Chapter 40

4.6K 233 2
                                    

“Yuki ngantuk,” rajuk bocah itu mengucek matanya sambil berjalan pelan ke Eliza.

“Bobo sekarang?” Eliza mengusap rambut pendek Yuki.

“Ehmm,” alem Yuki memeluk Eliza.

“Bunda tinggal dulu ya. Kamu nonton tv aja.”

“Iya, Bunda.” Diva tersenyum sambil mengangguk.

Dengan perlahan Eliza menaiki tangga. Disusul Ferdian yang sepertinya tau jika Yuki mengantuk. Alva pun ikut pergi ke atas.

“Nggak ngantuk?” Elus Alaska di rambut halus Diva.

“Ngantuk sih.”

“Tadi Ayah telfon, katanya belum bisa pulang. Kondisi budhe memburuk.” Mata Diva memanas, menahan air matanya yang ingin keluar. Pembahasan tentang budhenya benar-benar membuatnya selalu bersedih.

Alaska mematikan televisi. Memanggil salah satu pembantu untuk mengecek dan menutup semua pintu dan jendela.

Segera Alaska membawa Diva ke kamarnya. Menyuruh Diva duduk di karpet bulu tebal yang ada di kamarnya. Dirinya menutup pintu kaca balkon dan menutup tirainya. Mematikan lampu utama dan menekan saklar yang ada di sebelah saklar lampu utama.

Muncul bintang dan juga planet-planet di plafon kamar. Perlahan masing-masing planet bergerak berputar. Di dinding kamar terlihat berbagai rasi bintang yang kadang meredup kadang terang. Di dinding atas kasur Alaska terdapat gambar rusa jantan dan betina yang saling berhadapan.

Alaska berjalan ke arah Diva dengan tangan kiri membawa gitar. Duduk di hadapan Diva yang bersender di kasur.

“Al, kamu suka sains?” tanya Diva penasaran.

“Sedikit,” jawab Alaska.

“Kadang sains itu asik. Tapi juga rumit kalo baru banget dipelajari,” jelasnya.

“Aku juga suka. Apalagi sama aurora. Suka banget,” ujar Diva.

Alaska membenarkan letak gitarnya dan mulai menata kuncinya.

“Aurora? Pernah lihat?” tanya Alaska.

“Pernah!” jawab Diva semangat. “Bagus banget! Aku pengen lihat lagi.”

“Dimana?”

“Australia. Disana cantik-cantik auroranya. Tapi kata Disa lebih cantik di Alaska.” ucapan Diva membuat Alaska tersenyum.

“Di Greenland juga bagus. Norwegia juga. Ihhh... aku pengen kesana, tapi Disa belum ngebolehin.”

“Sama aku mau?” tanya Alaska memandang Diva lekat dengan senyum tulus yang tak pernah luntur.

“Hm? Mau lah!” senang Diva.

“Aku bakal bawa kamu ke semua tempat dimana aurora yang kamu mau tadi,” tandas Alaska penuh keseriusan. Membuat Diva membalas senyuman tak kalah tulus. Tangannya mengusap tengkuk hingga leher Alaska.

“Mau nyanyi?” tawar Alaska.

“Kamu aja yang nyanyi. Aku tidur kamu nyanyiin oke?” balas Diva.

“Nggak di kasur langsung?”

“Enggak. Enak disini. Disini juga anget.”

Diva berbaring dengan bantal yang sudah ada di bawah kepalanya dan selimut biru yang menyelimuti tubuhnya hingga leher. Berbaring menghadap Alaska yang sedang memangku gitar.

Takkan pernah terlintas
Tuk tinggalkan kamu
Jauh dariku, Rayaku

Bait itu membuat Diva tersenyum geli pada Alaska.

RAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang