[Author]
Hoseok tengah menyaksikan Jimin yang sedang memakan sereal sambil menonton film di televisinya. Hoseok tersenyum sejenak ketika melihatnya. Ia tampak menikmatinya.
Hoseok ingin mendekati Jimin tapi, seseorang menariknya dan membawa Hoseok ke dapur.
"Jin-hyung ? Apa-apaan i–"
"Tutup mulutmu, Hoseok-ah !" Bisik Seokjin sambil menutup mulut Hoseok. Hoseok menatap Seokjin heran. Ada apa dengannya hari ini?
"Kau lupa kah? Kau jahat, Hoseok-ssi. Kita perlu melakukan sesuatu ke anak itu."
"J–Jin-hyung ? Kau baik kan..?"
"Emm.. enak sekali sereal ini. Walaupun rasanya tidak manis, tapi aku sangat menyukainya. Uhh, film-nya pakai habis. Pas sekali dengan kehabisan serealku. Aku ingin makan cemilan.."
Jimin membawa mangkuk bekas serealnya tadi menuju dapur untuk dicuci. Tapi, ia mendengar suara bisikan dari Seokjin dan Hoseok. Jimin ragu. Ia tidak mendengar lebih jelas apa yang mereka bicarakan tapi.. mengapa hatinya merasa ragu ya?
Ia mencoba menepis jauh pikiran negatif itu. Jelas sekali susah untuk membuangnya. Apakah mereka bermain belakang? Jimin akan sangat sakit hati jika mengetahuinya.
"Eoh, Jimin? K–Kau..?"
"Minggir, hyung. Aku mau mencuci mangkuk ini."
Jimin langsung melewati kedua hyung-nya yang baru saja keluar dari dapur. Hoseok menatap Seokjin dengan raut khawatir. Seokjin tau maksudnya, tapi ini semua akan berakhir. Seokjin percaya betul.
Omong-omong soal mereka berdua, mereka datang lagi ke rumah Jimin pagi tadi.
"Tenang Hoseok-ah. Aku akan menelpon Namjoon dulu untuk memesan tiketnya." Hoseok mengangguk. Daripada seperti ini, Hoseok memilih mendekati Jimin yang sedang mencuci piring.
"Jimin.. biar hyung bantu."
"Tak usah, hyung. Aku sudah mandiri."
Hoseok terdiam. Gawat sudah. Rencana mereka akan batal bila seperti ini. Hoseok langsung mengambil piring yang ingin Jimin taruh.
"Hyung ! Apa yang kau lakukan!?"
"Membantumu. Diam, Jimin-ah."
Jimin mulai kesal. Mungkin ia pergi dari rumah saja untuk menenangkan pikirannya. Dan benar, Jimin mengambil jaketnya kemudian pergi dari rumah. Hoseok tau maksud Jimin. Ia menatapnya sendu kemudian mendekati Seokjin lagi.
.
.
.
.
."Jimin-ah !"
"Taemin? Annyeong.."
"Jimin-ah.. mumpung kita bertemu di sini, aku mau minta maaf atas wak–"
"Aniya. Harusnya aku yang minta maaf kepadamu. Kepada kalian. Aku terlalu sensitif.." Lirih Jimin. Taemin tersenyum kemudian mengulurkan tangannya. Jimin sempat bingung dengan apa maksudnya tapi, ia menjabat tangan Taemin saja.
"Biarkan kita saling meminta maaf."
Jimin tersenyum kemudian mengangguk. Mereka langsung berpelukan. Sore-sore seperti ini, cocok bagi mereka untuk pergi jalan-jalan sebentar. Taemin mengajak Jimin ke suatu tempat.
Selama perlajanan mereka, keduanya saling diam dan tidak membuka pembicaraan. Rasanya akan sedikit canggung. Bukan sedikit lagi, sudah canggung sepertinya.
"Taemin-ah." Panggil Jimin, membuka pembicaraan.
"Ya?"
"Ditipu terus-terusan tidak enak ya?" Taemin membungkam. Sudah pasti ini masalah hidup milik seorang Park Jimin. Taemin sangat iba kepada bocah satu ini.
"Pasti, Jim." Ucapnya pelan. Jimin menghembuskan nafasnya. Mengingat hyung-nya berbisik-bisik di belakangnya tadi, membuat dirinya curiga kepada hyung-nya itu.
Jimin merasa sudah tidak mood lagi. Ia ingin pulang.
"Taemin, maaf. Aku ingin pulang saja." Ucapnya. Jimin langsung memutar tubuhnya dan jalan pulang ke rumah. Taemin menatap Jimin sendu. Padahal.. tempat tujuannya sudah hampir sampai.
Kafe tempat tongkrongan mereka beserta sahabatnya.
Cklek
"Aku pulang. Eoh ? Sepi. Mereka pulang. Pasti setelah ber– sudah lah Park Jimin.."
Jimin menemukan sebuah kertas yang tergeletak di lantai. Ia segera mengambilnya dan membacanya.
Bangun jam 5 esok. Kami akan datang ke rumahmu. Jangan sampai telat atau kami akan marah !!!
🌴 to be continued
hehehe, up lagi~
APAPUN YANG TERJADI, JANGAN MENYERAH! ADA KEJUTAN DIBALIK SEMUA INI DAN AMBIL SISI POSITIFNYA SAJA!
TRUST ME!
KAMU SEDANG MEMBACA
tell me you love me | park jimin
Fanfiction[ 박 지민 ] JANGAN DITIRU! [REVISI] JIMIN x BTS Park Jimin. Bocah yang sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang dalam hidupnya. Itu juga dimulai saat ia berada di panti asuhan. Ia memilih untuk membunuh dirinya daripada menanggung semuanya sendi...