusaha menghiraukan teman edannya itu.
“Ka! Ayo pulang, cari adek manis,” ujar Tegar. Meraung-raung seperti anak kecil tidak dibelikan mainan.
“Ka! Ayo Ka! Ndang to! Cepet!” Tegar menarik lengan Alaska agar berdiri.
Alaska menggemertakkan giginya. Ia benar-benar emosi sekarang. Dengan cepat ia bangkit dan memandang Tegar tajam. Persetan siapa Tegar. Lelaki hyper aktif itu sudah mengganggu ketenangannya. Ia bergerak maju dengan tangan yang sudah terkepal. Aldi dan Damar sontak berdiri mencegah apa yang akan dilakukan Tegar.
“Ka Ka Ka Ka! Udah Ka!”
Damar mencegah Alaska dengan mendorong bahu lelaki itu. Aldi menarik bahu Alaska dari belakang.
Alaska menggelap. Ia tak bisa berfikir jernih. Siapa saja yang mengganggunya maka sudah siap ia habisi. Pandangannya terus menatap Tegar sengit. Hingga dihempasnya tangan Aldi lalu mendorong Damar yang menghalangi jalannya.
Tangan kanannya sudah melayang, mengepal kuat karena amarah. Siap sudah ia mengambil ancang-ancang dan detik berikutnya...
“AL!” seru seorang perempuan dari arah belakang. Tepatnya dari gerbang belakang yang masih terbuka lebar.
Kepalan tangan Alaska melayang di atas. Sedangkan Tegar sudah memejamkan matanya sambil melindungi kepalanya.
Teman-teman Alaska hanya mampu bersyukur karena seruan dari gadis itu. Perlahan Alaska membalikkan badan. Matanya menangkap Diva berhenti di gerbang belakang sambil memandang Alaska dengan nafas yang memburu.
Diva lari menghampiri Alaska dan menubruk badan atletis itu dengan pelukan erat. Diva bisa merasakan nafas dan jantung Alaska memburu. Gerakan jakun yang terasa di kepala Diva membuat gadis itu semakin mengeratkan pelukannya.
“Jangan kaya gini,” lirih Diva.
Diva merasakan tubuh Alaska yang semula kaku kini rileks meskipun sedikit. Gadis itu tetap memeluk kekasihnya tak menghiraukan badan Alaska yang berkeringat. Juga tatapan mereka semua yang tertuju pada keduanya tak dihiraukan oleh Diva.
Alaska akhirnya membalas pelukan kekasihnya itu. Memeluknya dengan erat seolah tak ingin dipisahkan. Mengecup kepala Diva berkali-kali dengan mata terpejam menunjukan ketulusannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYA [END]
Teen FictionTrauma masa lalu dan faktor lingkungan membuat Diva mengalami depresi diumurnya yang masih belia, hingga membuat jiwa lain hidup di dalamnya. Semakin beranjak, semakin banyak fakta yang baru diungkap. Semakin banyak masalah dan semakin banyak skand...