5 August

3.4K 317 7
                                    

[Author]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Author]

Sleb!

Sleb!

Sleb!

"SIAPA YANG MENYURUHMU TINGGAL!? CEPAT BANGUN!"

"A–Akh! N–Nyonya sakit!"

"PERGI! BERANINYA KAU MEMBUAT ANAKKU KRITIS DI RUMAH SAKIT!"

"N–Nyonya! S–Sakit!"

Jimin yang sedang tertidur harus terpaksa terbangun karena cambukkan ikat pinggang dari Seoyoon. Ia memeluk badannya dengan tangannya agar mendapatkan luka di punggungnya saja.
Ia juga mendapatkan luka di wajahnya dan itu hanya lah goresan kecil.

"Seoyoon! Ada apa ini!? Ke sini cepat!"

Seoyoon pun langsung berhenti. Kemudian ia melempar ikat pinggangnya dan menatap Jimin sinis. "Kau selamat kali ini. Tapi aku sangat membencimu, sialan."

Jimin pun meregangkan pelukannya. Tubuhnya perih dan panas. Ia pun bangun perlahan. Ia meringis kesakitan. Ia langsung cepat-cepat mengambil obat dan perban kemudian pergi ke kamar mandi.

.
.
.

"Sshhh... Perih sekali.." Saat Jimin membuka bajunya, ternyata punggungnya di penuhi luka dan darah. Memar juga tentunya. Ia susah mengobati punggungnya karena tangannya tak terlalu sampai. Jadi ia hanya bisa mengobati sebisanya saja.

Setelah selesai mengobatinya, Jimin membuang kapas dan merapihkan obat-obatan tersebut. Jimin pun melihat pantulannya di cermin.

"Hidupmu menyedihkan, Jim. Tak akan ada yang menyayangimu Jim."

Jimin pun terdiam sesaat. Ia teringat akan Taehyung, namun ia tidak bisa menjenguknya karena Seoyoon akan memukulnya. Ia juga menduga nanti saat ia keluar pasti Seoyoon akan menyiksanya lagi.

Terpaksa Jimin harus keluar karena tak bisa kelamaan di kamar mandi. Ia pun mengambil baju yang lengannya sedikit panjang untuk menutupi tubuhnya. Ia tak berani untuk keluar kamar jadi ia lebih baik diam di kamarnya saja sambil menatap jendela.

"Hyo.. Kenapa kau berubah? Sekarang aku bingung. Nyonya Kim tidak akan mengurusi kuliahku. Lalu siapa yang akan mengurusnya? Aku harus bekerja. Tapi jadwalnya akan padat."

"Tenang, appa akan mengurusi kuliahmu."

Mendadak Jimin langsung menoleh ke belakang dan melihat siapa yang datang kepadanya. "Appa ? Bukannya aku harus pergi dari sini? Kembalikan aku ke Panti saja biar tidak merepoti nyonya Kim." Jeongnim menggeleng kepalanya.

"Kau tidak merepotkan siapapun. Tenang appa akan melindungimu. Appa tidak akan membiarkan siapapun untuk menyakitimu. Karena, appa percaya padamu dan appa sayang Jimin."

Jeongnim pun langsung memeluk Jimin. Jimin bisa merasakan kehangatan dari seorang appa. Inikah rasanya? Tentu itu rasanya.

' Sayang ya? Tunggu dulu Jim, kau belum sepenuhnya. Ini hanya awal. Nanti juga akan hilang. '

"Appa sudah. Nanti nyonya Kim marah. Appa bisa dimarahi sama dia nantinya. Jimin baik-baik saja. Tapi Jimin ingin pergi dulu mungkin nanti Jimin akan balik lagi."

"Nde.. Kembali lagi ya! Kau kemana memangnya?"

"Entahlah. Jimin ingin mencari angin."

.
.
.
.
.

Cuaca taman pada siang hari sangat nyaman. Apalagi saat senja. Dan sudah 3 jam lebih duduk di taman melihat pemandangan di siang hari sampai senja. Entah apa yang ia pikirkan tetapi ia ingin duduk disitu.

Kau tidak usah sekolah saja! Merepotkan!

Iya. Dia anak nakal.

Bangun kau bodoh! Kau anak sialan!

Kau bukan keluarga Kim ya?

Kau anak adopsi?

Anak bodoh! Pergi cepat!

Jimin benci kehidupannya. Rasanya ia ingin cepat mati saja.

"Hey! Sendirian saja? Siapa namamu?"

Jimin dikejutkan oleh suara yang cukup kencang dari belakang. Ia pun langsung menoleh mendadak.

"J–Jimin.. Park Jimin.."

"Aku Kim Jongin! Aku pernah melihatmu di kampus. Kau jurusan seni bukan?" Jimin mengangguk. Ia pun bergerak layaknya orang canggung.

"Kau pendiam sekali. Omong-omong kau menghilang kemana waktu itu?" Jimin pun terdiam. Ia pun langsung menatap Jongin kemudian mengalihkannya lagi. "Bukan urusanmu. Aku tak kemana-mana."

"Mau jadi teman? Minggu kau harus ke kampus. Kita akan bermain. Kau pasti bisa menari dengan sangat baik. Baiklah sampai jumpa besok!"

Jongin pun meninggalkan Jimin di taman sendirian dengan lambaian sebelum ia pergi. Jimin pun hanya menatap punggungnya yang semakin mengecil.

"Teman.."

🌴 to be continued

APAPUN YANG TERJADI, JANGAN MENYERAH! ADA KEJUTAN DIBALIK SEMUA INI DAN AMBIL SISI POSITIFNYA SAJA!

tell me you love me | park jiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang