44. SELAMAT TINGGAL

45.1K 2.4K 79
                                    

"Dulu kita kayak kuku dan jari tapi sekarang kayak langit dan bumi."

- Pelangi Lhalita

Sudah tiga hari berlalu tetapi Pelangi masih mengingat ancaman Maura. Namun kegelisahannya berkurang seiring berjalannya waktu.

Begitupun dengan samudra yang malah semakin dekat dengan Maura dan menjauh dengan Pelangi.

Billa yang melihat Pelangi melamun, ia menghela nafas. Semenjak Maura jadian sama samudra, Pelangi sering sekali melamun.

Billa menepuk pundak Pelangi." Udahlah pel, ngapain sih Lo masih mikirin mereka?" Ucap Billa.

Pelangi terhenyak lalu menolehkan kepalanya." Gue nggak mikirin apa-apa kok." Jawab Pelangi bohong.

"Mulut Lo itu emang bilang nggak tapi hati Lo bilang iya, gue udah tau kalo Lo udah lama kan suka sama samudra?" Tanya Billa.
Pelangi menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Jangan bohongi perasaan Lo sendiri pel. kalo Lo emang suka sama samudra, jelasin semuanya ke samudra biar kesalahpahaman ini cepet kelar." Ucap Billa.

Pelangi tersenyum masam." Dia aja nggak pernah mau dengerin penjelasan gue. Lalu untuk apa? Gue jelasin panjang kali lebar kalo nggak di gubris sama dia." Ucap Pelangi, Billa yang mendengar itu langsung diam.

🌻🌻🌻

Pelangi membuka pintu rumahnya, di sana ia sudah mendapat tatapan tajam dari ayahnya sedangkan Maura dan mamanya tersenyum miring.

Pelangi bingung melihat ekspresi Ayahnya yang datar. Tidak seperti biasanya." Ada apa ini?" Batin Pelangi.

Bima menatap Pelangi tajam." Kembalikan uang itu!" Ucap Bima dengan nada tegas dan kurang bersahabat.

Pelangi mengernyitkan dahinya." Uang?" Tanya Pelangi.

"Halah nggak usah sok nggak tau Lo! Lo kan yang udah nyuri uang papa di brankas dan merusak proposal milik papa, ngaku Lo!" Sahut Maura.

"Maksud Lo apa?! Gue nggak pernah sekalipun mencuri uang ayah ataupun merusak proposal milik ayah." Balas Pelangi.

"Kalo emang kamu nggak nyuri uang ayah kamu, kenapa kamu bisa beli kalung yang harganya bernilai sama dengan uang yang hilang." Maya menunjukkan sebuah kalung.

Kalung itu adalah kalung pemberian Omanya saat berkunjung ke Bandung, dan kalung itu sudah lama banget pelangi menyimpannya sebagai kenangan.

"Yah, pelangi nggak nyuri uang ayah. Pelangi juga nggak merusak proposal milik ayah. Ayah percaya kan sama pelangi?" Tanya Pelangi.

"Saya nggak percaya lagi dengan semua omong kosong kamu, semuanya sudah jelas bagi saya. Kalo kamu pelakunya." Ucap Bima menggunakan kata saya.

"Ayah percaya dengan kata-kata mereka. Semua itu fitnah yah, mereka fitnah Pelangi." Ucap Pelangi.

"Fitnah kamu bilang?! Sudah jelas-jelas kalo kamu yang mencuri uang itu. Kamu masih mau belas diri kamu?!" Jawab Bima.

"Mana ada sih pah? Maling yang ngaku. Penjara ntar penuh lagi." Kompor Maura.

"Ayah lebih percaya dengan mereka ketimbang Pelangi anak ayah sendiri?" Tanya Pelangi dengan mata berkaca-kaca.

"Meskipun kamu adalah anak kandung saya, tapi kelakuan kamu nggak mencerminkan. Selama ini saya didik kamu untuk tidak mencuri. Tapi apa kamu malah mencuri!" Jawab Bima.

"Sumpah demi tuhan, Pelangi nggak mencuri uang ayah..." Lirih Pelangi dengan terisak-isak.

"Meskipun kamu bersumpah menyebut nama tuhan. Saya nggak akan percaya sama kamu. Seharusnya saya mendengarkan perkataan istri saya untuk mengusir kamu dari rumah ini!" Ucap Bima.

Deg!

Pelangi tidak menyangka jika ayahnya tega berbicara seperti itu." Ayah tega ngusir Pelangi..." Lirih Pelangi.

"Kenapa tidak?! Kamu itu pembawa sial di rumah ini! Istri saya meninggal gara-gara menyelamatkan kamu waktu kecil! Dan sekarang saya hampir saja mengalami kebangkrutan gara-gara kamu! Lebih baik kamu pergi dari rumah ini!" Ucap Bima.

"Maura! Kemasi semua barang-barang Pelangi tidak boleh ada yang ketinggalan sedikit pun!" Suruh Bima. Maura tersenyum senang lalu berjalan menuju kamar Pelangi.

"Kenapa ayah tega ngomong kayak gitu?! Kenapa ayah tega ngusir Pelangi. Kemana semua ucapan ayah pada malam itu?!" Tanya Pelangi.

"Ayah bilang nggak akan ngusir pelangi ataupun nelantarin Pelangi. Tapi apa?! Sekarang ayah tega ngusir Pelangi?!" Bentak Pelangi dengan terisak-isak.

Tak lama kemudian Maura datang dengan membawakan koper Pelangi. Maura lalu menyerahkan koper itu ke Pelangi. Pelangi menyambar koper milikinya.

"Pelangi pergi. Ayah jaga kesehatan ya, meskipun Pelangi udah nggak tinggal di sini tapi pelangi akan tetap jagain ayah dari kejauhan. Ayah jangan capek-capek, Pelangi nggak mau ayah sakit. Meskipun nanti bunda nggak ada, waktu pelangi sarjana, ayah akan selalu ada. Pelangi pamit assalamualaikum.." ucap Pelangi lalu pergi meninggalkan rumah yang sudah ia tempati selama 16 tahun.

Pelangi berjalan dengan air mata yang terus mengalir." Non Pelangi.." panggil Bi inem yang membuat pelangi menolehkan kepalanya.

Bi inem berlari kecil lalu memeluk Pelangi, pelangi membalas pelukan Bi inem." Non Pelangi jangan pergi..." ucap Bi inem.

Pelangi melepaskan pelukannya." Pelangi harus pergi bi." Jawab Pelangi.

"Kalo non pelangi pergi. Bibi akan ikut sama non, selama ini bibi kerja di sini karena ada non Pelangi, kalo non Pelangi nggak tinggal di sini. Bibi juga nggak kerja di sini." Ucap Bi inem.

"Bibi nggak boleh ikut Pelangi, kalo bibi ikut pelangi nanti yang jagain ayah siapa? Bibi tetap di sini ya demi Pelangi. Pelangi cuma minta satu dari bibi, tolong jagain ayah." Ucap Pelangi dengan berat hati bi inem menganggukkan kepala.

Pelangi tersenyum. Lalu beralih menatap rumah ayahnya." Selamat tinggal semua kenangan yang tercipta di rumah ini, selamat tinggal semua penderitaan yang ku alami, dan selamat tinggal ayah..." Lirih Pelangi dalam hati.









TBC

jangan lupa vote and coment nya yeee
See you next part

Pelangi [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang