Chapter 37

4.3K 249 0
                                    

Di teras rumah sudah ada William bersama Sam dan Wier berdiri di sana karena belum diperbolehkan masuk.

Setelah dari SMK Barsel mereka langsung menuju markas Eagle Hell. Tak ada niat apa-apa, hanya ingin berkunjung.

“Mr. Jorge,” sapa Yosi berjalan ke arah mereka. Ada Jack dan Diva di belakangnya.

Melihat Diva membuat senyum William mengembang. Kini bukan andai lagi tapi memang nyata bahwa Diva adalah putrinya.

“Berhentilah memandang putriku seperti itu,” sergah Yosi membuat William memandangnya dengan alis terangkat.

“Putrimu?” tanya William perlahan.

“Dia sudah ku anggap sebagai putriku.” Tangan Yosi mengusap lembut pucuk kepala Diva. Sedangkan sang empu hanya tersenyum baik pada Yosi maupun William.

“Ku rasa ada beberapa hal yang harus kita luruskan,” ujar William memasukan kedua tangannya ke saku celana.

Mengerti arah pembicaraan William, Yosi berbatuk ringan lalu mengajak masuk ke dalam.

Di ruang tamu mereka duduk di sofa. Secangkir teh sudah ada dihadapan mereka masing-masing.

“Kau baru pulang, Nak?” tanya William pada Diva. Sambil tersenyum Diva mengangguk.

William mengamati setiap titik wajah Diva. Mencari kemiripan diantara keduanya. Kulit putih, alis coklat tipis, hidung mancung dan bibir ranum yang tipis dihiasi senyum teduh itu sangat mirip dengan Rachel ketika masih muda.

Bentuk matanya mirip dengan William, begitu pun sorot matanya. Bisa melembut dan menajam disaat tertentu. Jangan lupakan brown eyes milik William yang ternyata juga menurun pada Diva.

“Will sekali lagi ku peringatkan dirimu,” sentak Yosi membuat William mengerjapkan matanya beberapa kali.

“Jack, minta pelayan untuk menyiapkan makanan untuk Diva,” suruh Yosi.

Jack mengangguk patuh lalu berjalan menuju dapur.

“Ikutlah dengan Jack, Div,” pinta Yosi.

Tinggal Yosi, William, Sam, dan Wier. Diam dengan pikiran masing-masing.

“Jangan buat Diva terkejut, Will. Biarkan Diva secara perlahan mengetahuinya,” ungkap Yosi.

“Perlahan? Perlahan ataupun secepatnya Diva pasti akan terkejut dengan ini,” balas William. Tangannya bergerak menarik pangkal dasinya yang terasa mencekik.

“Aku sudah mencarinya selama limabelas tahun dan ketika aku sudah menemukannya kau menyuruhku untuk diam?”

“Mengundur waktu sama saja menyia-nyiakan usaha yang kita lakukan,” lanjutnya tak senang.

“Setidaknya kabari Gio, dia orang yang merawat Diva sejak kecil. Rusna pergi ketika Diva masih berusia 14 bulan, meninggalkan Gio yang merawat Diva seorang diri. Lalu kembali ia menemui Diva diusia 3 tahun, tapi ketika usia Diva menginjak 5 tahun Rusna pergi ikut dengan David. Hingga saat ini tak pernah sekali pun ia menjenguk anak yang dulu ia ambil itu,” jelas Yosi.

“Jack, ajak Diva ke ruang billiard. Jangan sampai ia mendengar pembicaraan kami,” suruh Yosi pada Jack yang baru saja datang.

“Aku bertemu dengan Diva ketika ia berusia sembilan tahun, saat itu dia sendirian tengah malam di pasar dekat kompleks rumahnya. Aku membawanya ke rumahku dan mulai mengenal Diva. Hampir setiap malam aku berhenti sejenak di area pasar, mencari apakah Diva kembali berada di tempat itu,” lanjut Yosi.

“Hingga suatu malam, aku menghampirinya yang sedang duduk sambil merokok di depan sebuah ruko. Awalnya aku terkejut, tapi fokusku saat itu mengapa Diva kembali ada di pasar tengah malam sambil merokok pula.” Yosi melanjutkan ceritanya. Sedangkan William dan kedua temannya menjadi pendengar yang baik.

RAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang