Chapter 64

4.3K 245 9
                                    

Biasakan vote terlebih dahulu.
Tolong ingatkan jika ada typo
Happy Reading!!

-oOo-

Pukul empat pagi pesawat pribadi Disa take off. Dengan susah payah Meisya membangunkan Aya. Gadis itu jika sudah tidur sangat susah dibangunkan. Tentu dengan segala ancaman dan nada rendah dari Disa baru Aya membuka matanya dan menegakkan tubuh.

Dan sekarang, gadis bule itu sudah kembali tidur di ranjang yang ada di pesawat. Kalian harus tau, Aya berangkat dengan masih memakai piamanya. Bukannya apa-apa tapi kelewat etis, hingga semua yang ada disana memandang mereka dengan lekat. Pertama karena penjagaan ketat para anggota Eagle Hell yang mengiring dan kedua tentu karena penampilan Aya.

Rambutnya tetap rapi meskipun tidak disisir. Piama menghiasi tubuhnya sedangkan kakinya dibalut kaos kaki dan dilapisi sandal selop. Ia memakai masker hitam berjaga-jaga jika ada air liur yang mengering di sekitar bibirnya.

Disa tidak masalah, toh Aya tidak berbuat hal yang tidak masuk akal. Ia masa bodo dengan Aya. Sang empu saja nyaman, lalu mengapa ia harus menggerutu? Bukan Disa sekali. Lain dengan Meisya. Gadis itu di sepanjang jalan hanya mampu menghela nafas. Menggeleng pelan kemudian kembali menghela nafas.

Membiarkan gadis bule itu tidur, Meisya duduk di kursi seberang sambil menatap laptopnya di meja. Ia masih sibuk dengan beberapa berkas kantor. Kopi late kesukaannya tidak lupa hadir. Sesekali Meisya menyeruputnya kemudian kembali mengetikkan sesuatu di keyboard.

Disa duduk berselonjor di sebelah kanan ranjang yang ditiduri Aya. Terpisah oleh jalan. Kursi nyaman dengan fasilitas pijat. Membuat otot tubuhnya sedikit rileks. Ia memandang ke luar jendela, hanya awan hitam dan gemerlap cahaya lampu yang tampak sangat kecil. Pikirannya masih melayang kemana-mana.

Jerman, kewarganegaraannya. Ia memang memiliki data diri sebagai warga Jerman. Kembali lagi, dia bukanlah Diva okay? Mereka berdua berbeda. Sudah lama ia tidak mengunjungi negara itu. Semenjak ia sadar dan mengalah pada Diva lebih tepatnya. Semua masa-masanya ia lalui di Jerman bersama Yosi serta istrinya.

“Disa,” panggil Meisya membuat ia menoleh ringan.

“Targetmu tercapai, semakin hari MG semakin maju. Beberapa laporan dan isu, semua ditangani dengan bagus,” lapor Meisya.

“Aku turut senang,” ujarnya sambil tersenyum lega.

“Apa ada pertemuan yang harus aku datangi?” tanya Disa.

“Tidak ada. Client tidak menuntut kau untuk datang. Lagi pula, mereka tentu belum siap bertemu seorang Angel Hell,” tutur Meisya sedikit bercanda.

Disa ikut terkekeh karena itu. Ia lupa jika identitasnya masih hitam. Tidak ada yang mengetahuinya baik pegawai, staf maupun tangan kanannya di MG Crop.

Angel Hell masih melekat dalam dirinya. Padahal kini ia sudah tidak sebrutal dulu dalam menghabisi musuh yang berani bermain-main dengan perusahaannya ataupun perusahaan Yosi.

“Semalam ada email masuk dan aku baru menyadarinya. Dari Orisada,” ucap Meisya.

“Isinya?” tanya Disa.

“Mengundangmu ke acara ayahnya,” jawab Meisya.

“Yakuza,” kata Disa.

“Hem~” dehem Meisya bernada. “Kau tertarik?” tanyanya.

“Kapan acaranya?” tanya Disa.

“Satu bulan lagi,” jawab Meisya.

“Boleh,” kata Disa.

RAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang