ALINGGA- 35

19K 1.1K 19
                                    

Matahari sudah semakin rendah,  langit birupun kian berubah menjadi warna orange yang Indah. Pantai adalah tujuan kedua bagi anggota Argaster setelah berkunjung ke kota tua,  tadi.

Dengan langkah yang lamban Brian dan juga Aurel melangkahkan kakinya di tepi Pantai sembari menikmati suasana.

"Rel," panggil Brian.  Aurel yang merasa terpanggil itupun menoleh ke arah Brian sembari memangkat alisnya bertanya.

Brian memberhentikan langkahnya lalu terdiam menatap Aurel dengan sedikit canggung. "Kenapa?" tanya Aurel yang juga memberhentikan langkah kakinya di sebelah Brian.

"Gue rasa, gue suka sama lo," ucap Brian to the point,  membuat Aurel yang mendengar kalimat itu langsung menatap Brian kaku tanpa mengedipkan matanaya sama sekali.

Brianpun sama kakunya setelah melontarkan kalimat tersebut. Ini adalah pertama kalinya Brian mengatakan kalimat keramat itu. Rasanya sangat aneh,  Brian merasakan ada yang sangat tidak biasa dengannya.

Brian menarik nafasnya panjang lalu berkata, "Lo mau jadi pacar gue?" tanya Brian yang masih terdengar sangat kaku. Aurel yang tersadar langsung mengerjap-ngerjapkan matanya dan menundukan kepanya canggung. Jika bisa dikatakan,  saat ini jantung Aurel melompat-lompat kegirangan setelah mendengar kalimat itu,  serasa ingin copot dari organ dalamnya. 

Brian yang melihat Aurel menundukan kepalanya tanpa menjawab itupun kembali menghela nafasnya pelan. "Kalau lo g--"

Aurel tiba-tiba mendongak membuat Brian tak melanjutkan kalimatnya. Bibir mungil Aurel tiba-tiba terangkat lantas gadis itu menganggukan kepalanya memberi tanda pada Brian.

Brianpun membulatkan matanya sembari menatap Aurel lekat. "Gue mau," ucap Aurel dengan wajah yang kian memerah malu.

"Yes!" seru Brian dengan kepalan tangan yang melayang ke udara,  Aurel yang melihatnya langsung tersenyum lebar membiarkan hembusan angin pantai menjadi saksi.

Di sisi yang berbeda Adara baru saja menduduki bokongnya di atas pasir pantai tersebut sembari menatap api unggun yang menyala diantara dinginya hembusan angin laut.  Adara menyerahkan salah satu jagung bakar yang ia bawa kehadapan Alingga.

"Senja," ucap Alingga pelan lalu mengarahkan pandangannya kelangit Indah itu. Adara tersenyum tipis lalu menggigit jagung bakarnya sambil menikmati matahari yang kian mulai tenggelam.

"Semua orang bilang senja itu Indah, tapi hanya sesaat," ucap Alingga yang masih menatap langit yang kini mulai menggelap.  Adarapun hanya menjadi pendengar yang baik dengan sesekali memangut-mangutkan kepalanya. "Bagi gue  itu adalah proses dari awal baru, senja membawa cahaya Indah menuju kegelapan malam lalu muncul kembali menjadi matahari yang cerah di pagi hari."

Adara terkekeh lalu memberhentikan aktivitas makanya dan beralih menatap Alingga dari samping. "Lo ngomong apa sih?  Gue gak ngerti," ucap Adara sembari tertawa kecil membuat Alingga menyunggingkan ujung bibirnya sekilas.

"Gue bilang,  kalau lo itu cantik," sahut Alingga dengan wajah menyebalkanya membuat Adara mendelik kearahnya.

"Alingga..  Ih,  kan mulai!" desis Adara lalu memalingkan wajahnya yang memerah padam. Alingga hanya terkekeh lalu menggigit jagung yang tadi Adara berikan.  Sedangkan Adara sendiri malah tersenyum kecil lalu melanjutkan aktivitas makannya kembali.

Madeva yang melihatnya dari kejauhah hanya mendecih lalu memalingkan wajahnya. Sejujurnya Madeva ingin sekali menghampiri mereka dan menendang wajah Alingga saat ini juga dan juga Ia ingin sekali membuang tubuh Alingga ke laut agar tak bisa mendekati Adara lagi.  Tapi semua itu tidak akan mungkin Madeva lakukan,  karena disini posisi Madeva adalah sebagai Mantan. Tidak ada lagi haknya untuk melarang Adara mendekati siapapun.

"Cemburu yak?" ucap Ferdy yang tiba-tiba muncul di belakang Madeva,  membuat cowok itu terlonjak kaget dan langsung menatap tajam kearah Ferdy.

