Jika hanya angan yang kudapat maka sudah pantas aku membiarkan rasa yang menerka semakin terselubung Membelenggu.
Ada yang ingin diucapkan dari sebuah isyarat mata.
——————————————————
Mata nayya tetap terus menatap tak percaya, tapi langkah kakinya berbeda. Dia berusaha berdiri menatap sosok yang selalu ia harapkan kedatangan nya. Sesosok yang selalu ingin dia hadirkan dalam setiap impian nya.
"Abang?" Panggil nya dengan suara serak. Sudah cukup. Orang yang disebut 'abang' itu menghambur, mendekap penuh rasa rindu. Adik kecil nya dulu yg menjadi penyemangat nya kembali hadir.
Air mata nayya kembali menetes. Meski logika terus mengatakan lelah, nyatanya berbeda dengan hati. "Abang ila kangen," Isaknya nyaris seperti bisikan.
Pemuda jangkung itu menguraikan pelukan. Dia menangkup wajah adik nya yang masih memerah dan bengkak. Jahil, dia menjawil hidung mancung nayya. "Sttt abang here sister,"
Nayya menangis kembali. Dia menumpahkan semua nya pada sosok yang selalu membuatnya kuat. "Kenapa abang baru kesini?" Dia masih menatap penuh tanda tanya.
Cowok itu tersenyum seperti biasa, senyum yang selalu membuatnya tenang. "Maafin abang ya? Tapi sekarang abang gak akan ninggalin Sheila lagi," Jelasnya yang diangguki cepat oleh nayya.
"Hey you miss me little girl?" Nayya mengangguk. "Tentu saja," Dengus nya kesal.
Radar menangkup wajah adiknya itu, jangan sampai esok adiknya ini tidak bisa membuka mata nya. "Diam lah, abang jelaskan di mobil nanti, ayo kita pulang." Nayya mengangguk dan menurut.
Mereka masuk kedalam rumah ayahnya. "Jadi mereka yang masih merawatmu?" Nayya mengangguk, ia lebih baik menceritakan hal baik tentang ayah dan bundanya daripada abang nya malah semakin membenci keduanya.
"Percayalah bang, aku tidak tau mereka ada dimana, mereka bilang akan pergi selama dua tahun ke luar negeri," Jelas nayya masih dengan suara serak. Akhirnya radar memilih mengangguk.
Cowok dengan kaos oblong hitam santai itu tersenyum melihat adiknya yang semakin cantik. "Kamu tidak ingin ikut abang?" Tanyanya. Nayya mendongak. Dia mengerjapkan matanya dengan polos yang membuat radar semakin gemas.
"Em nayya masih harus sekolah bang, abang tau kan?" Lirihnya. Seketika ingatan tentang kejadian tadi terputar begitu saja di fikiran nya. Radar tau wajah muram itu.
"Ganti baju dulu ya, dingin." Nayya mengangguk dan segera pergi ke kamarnya.
Radar melempar senyum getir. Selama ini dia juga berjuang untuk hidupnya. Dia kecelakaan dan hampir kehilangan nyawanya, setahun dia baru bisa pulih total, itupun harus langsung mengurus perusahaan peninggalan ibunya.
Nayya menghampiri abangnya yang sedang memainkan ponselnya. Dia tersenyum meski rasanya enggan. Wajahnya tidak berbeda walau sudah mandi, masih sama pucat.
Radar mendongak. Dia mengernyit lalu menangkup kedua pipi adiknya. "Apa kamu sakit?" Tanya nya. Nayya menggeleng. Dia melingkarkan tangan nya di lengan radar. "Kangen," Rengeknya.
Radar terkekeh kecil lalu mengacak rambut panjang adiknya ini. "Ada yang mau diceritakan?" Nayya menggeleng. Sebenarnya dia ingin sekali bercerita semua, tapi tidak, abangnya sudah cukup lebih dari menderita, ia tidak ingin menambah beban kakaknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKANAYYA [COMPLETED]
Teen Fiction[BEBERAPA CHAPTER DI PRIVAT FOLLOW DULU SEBELUM BACA] "Arkan aku cinta kamu," Jeda sebentar, "Kamu juga kan?" "Enggak. Lo tau sendiri kita pacaran karna taruhan. Lupa hm?" "Arkan tapi aku sayang beneran sama kamu." "Tapi gue enggak! Pergi! Atau lo b...