Bersamamu luka ini terasa lebih ringan meskipun hanya sesaat.
———————————Setelah kejadian kemarin nayya lebih banyak murung. Dan Tata tentu saja sangat khawatir. Dia bahkan uring uringan. Berulang kali ia menanyakan apa kah ia baik baik saja atau tidak yang pasti tidak menanyakan soal keluarga nya. Karna ia tidak berani. Selama ini setiap ia menginap yang ia tahu keluarga nayya tidak selalu ada di rumah.
Nayya, kawan karib nya itu sangat pintar menyembunyikan semuanya. Tata sadar sepertinya itu bukan hal mudah untuk anak lainya. Ia sudah tau kalau mereka berniat meninggalkan Nayya ke luar negeri dengan mendadak. Ia juga sudah berusaha menghibur. Tapi kali ini ia melihat raut sendu sahabatnya itu. Tidak bukan masalah kedua orang tuanya ke luar negeri. Tapi luka yang seakan ditutupi enggan dilihat orang.
Tata menghela napas nya berulang kali. Ia bingung harus membujuk teman nya ini untuk tersenyum lagi seperti apa. Ah, oh iyya ada satu ide jahil nya keluar.....
"Ekhem Nay!" Katanya berdehem sok cool. Berulang kali ia berdeham dan ujung-ujungnya tetap diacuhkan Nayya. Sampai akhirnya ia tersedak sendiri.
"Uhuk-uhuk anjir gue keselek biji kopi! Uhuk," Tata menepuk nepuk dada nya berulang kali meredakan batuk nya.
Nayya melirik sekilas. Ia tidak bisa menahan tawa nya kali ini. Akhirnya ia melepaskan tawa nya. Saat ini keduanya sedang ada di balkon. Angin sore berhembus kencang. Memang akhir-akhir ini sering masuk musim hujan.
Ia menyelipkan anak rambut nya yang berterbangan. Lalu sambil meredakan tawa nya ia terkekeh pelan. Sambil melambaikan tangan menyuruh tata mendekat. Yang sekarang sedang sangat girang seakan menang lotre."Ta sini! Buruan tar gue berubah pikiran nih!" tanyanya santai sambil tersenyum jahil.
Tanpa aba-aba Tata segera memeluk nayya riang. Entah pelukan atau cekikan bahkan sekarang nayya memeluk punggung Tata keras-keras karna ia susah napas. "Ta! Ya lepas deh ta a-aduh gue susah napas nih heh," Protes nya seraya mendengus kesal melihat teman nya itu hanya cengengesan.
"Hehe sorry nay peace deh peace," Jawab nya sambil mengacungkan kedua jari telunjuk dan tengahnya seraya tetap tersenyum lebar. Hingga jika Nayya tidak menabok nya agar segera mingkem mungkin bibir sahabatnya itu sudah sobek sangking lebar nya tersenyum.
Ia ikut tersenyum. Hati nya terenyuh. Ternyata masih ada yang perduli pada nya. Sahabat nya ini masih mau menemani nya. Ia sangat beruntung sepertinya.
"Udah gausah kayak orgil di prapatan lampu merah deh ta!" katanya asal dengan kekehan.
"Heh sembarangan! Ya abisnya gue seneng aja gitu lo bisa senyum balik dan--" Sengaja Tata menggantungkan ucapan nya membuat Nayya mengangkat alis nya ke atas. "Senyum lo tulus buat gue." Lanjut Tata sembari tersenyum lagi. Nayya terdiam sejenak. Ia menunduk. Haruskah ia menceritakan nya semua? Pada sahabat nya ini yang sudah dikenal nya dari Sekolah Menengah pertama.
"Ta--" Panggil Nayya pelan.
"Gausah! Jangan cerita kalo itu bikin lo sedih!"
"Mending sekarang kita jalan gimana?" Lanjut nya sembari menaik-naikan kedua alis nya itu.
Nayya tersenyum kecil. "Ayokk mau kemana?" tanyanya.
Tata menggaruk-garuk belakang tengkuknya yang tak gatal. Ia juga bingung mau kemana. Apalagi ia anak yang jarang keluar rumah. Hanya sesekali jika penting. "Kemana ya? Aduh gue bingung nih nay, Kira-kira lo ada rekomen gak? Hehe," Katanya disertai cengiran. Nayya mendengus geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKANAYYA [COMPLETED]
Teen Fiction[BEBERAPA CHAPTER DI PRIVAT FOLLOW DULU SEBELUM BACA] "Arkan aku cinta kamu," Jeda sebentar, "Kamu juga kan?" "Enggak. Lo tau sendiri kita pacaran karna taruhan. Lupa hm?" "Arkan tapi aku sayang beneran sama kamu." "Tapi gue enggak! Pergi! Atau lo b...