"Ngapain lo disini?" tanya Madeva kesal. Ferdy yang ditanya malah cengengesan dan mengarahkan pandangannya kearah Alingga  dan juga Adara yang duduk di dekat api unggun.

"Nonton orang pacaran," sahut Ferdy santai. "Lo juga kan?" tanyanya dengan tatapan menggoda seperti orang yang baru saja menangkap basah maling.

"Bukan urusan lo," sahun Madeva jutek lalu meninggalkan Ferdy begitu saja.

"Masih aja ngarep sama mantan oi.. " ucap Ferdy sedikit mengencangkan suaranya agar dapat di dengar oleh Madeva, meskipun kata-kata itu sampai di telinga Madeva,  cowok itu sama sekali tak menghiraukan Ferdy dan memilih terus berjalan tanpa peduli.

"Udah," ucap Brian yang tiba-tiba duduk di sebelah Ferdy dengan wajah tegangnya. Ferdy yang melihat perubahan wajah Brian langsung terkekeh dan menatap intens cowok itu. 

"Muka lo kenapa? Habis di plester? Kaku amat.. " kekeh Ferdy saat itu juga Brian mendesis kehadapanya.

Brian yang merasa risih dengan tatapan Ferdy itupun langsung menabok wajah Ferdy dan menjauhkanya dari hadapan Brian. "Tunggu-tunggu..  Tadi lo bilang, udah,  udah apaan?" tanya Brian yang baru saja terengah.

Brian membenarkan posisinya lalu meminum kopi yang ada di tangan Ferdy,  setelah itu Brian terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Gue udah jalanin hukumanya," ucap Brian dengan nada datar seperti biasa. Ferdy yang masih belum sadar dan belum mengerti hanya mengerutkan alisnya kebingungan.

"Hukuman apaan?" tanya Ferdy yang tiba-tiba lupa ingatan begitu saja. Brianpun lagi-lagi menghembuskan nafasnya dan menatap Ferdy dengan wajah malas.

"Udah jadian," jelas Brian singkat yang malah membuat Ferdy tambah tidak mengerti. 

"Lo ngomong apaan dah,  kagak ngerti gue," desis Ferdy yang malah kesal sendiri.

"Gue sama Aurel udah jadian," jelas Brian dengan helaan nafas panjangnya. Mendengar itu Ferdy seketika tertawa keras membuat Brian memukul pundak cowok itu kencang.  "Hahaha,  pantesan mukak lo kaku," ucap Ferdy yang terdengar seperti ejekan.

"Apaan nih,  gue gak di ajak ketawa?" ucap Arvian yang baru saja datang dengan sebuah permen di mulutnya.

"Si Brian,  udah jadian noh sama Aurel," jelas Ferdy dengan masih tertawa kecil.

"Wah seriusan? Hahaha,  mukak lo masih tegang sampai sekarang tuh," ucap Arvian.

Ferdy memangut-mangutkan kepalanya sepakat dengan ucapan Arvian barusan, "cobak gue liat ekspresi lo pas lagi nembak,  pasti flat banget kayak tembok garasi," ejek Ferdy yang membuat Brian kesal lalu bangkin meninggalkan mereka berdua.

"Yah..  Kan,  ngambek deh anak orang," kekeh Arvian lalu duduk di sebelah Ferdy.

"Ikut anggota geng Argaster itu seru juga ya," ucap Adara sembari membuang puntung jagungnya kearah api unggun.

"Pastilah."

"Tapi ada yang aneh sih, geng argaster itu besar tapi gue lihat anggotanya gak terlalu saling sapa gitu ya?"

Alinggapun menganggukan kepalanya setuju dengan ucapan Adara yang memang bagaimana adanya. Meskipun disebut dengan geng,  anggota Argaster tidak semuanya saling mengenal,  mereka hanya sebuah kelompok tetapi tetap fokus pada urusan mereka sendiri. "Argaster jumblah anggotanya banyak,  jadi kita gak kenal semuanya," jelas Alingga yang dibalas anggukan kecil olegh Adara.

"Lo dulunya gak seneng perkumpulan gini, kan?" terka Alingga,  Adarapun menganggukan kepalanya membenarkan ucapan Alingga barusan.

"Sekarang menurut lo gimana? " tanya Alingga lagi.

"Seru,  sejauh ini sih geng Argaster gak seperti yang gue bayangin dulu."

"Sekarang suka?" tanya Alingga.

Adaraoun terlihat sedikit berfikir lalu mengangguk kecil, "lumayan," sahut Adara lalu menoleh dengan senyum tipisnya.

Alinggapun kembali menapakan senyum jahilnya lalu berkata, "Suka karena ada gue, kan?"

Adara berhasil dibuat mendelik kembali olehnya dan saat itu juga Adara memukul pundak cowok itu keras. "Alingga... " desis Adara lalu menatap api unggun dihadapanya dengan senyum kecil.


ALINGGA [ SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang