Alingga terpaku. Air matanya kini sudah tidak mampu lagi menetes. Mata Alingga tertuju pada gundukan tanah yang kini penuh dengan taburan bunga dihadapanya. Alingga sangat terpukul dengan semua ini, ditambah lagi ia harus melihat tubuh Desy yang melemah karena tidak henti-hentinya menangis.
"Yang sabar ya, sayang.. Oma duluan," ujar seorang wanita paruh baya dengan memeluk tubuh Desy dari samping, mencoba menguatkan Desy.
Alingga tidak menyahut, cowok itu masih menatap kosong kearah gundukan tanah tersebut. Matanya memerah seolah-olah rasa pedihnya kembali muncul.
Seluruh teman-teman Alingga menguatkan cowok itu lalu berjalan menjauhi area makam. Adara terdiam menatap Alingga yang terlihat begitu rapuhnya. Ingin rasanya Adara mendekati cowok itu dan memeluknya untuk memberikan kekuatan pada dirinya, tetapi itu tidak mungkin dia lakukan saat ini.
"Ara, gue duluan ya," ujar Aurel dan juga Nadia yang berjalan bersama siwa lainya. Adarapun mengangguk kecil. Kini keadaan makam sudah terlihat lebih sepi dari sebelumnya dan kini Adara semakin tersayat melihat Alingga seperti itu.
"Samperin, " gumam Devan yang berdiri di sebelah Adara.
Blum sempat Adara melangkah, mata cewek itu langsung menangkap pemandangan yang membuat patanya terasa perih.
Entah mengapa, hatinya terasa baru saja diiris-iris ketika melihat Ana yang menggenggam erat tangan Alingga. Tak sampai disitu Ana juga memeluk tubuh Alingga erat. Adara terdiam saat melihat Alingga membalas pelukan cewek itu dan seketika Adara mengurungkan niatnya.
Alingga sama sekali tidak menoleh kearahnya. Tetapi Ana dengan jelas menatap Adara dengan senyum yang disunggingkan. Adara membalikan badanya dan langsung berjalan meninggalkan tempat itu dan juga meninggalkan Devan yang masih diam ditempat dengan tempatnya.
Devan langsung menyusul Adara yang berjalan cepat keluar dari area kuburan sampai akhirnya Adara memberhentikan langkahnya di depan mobil Devan. "Ra, ada apa?" tanya Devan.
Adarapun langsung menggelengkan kepalanya dengan senyum palsu yang kembali tampak terangkat. "Gak papa, kepala gue pusing, mau cepet-cepet pulang," ujar Adara lalu masuk ke dalam mobil Devan.
Adara mengarahkan pandangannya kearah jendela mobil tanpa mau menoleh kearah Devan. Tapi Devan sudah peka dengan apa yang Adara rasakan. Devan tahu betul jika Adara pasti punya perasaan dengan Alingga dan tidak mungkin untuknya tidak bersedih ketika cowok yang dia suka malah memeluk cewek lain bahkan dihadapanya sendiri.
Devan mengacak rambut Adara secara halus lalu menyenderkan kepala Adara di pundaknya. Adara hanya diam dengan meta yang berkaca-kaca. Tentu saja Devan bisa melihatnya dengan jelas.
"Mau cerita? Atau gini aja?" tanya Devan lembut.
Adara masih terdiam. Jika ia menceritakan pada Devan kalau Adara hanya mainan untuk Alingga. Pastilah Devan akan menghajar cowok itu untuk Adara dan Adara tidak ingin hal itu sampai terjadi.
Adara tidak mengucapkan apa-apa, cewek itu hanya menenggelamkan wajahnya dalam pelukan Devan. Air mata cewek itupun terjatuh kembali. Devan hanya bisa mengelus rambut Adara mencoba membuat Adara menjadi tenang dan nyaman.
"Gue gak maksa lo buat cerita, tapi gue bakal tunggu saatnya lo mau cerita," ujar Devan dan Adara langsung menghapus air matanya dengan cepat dan kembali tersenyum kearah Devan.
"Gue gak papa kok," ujar Adara dengan mengeryit. Devan terkekeh lalu mengacak rambut Adara kembali.
"Jangan senyum palsu kehadapan gue, gue udah hapal, waktu putus sama Madeva lo juga gini," ucap Devan yang membuat senyum di bibir Adara langsung menghilang. Cewek itu terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALINGGA [ SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[PLEASE DON'T BE SILENT READERS] #2 in Baper #1 in emosi #2 in badboy #2 in modus #3 in sekolahan #4 in ceritabaru "Yakin? " tanya Brian sambil menatap Alingga tidak yakin. Alingga mengangguk. "Gue selalu yakin sama ucapan gue." "Jadi Adara yang ba...