Matahari sudah menerangi cakrawala sedari tadi. Adara yang tadinya masih terlelap kini mulai mengerjap-ngerjapkan matanya dan mulai mengarahkan pandangannya pada jam dinding yang terpasang di kamarnya.
Adara langsung melompat dari kamar tidurnya dan berlari ke kamar mandi. Cewek itu jauh lebih cepat dari biasanya. Adara bersiap-siap dengan cepat lalu berlari menuruni anak tangga dengan langkah yang tergesa. "Bibik... Bik Lastri... "
"Iya neng? Ada apa?" tanya Bik Lastri yang baru saja keluar dari dapur.
"Devan mana bik?" tanya Adara.
"Den Devan kan enggak nginep kemarin malam."
"Papa?"
"Pak Nugroho udah berangkat tadi." Adara langsung mendesis setelah mendengarnya. Adara sudah hampir terlambat tetapi tidak ada satupun yang bisa mengantarnya kesekolah.
"Yah. Bibik kenapa gak bangunin Ara?" gumam Adara sembari mengerucutkan bibirnya.
"Bibik kira Neng Ara libur hari ini, soalnya kemarin Neng Ara pulangnya udah jam setengah satu malam," jelas Bik Lastri polos.
"Yaudah Ara berangkat bik.. " ucap Adara lalu berlari keluar rumahnya. Adara berjalan keluar dari gerbang rumahnya lalu manatap jalanan yang tidak terlalu ramai. Adara berlari dan memberhentikan langkahnya di tepi jalan, menunggu angkutan umun yang bisanya lewat.
Kenapa Adara tidak menyuruh Alingga saja yang menjemput? Mungkin saja Alingga belum berangkat jam segini. Adara mengarahkan pandangannya ke layar ponselnya lalu mengerikan nomor telpon Alingga, tetapi saat cewek itu hendak menelepon Alingga. Sebuah motor hitam berhenti dihadapanya tanpa Adara tahu siapa orang itu.
"Mau ikut?" tanya kehadapan Adara. Mata adara terbelalak saat melihat orang itu adalah Madeva. Sang mantan yang selama ini masih sering datang untuknya. "Gue gak ada niat lain, cuma mau bantu , gue tau lo takut telat," ujarnya datar.
Adara sebenarnya malas jika dengan manusia dingin sepertinya. Tapi Adara tidak mau ia dihukum karena telat datang ke sekolah. Madeva masih menoleh kearahnya seolah menunggu jawaban Adara.
Adara terdiam sejenak lalu mengangguk dan naik ke atas motor milik Madeva. Meskipun dulu ia sering berboncengan dengan Madeva, tetap saja rasanya aneh jika ia kembali seperti ini.
"Gue gak bawa helm, lo pegangan aja."
Adara hanya mengangguk kecil. Jantungnya tiba-tiba berdebar saat mendekati sekolah. Bukan karena ia gugup berboncengan dengan Madeva, tetapi karena Adara takut jika nanti Alingga melihatnya.
"Makasi, Dev," ucap Adara lalu berjalan cepat mendahului Madeva. Adara bersyukur karena kali ini ia tidak jadi terlambat. Meskipun begitu, ada rasa was-was yang muncul dalam dirinya. Entahlah Adara jadi merasa takut jika Alingga melihatnya.
"Barengan kali, kelas kita sama." Adara tersentak saat Madeva mencekal tanganya sekilas lalu berjalan di sebelahnya dengab wajah datarnya. Adara hanya diam dan tetap melanjutkan jalanya tanpa berbicara apapun.
🦅🦅
Alingga melempar tasnya keatas bangku lalu duduk tepat di atas kursinya. Alingga terkekeh kecil saat melihat Ferdy yang di kejar-kejar oleh Bulan karena cowok itu membawa lari buku PR milik cewek itu sedangkan Arvian malah mengecoh Ferdy sehingga cowok tinggi itu tersungkur ke lantai. Sangat konyol bukan?
"Semalem gimana? Ketemu cewek lo?" tanya Brian yang duduk disebelah Alingga.
"Ketemu dong," ucap Alingga dengan bibir yang terangkat menampilkan sederetan gigi rapinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALINGGA [ SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[PLEASE DON'T BE SILENT READERS] #2 in Baper #1 in emosi #2 in badboy #2 in modus #3 in sekolahan #4 in ceritabaru "Yakin? " tanya Brian sambil menatap Alingga tidak yakin. Alingga mengangguk. "Gue selalu yakin sama ucapan gue." "Jadi Adara yang ba...