Chapter 5

9.6K 428 3
                                    

Happy reading..
Semoga suka 😊

-oOo-

“Div, besok jadi kan?” tanya Aya.

“Iya tapi agak malem soalnya gue basket dulu,” ingat Diva.

“Gue juga iya kali,” gerutu Aya.

“Hahahaha lupa aing,” tawa Diva.

“Dah gue mau ke kelas takut guru datang bye,” ucap Aya sambil melambaikan tangannya.

“Bye,” balas Diva juga membalas lambaian Aya.

-oOo-

Akhir - akhir ini Diva sering mengalami pusing walaupun tidak parah tapi cukup mengganggu konsentrasi belajarnya. Dia selalu berpikir positif agar otaknya tidak lelah juga teratur dalam meminum obat dan vitamin. Apa dia harus psikoterapi lagi?

“ABANG!!” teriak Diva di rumah Refall sambil mencari dimana Refall.

“Hallo, Sayang! Kangen?” Refall baru keluar dari kamarnya dan langsung berpelukan.

“Ha'ah,” jawab Diva sambil mendongak ke atas untuk melihat wajah Refall.

Refall mengamati wajah adiknya. Adiknya kelelahan, dan otaknya mencoba berfikir keras. Refall tau ? Refall itu Psiketer, itulah profesinya. Ia membangun usaha hanya untuk menambah pekerjaan.

“Dek, kan udah Abang bilang jangan buat otak kamu berpikir keras, bisa bisa kamu capek. Sekarang kamu ngerasa pusing kan?” lembut Refall.

“Iya, Bang,” cicit Diva sambil menyandarkan kepalanya ke dada Refall.

“Terapi ya? Kamu terapi terakhir 2 minggu yang lalu kan?” tawar Refall dibalas anggukan oleh Diva.

Diva memilih untuk pulang ke rumah Refall karena letaknya lebih dekat dengan sekolah. Diva tidak terlalu kuat mengendarai motor sampai rumahnya dalam keadaan pusing.

Refall tersenyum lembut melihat adiknya itu tengah terlelap setelah terapi yang menghabiskan waktu selama 1 jam lebih.

Diva adalah anak yang kuat, dari kecil ia selalu belajar mandiri dan itu yang membuat Refall suka dari Diva. Adiknya itu tidak pernah menyerah untuk mendapatkan sesuatu yang ia inginkan.

Ia ikut sedih ketika adiknya itu sedih. Refall tau masalah keluarga Diva. Refall lah yang membantu Diva bangkit dari keterpurukannya. Refall sangat sedih ketika mengetahui adik kecilnya itu menderita penyakit Mental illness.

Mental Illness adalah kumpulan penyakit gangguan kejiwaan yang mempengaruhi pikiran, perasaaan dan perilaku seseorang. Gangguan kepribadian ini membuat penderita sulit untuk mengetahui perilaku yang dianggap normal dan tidak.

Diva mulai menderita ini ketika duduk di bangku kelas 6 SD hingga kelas 3 SMP. Dulu Diva itu dingin, datar, tatapan tajam, suka menyendiri, dan dia menganggap dirinya sendiri tak berguna. Ia kadang berfikir jika ia tiada apa akan ada yang merindukannya? Apa kepergian saya akan memengaruhi keluarganya?

Melihat pisau didekatnya saja, seperti ingin memotong motong tubuhnya sendiri. Diva melukai dirinya sendiri dengan menggedukkan kepalanya ke sudut meja dan membuatnya hampir tak bisa diselamatkan karena kehilangan banyak darah jika sahabatnya tidak mengetahuinya.

Emosinya juga kadang tidak terkontrol. Ketika ia sedih akan terus merasa sedih. Sedih karena ia tidak bisa seperti apa yang ia inginkan.

Dia tidak pernah bercerita kepada ayahnya apalagi ibunya. Mengingat hubungan orangtuanya sedikit bermasalah itu membuat dirinya semakin tertutup. Dia hampir saja overdosis karena obat yang ia minum memiliki dosis tinggi. Ia mengingkan lebih baik pergi.

Ia terkadang takut kalau semua temannya, keluarganya,menjauhi dirinya. Ia sering mengalami ketakutan berlebihan.

Refall dan juga sahabat SMP nya dulu, Dhinar, Danis, Devano membantunya untuk sembuh dari ketergantungan obat juga selalu menemaninya ketika ia sedih, menyuport dirinya agar bangkit kembali menjadi pribadi yang lebih baik.

Dan ya.. 3 tahun usahanya tidak sia sia. Diva kembali menjadi Diva yang ceria, jail, dan pintar bergaul. Meskipun ia harus tetap meminum obat dengan dosis yang tidak tinggi dan tetap menjalankan psikoterapi.

-oOo-

“Abang, Diva pulang ya ... udah malem,” pamit Diva ketika melihat jam di pergelangan tangannya.

“Nggak nginep aja?” tawar Refall.

“Nggak dulu, Bang. Takutnya pas ayah pulang nanti nyariin Diva,” ucap Diva.

“Hati hati ya. Kalau ada apa apa telfon abang,” ingat Refall.

“Iya bang. Assalamualaikum,” kata Diva.

“Waalaikumsalam,” jawab Refall

Sebelum pulang ke rumah, Diva mampir terlebih dahulu ke salah satu food truck yang ada di seberang jalan.

“Coffe late satu,” ucap Diva.

“Siap! Eh! Si bos, tumben banget. Dari mana?” ucap salah satu pegawai.

“Dari rumah Refall,” singkat Diva. “Gimana statistik penjualan?” lanjut Diva.

“Lumayan berkembang bos, apalagi sekarang bos udah punya 2 mobil,” lapor Dian.

“Diva aja,” ujar Diva sambil terkekeh.

“Hahaha ia lupa,” jawab Dian.

Diva juga dibekali sebuah outlet dari Refall. Lelaki itu melimpahkan semua keuntungan pada Diva dengan dalih untuk menambah uang jajan adiknya itu.

Diva sangat berterimakasih, setidaknya outlet itu bisa membantu ayah untuk membiayai sekolahnya. Bergantung pada profesinya Pembalap juga tidak bisa karena race tidak diadakan secara teratur. Memang uang tetap masuk kepada rekeningnya karena Diva telah menandatangani kontrak dengan salah satu label ternama.

“Pizza 3 box, Milkshake 4, Coffe Late satu,” pesan salah satu pembeli.

“Wah mas Coffe Late nya baru aja abis,” jawab Dian.

“Yang la—”

“Kasih aja yang tadi gue pesen, lo bisa buatin gue yang lain,” potong Diva.

Jawaban itu sontak membuat Alaska melihat ke arah Diva.

“Beneran, Bos?” tanya Dian.

“Hm.” Diva berdehem sambil terus fokus kepada ponselnya.

“Ini Mas pesenannya,” ucap Dian.

“Makasih, Mas,” jawab Alaska di sambut senyum Dian.

Mirip Raya ... Bos? dia yang punya tadi? batin Alaska sambil masuk ke dalam mobilnya.

Setelah berbincang dan saling melempar canda gurau Diva beranjak. Ia sudah malam.

“Dah malam gue pulang. Jangan lupa hati hati, kalo ada apa apa telfon gue. Duluan,” pamit Diva setelah menghabiskan pesanannya.

“Siapp! Ati ati, Div. Telfon Abang kalo ada apa apa.” Gaya Dian sok cool. Diva hanya menanggapinya dengan senyuman.

.
.
.

TBC...

-oOo-

[ revisi - 01 Juni 2022 ]

Dukungan kalian sangat berarti untuk saya
Terimakasih

Salam sayang

marchya05

RAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang