Udah kangen belum? Hehehe
Happy reading💞
•••
"Pokoknya temenin. Gak boleh nolak!" Resya menghela nafas untuk sekian kali nya.Malam ini bertepatan dengan malam Minggu, Zillo memaksa minta di temenin oleh Resya pergi ke tempat teman-temannya kumpul. Selama pacaran, belum pernah sekalipun Zillo menginjakan kakinya ke tongkrongan karena waktunya habis untuk dekat-dekat dengan Pacarnya.
"Aku malu cewek sendiri, Zillo." Jawab Resya kesal.
"Lagian ada Bima, sama Niko. Biasanya juga kamu sama mereka berdua." Jawab Zillo tak mau kalah. Bahkan, ia sudah mengerucutkan bibir kesal karena Resya tak kunjung mau.
"Ini kan malam minggu, yang."
"Terus apa hubungannya?"
"Waktunya pacaran dong. Kamu mah!"
"Tapi kamu kan mau kumpul sama temen kamu. Yaudah, sana gih pergi. Udah jam delapan nih." Resya mendorong tubuh Zillo yang duduk bersamanya di sofa.
Zillo enggan beranjak. "Temenin, yang. Gak enak kalo gak sama kamu."
Tiba-tiba bantal sofa menimpuk kepalanya sampai Zillo memutar badannya untuk melihat siapa yang melempar.
"Berisik banget lo!" Ternyata Daffa lah pelaku nya. Kini Lelaki yang berstatus sebagai calon Abang iparnya itu tengah berkacak pinggang menatap tajam ke arah Zillo.
"Serah gue dong." Jawab Zillo songong.
"Bangsat lo, ya! Berani lo ngomong gitu di rumah gue."
"Udah deh, bang. Gue lagi gak punya waktu untuk ribut nih. Tolong dong bantuin gue bujuk Echa biar mau nemenin gue." Kata Zillo seraya menangkap tangan Daffa yang hendak menyerangnya.
"Gak usah mau, dek. Mending sama abang aja keluar. kita makan sate di depan gang."
Resya sedari tadi hanya menghela nafas jengah. Daffa, dan Zillo itu ibarat Tom&Jerry di dunia nyata. Kalau sudah di pertemukan jangan harap ada ketenangan.
"Yang, please. Bentar aja kok. Setelah itu kita jalan bareng." Bujuk Zillo sekali lagi.
"Kamu sendiri aja, ya. Aku gak enak juga ganggu waktu kamu ngumpul bareng teman-teman kamu."
"Yaudah. Aku gak jadi pergi." Zillo menyandarkan tubuhnya pada sofa, dan menutupi wajahnya dengan bantal.
"Males gue kalo udah liat gini. Dek, abang pergi beli sate dulu, ya. Kalo kamu jadi pergi kunci rumahnya letakin di tempat biasa." Daffa memilih pamit undur diri. Ia jengah jika sudah melihat tingkah kekanakan, dan manja Zillo keluar.
"Kok gitu, sih? Sana pergi! Temen kamu nanti nungguin." Resya membujuk Zillo.
"Gak mau." Rajuk cowok itu.
"Perlu aku telepon Niko, atau Bima, biar jemput kamu?"
"Gak usah."
"Jadi mau nya gimana sih?" Masih nanya lagi. Ya, sudah jelas lah Zillo meminta Resya ikut dengannya.
Namun kali ini cowok itu memilih tak menjawab, dan mempertahankan mode ngambeknya.
Resya menghela nafas. "Bentar ya, aku ngambil tas dulu." Ujar Gadis itu akhirnya.
Zillo langsung menyingkirkan bantal dari wajahnya. "Kamu mau temenin aku, yang?" Ujarnya girang.
Resya mengangguk seraya tersenyum mengacak rambu Zillo.
Lelaki itu memang keras kepala, dan selalu ingin kemauan nya dituruti. Namun meskipun begitu, Zillo juga tidak selalu egois, dan bisa pengertian pada Resya pada waktu tertentu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zillo [✓]
Teen FictionTiada warna selain hitam dan abu-abu di dalam hidup seorang Zillo Putra Wijaya. Gelap dan tak teraba. Zillo memiliki mata yang normal, namun ia tidak bisa melihat bagaimana indahnya dunia seperti kata Orang. Zillo tidak pernah tahu warna me-ji-ku-h...