[Author]
Jimin sedang berjalan-jalan di sekitaran Seoul untuk menenangkan dirinya sebentar saja. Angin yang berhembus sedikit kencang itu membawa suasana dingin di kota ini. Jimin mengenakan syal untuk menghangatkan tubuhnya. Musim gugur akan tiba sebentar lagi. Buktinya, daun-daunan sudah berwarna oranye.
Langkahnya terhenti ketika ia melihat sesuatu. Sebuah toko cangkir. Ia melihat cangkir yang unik melalui jendela toko itu. Cangkir dengan gambar keluarga yang di tumpuk di sana.
Jimin tersenyum kecut kemudian melanjutkan perjalanannya. Ia mampir ke toko roti kemudian membeli beberapa roti untuk peneman jalannya. Ia juga sempat mampir ke kafe untuk membeli segelas kopi untuk diminumnya. Lengkap sudah penemannya.
Ia memakan roti yang ia beli sambil berjalan. Jalan sendiri memang tidak enak terkadang, tapi Jimin merasa lebih bebas. Ia juga butuh waktu untuk ikut pergi ke Jepang atau tidak. Ia tidak mempermasalahkan Jungkook atau pun Yoongi, ia hanya takut bahwa ia akan merusak hubungan Keluarga Kim.
Ia pergi duduk saat ia melihat bangku di taman. Ia menaruh penemannya itu kemudian melihat langit yang berwarna oranye yang hampir menyatu dengan dedaunan yang akan gugur sebentar lagi.
Ia memejamkan matanya kemudian me-rileks-kan pikirannya sejenak. Ia terlalu banyak pikiran akhir-akhir ini.
"Jimin?"
Mendengar seorang gadis memanggil namanya, Jimin membuka matanya. Aah, teman lamanya alias Hyomi. Jimin tersenyum kemudian menyuruh Hyomi duduk.
Hyomi lantas berlari ke sana dan duduk di samping Jimin. Ia dapat melihat wajah Jimin yang tidak bersahabat sekarang. Ia ingin bertanya tapi ia urungkan.
"Apa kabarmu? Neo gwaenchana ?" Tanya Hyomi, membuka pembicaraan.
Jimin membalasnya dengan senyuman dan memganggguk.
"Nan gwaenchana. Neoneun ?"
"Nado, Jimin-ah."
Mereka kembali membungkam. Suasana juga mulai sunyi, hanya embusan angin dan keramaian di sore hari yang menjadi penghilang sunyi.
"Jika seperti ini.. aku mengingat saat di panti asuhan. Setiap malam kita selalu ke atap untuk melihat langit malam." Ucap Hyomi sambil memainkan jari-jarinya.
Jimin terkekeh. Ia mengingat kejadian itu. Masih ingat sepenuhnya. Jimin mengambil gelas kopinya dan meminumnya perlahan.
"Kau tidak seko–"
"Ani. Semuanya sudah kacau, Hyo."
Hyomi murung. Ia menyesal pernah melakukan hal buruk ke temannya ini. Jika ia.. sudahlah. Semua sudah berlalu. Hyomi melirik Jimin. Ia masih setia memandang langit sore.
Hyomi mengikutinya. Langit sore memang indah. Sebenarnya Hyomi takut dengan Jimin. Ia takut kalau mental anak ini memburuk. Hyomi takut. Jimin sudah tersiksa dan menderita selama ini. Ia harus mencoba membahagiakannya dan mengembalikan Jimin yang dulu.
"Hyo, bagaimana sekolahmu, hm?"
"Baik. Semuanya baik." Ucap Hyomi sambil tersenyum canggung.
"Hyomi.. bolehkah aku bertanya?"
"Tentu saja boleh! Ada apa Jimin-ah ?"
Jimin menghembuskan nafasnya terlebih dahulu sebelum bicara.
"Kalau sesuatu terjadi kepadaku seperti.. aku sudah tiada lagi, maukah kau mengikhlaskannya?"
Bugg
Dengan cepat Hyomi memeluknya. Tak disangka, ia meneteskan air matanya. Ia memeluk temannya itu semakin erat.
"A–Apa yang k–kau bicarakan, hah!?"
Jimin terdiam. Ia tidak membalas pelukan Hyomi, ia hanya terdiam membeku seperti patung. Jimin tau Hyomi menangis. pundaknya basah.
"M–Memangnya kau mau b–bunuh diri!?" Sahutnya disela-sela isak tangisnya. Mungkin pemikiran Hyomi benar tadi.
Mental Jimin semakin tak kuat.
Dan inilah yang terjadi.
"K–Kenapa Hyo? Aku hanya bertanya.."
🌴 to be continued
eaaa double up. gabut guys. aku gatau minggu kedepannya bisa up atau engga. tapi sebelum minggu depan, aku usahain rajin up 🙆
APAPUN YANG TERJADI, JANGAN MENYERAH! ADA KEJUTAN DIBALIK SEMUA INI DAN AMBIL SISI POSITIFNYA SAJA!
TRUST ME!promosi dulu ya gan, hehe :
dibaca kalo suka, vote sama comment juga boleh kok :b
fantasi ya, bukan angst. angst-nya kapan-kapan lagi, okay?
sorry for typo !
gutnait para readers yg membaca ini, hehe :v ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
tell me you love me | park jimin
Fanfiction[ 박 지민 ] JANGAN DITIRU! [REVISI] JIMIN x BTS Park Jimin. Bocah yang sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang dalam hidupnya. Itu juga dimulai saat ia berada di panti asuhan. Ia memilih untuk membunuh dirinya daripada menanggung semuanya sendi...