hey..
aku kayanya bohong terus sama kalian ya. selalu mempermainkan kalian terus. maaf ya, hehe.
aku baca komen kalian dan kalian pada ga rela kalau aku take down buku ini. yaa aku tau, kalian juga ke gantung karena seharusnya sebentar lagi cerita ini tamat kan.
jadi aku memutuskan, untuk nyelesain dulu aja deh. maaf ya aku bohong terus ke kalian. aku juga lagi mengalami hard times saat ini. jadi mohon maklumi ya.
untuk cerita lainnya aku gatau bakal lanjut apa engga. jadi aku lagi punya tujuan buat tamatin ini dulu. karena kadang ada waktu luang walau cuma sedikit, aku bakal berusaha menamatkan ini secepatnya.
terima kasih yaa karena sudah menemani saja dengan cerita ini ! ❤
[author]
(+) Keluarga Kim.
Jimin menatap tidak percaya pada kertas itu. Jadi.. ia benar-benar darah daging keluarga Kim? Dan.. Jimin juga dipertemukan dengan keluarganya? Jimin senang karena ia masih memiliki keluarga, tapi di sisi lain, ia sedih karena ia tidak tau kalau.. mereka bisa menerimanya atau tidak.
"Selamat, Jimin-ah ! Aku tau pasti ada hubungan diantara kami!" Sahut Seokjin semangat. Seokjin memeluk Jimin dengan sangat erat sedangkan Jimin hanya terdiam dengan perasaannya yang campur aduk itu.
"Hyung.."
"Ya?"
"Apa.. eomma akan menyukaiku lagi?" Lirih Jimin sambil menatap kertas hasil DNA itu. Seokjin hanya tersenyum kecut dan mengangguk.
"Tentu saja. Kau kan anaknya, Jim."
"Aah, seperti itu ya.."
.
.
.
"Hyung.. bagaimana kalau.. ke rumahmu besok saja? A–Aku.. masih ingin tidur di rumahku." Lirih Jimin dengan pelan. Seokjin menatap Jimin melalui pantulan kaca di mobil. Seokjin hanya menghembuskan nafasnya kemudian memgangguk.
"Baiklah jika itu yang kau mau. Aku akan mengantarmu."
"Terima kasih, hyung."
Seokjin langsung mengarahkan mobilnya ke arah rumah Jimin. Perlahan cuaca mulai mendung dan semakin lama semakin turun setitik air dari langit. Jimin menatap jendela, menikmati pandangan mendung ini.
Ia hanya bingung. Apa mereka akan menyukai Jimin? Jimin takut itu akan membuatnya tambah sakit. Anak kandung namun tidak dianggap. Bukan kah sangat sakit?
Baiklah, tamu kita hari ini adalah Choi Sarang! Apakah anda memiliki cerita?
Nde ! Aku memiliki cerita, ahjussi !
Silahkan bercerita.
Cerita ini tentang, anak ayam dan induknya.
Suara radio mobil. Sepertinya Jimin tertarik untuk mendengarnya.
Dahulu kala, saat anak ayam lahir, ia selalu diabaikan oleh sang ibu. Anak ayam itu sedih karena mendapat perilaku tidak adil dari sang induk. Setiap harinya ia hanya bisa menangis dan menangis.
"Sudah sampai, Jimin-ah."
Jimin tersenyum kemudian membuka sabuk pengaman. Ia membuka pintu mobil dan segera turun. "Terima kasih, hyung. Sampai jumpa esok."
"Sampai jumpa esok, Jiminie!" Seokjin memutar-balikkan mobilnya dan segera menuju ke rumahnya.
Anak ayam selalu menangis setiap malam. Setiap harinya, ia selalu di kelilingi pertanyaan.
Jimin membuka mantelnya kemudian duduk di sofa. Membiarkan dirinya beristirahat di sofa itu.
Mengapa ibu selalu membenciku dan menjauhiku?
Jimin terus berpikir. Apakah Seoyoon akan menerimanya atau tidak. Pikiran itu terus menari-nari dikepalanya daritadi. Bahkan Jimin tidak bisa menghentikannya sendiri. Ia terus membiarkan pikiran itu mengelilinginya karena ia tidak ada tenaga untuk menghentikannya.
Pada malam hari, anak ayam selalu tidur di dekat ibunya. Mendekatkan dirinya untuk merasakan kasih sayang seorang ibu.
Walaupun ia tau bahwa keesokan harinya anak ayam akan ditinggal sendirian oleh sang ibu.
Tapi, pada suatu saat
sang induk memeluknya dan menangis.
Jimin pergi ke kamar mandi dan mengguyur dirinya karena rasa tidak nyaman. Jika ia sudah mandi, ia akan merasakan nyaman sedikit.
Dibawah air shower itu, tetap saja Jimin masih berpikir. Jimin hanya berharap sang ibu bisa menerimanya seperti cerita anak ayam itu.
Maafkan ibu karena sudah menjauhimu. Ibu sayang menyayangimu. Maafkan ibu, nak.
Sang induk memeluknya. Kini anak ayam tau..
Bagaimana rasanya dicintai.
🌴 to be continued
hehe.. hai?
KAMU SEDANG MEMBACA
tell me you love me | park jimin
Fanfiction[ 박 지민 ] JANGAN DITIRU! [REVISI] JIMIN x BTS Park Jimin. Bocah yang sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang dalam hidupnya. Itu juga dimulai saat ia berada di panti asuhan. Ia memilih untuk membunuh dirinya daripada menanggung semuanya sendi...