Tetap tersenyum dan ikhlas karna kita hanya akan bahagia dengan cara sederhana.
————————————————Jangan lupa tekan tanda bintang dipojok kiri kalian ya?:)
*****
Ujian memang seringkali membuat orang lupa diri bahwa bahagia itu bisa didapatkan setelah badai berlalu pergi.
Sella dan riel akhirnya menghembuskan nafas lega. "Terimakasih banyak dokter," Ucapnya dengan senyum senang.
Dokter itu tersenyum dengan gelengan. "Berterimakasih lah pada pendonor yang rela mengorbankan nyawanya."
Semua nya membelalak lebar. Iyya keluarga besar arkan ikut menunggu.
"Maksud dokter?" Tanya sella dengan wajah kaku.
Dokter itu tersenyum kecil. "Pendonor bukan hanya rela mengorbankan matanya juga nyawanya, kalian boleh melihat jasadnya."
Sella dan riel bergegas masuk mengikuti sang dokter. Tangan Sella ragu untuk membuka kain putih penutup wajah yang telah berkorban untuk putranya.
Sella menutup mulutnya sendiri dan sedikit mundur. Matanya benar-benar menampakkan tak percaya. Air matanya jatuh melihat wajah tampan penuh lebam itu terbaring kaku.
Riel tak kalah kaget. Kepalanya menggeleng pelan. "Mana mungkin," Gumamnya.
Sella menangis histeris. Dia mendekatkan wajahnya dan memeluk tubuh tanpa aliran darah itu. "ROY!!"
Wajah tampan itu terlihat damai sekarang. Matanya terpejam tanpa ingin membuka lagi. Detak jantungnya sudah tidak ada lagi. Bibir yang biasanya terus melontarkan kata-kata sinis sekarang hanya mampu terkatup rapat. Senyum yang biasanya selalu menggambarkan sosok badboy itu kini hanya senyuman kaku.
Sella menggeleng dan terisak. "KENAPA ROY NGELAKUIN INI SAMA MAMA?" pekik nya gemetar.
Riel mendekat dan segera memeluk tubuh istri nya. "Tenang lah sayang, biarkan dia istirahat dengan tenang, papa sangat bersyukur dia mau berubah, sebenarnya papa juga tidak ingin dia seperti ini, semuanya sudah takdir."
Penjelasan itu membuat Sella perlahan mengangguk dengan isakan tertahan. Perlahan dia mendekatkan wajahnya. Pelan dia cium kening putranya itu dengan lembut seperti hal yang sering dia lakukan saat putranya ini dulu memanggil-manggil namanya dengan suara menggemaskan. "Selamat istirahat sayang." Bisiknya.
Riel ikut mendekatkan wajahnya. "Papa sayang Roy, terimakasih nak, semoga bahagia bersama ayah dan ibumu." Bisiknya lalu ikut mencium kening putranya itu. Sampai kapanpun Roy tetap putranya.
Dokter yang sedari tadi memperhatikan ikut mengulas senyum. Dia mengulurkan secarik kertas yang dititipkan.
Sella membuka lembar kertas itu dengan perlahan. Tulisan yang bisa dikatakan tidak terlalu rapi itu memenuhinya. Putranya itu memang malas sekali menulis tapi tidak apa dia akan tetap menyayanginya.
Aku bingung harus bilang apa karna mama sama papa tau kenapa? Karna Roy harus ngomong pake aku kamu haha.
Oke itu tidak usah dipermasalahkan. Hal yang paling aku sesali adalah mengapa aku tidak mencoba untuk bertanya namun memendam semua isi pikiranku tentang kalian yang membedakanku pada arkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKANAYYA [COMPLETED]
Fiksi Remaja[BEBERAPA CHAPTER DI PRIVAT FOLLOW DULU SEBELUM BACA] "Arkan aku cinta kamu," Jeda sebentar, "Kamu juga kan?" "Enggak. Lo tau sendiri kita pacaran karna taruhan. Lupa hm?" "Arkan tapi aku sayang beneran sama kamu." "Tapi gue enggak! Pergi! Atau lo b...