“Perasaan kita sama, dan itu udah sangat cukup untuk bertahan.”
—Kutipan naskah 'Zillo' 2020
•••
"Alat ujian kamu udah di tas semua kan?" Resya mengambil alih tas Zillo yang di atas meja. Ia tidak percaya jika cowok ini sudah menyiapkan segala peralatan ujiannya.
Tadi malam Resya berniat membantu lelaki itu mempersiapkan alat ujiannya, namun di larang keras berasalan Resya sudah lelah menemani dia seharian penuh.
"Udah, yang. Beres." Jawab Zillo lesu. Ia masih mengantuk, dan terlalu malas memulai ujian hari ini.
"Kebiasaan!" Resya menyentil dahi Zillo saat melihat cowok itu belum menggunakan dasinya.
Resya dengan telaten membantu memasangkan dasi milik Zillo. Yang dipasangkan hanya bisa diam tidak berani menyela. Sejak memasuki kamar Zillo, entah sudah berapa kali Resya mengomel. Dari Zillo yang tidak boleh memasang sepatu sendiri, rambutnya yang belum tersisir rapi, Zillo yang tak mau menggunakan kaos kaki, dan juga kali ini dasi yang sebenarnya memang sengaja tak ingin dipasangnya namun Resya memasangkan.
"Ini ujian. Atribut seragam kamu harus lengkap. Kalau enggak kamu gak boleh masuk ruangan." Omel Resya lagi. Zillo hanya memperhatikan wajah itu dengan senyum tipis.
Setelahnya Resya melihat jam di tangannya. "Ayo, sarapan." Zillo mengangguk.
Resya membantu Zillo melangkah dan duduk di kursi roda.
"Nanti pulang sekolah kita ke rumah sakit untuk ganti perban kamu." Kata Resya sebelum mendorong kursi Roda Zillo.
Hari ini merupakan jadwal mengganti perban yang di Kepala Zillo.
"Astaga sayang... Bawel banget Sih." Ucap Zillo yang sudah sangat gemas melihat pacarnya yang terus mengomel.
Resya tertawa. Ia menyadari bahwa ia sangat cerewet pagi ini. Tapi itu semua kan demi kebaikan Zillo.
"Selamat pagi." Bunda Mira tersenyum hangat. Tampak juga Daffa sudah duduk anteng di kursi dengan setelan kasual nya.
"Pagi bunda..." Jawab Resya dan Zillo berbarengan.
"Ayo sarapan!" Kata Mira seraya meletakkan hasil masakannya di meja.
Pagi ini, mereka sarapan dengan Khidmat dan tenang. Tampak seperti sangat menikmati nasi goreng ala bunda Mira.
"Sekarang terbalik ya." Ujar Daffa seraya membantu Zillo masuk kedalam Mobil.
"Dulu gue yang di papah sana sini sama lo, sekarang gantian lo." Lanjutnya.
Zillo hanya tersenyum tipis.
"Nyawa lo ada berapa si? Udah dua kali lo hampir mati karena Lindungi adek gue." Bisik Daffa.
"Satu lah gila. Yang ada, Tuhan masih ngizinin gue untuk hidup biar bisa tetap Lindungi adek lo, bang." Kata Zillo seraya menyamankan posisinya.
Sungguh, Daffa dibuat terpaku. Apa mungkin ia akan bucin dengan cara yang seperti Zillo juga nantinya? Biar waktu yang menjawab. Tapi Daffa sendiri merasa tidak akan bisa seberani Zillo. Tidak bisa.
Beberapa detik kemudian, Resya keluar dengan dua tas yang di gandeng nya sejak tadi.
"Ngapain sih?" Tanya Zillo karena Resya pamit masuk kedalam lagi tadi.
"Kartu ujian kamu ketinggalan di meja belajar." Jawab Resya seraya duduk, merapikan poninya yang sedikit berantakan.
Zillo memang sangat ceroboh atau mungkin tidak peduli dengan hal-hal yang berbau pelajaran. Untung saja tadi Resya mengeceknya kembali. Padahal tadi pagi lelaki itu mengatakan semua nya sudah beres. Ternyata benarkan, tidak seberes itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zillo [✓]
Novela JuvenilTiada warna selain hitam dan abu-abu di dalam hidup seorang Zillo Putra Wijaya. Gelap dan tak teraba. Zillo memiliki mata yang normal, namun ia tidak bisa melihat bagaimana indahnya dunia seperti kata Orang. Zillo tidak pernah tahu warna me-ji-ku-h...