00.66. Hak?

6.9K 489 25
                                    

“ Kita gak bisa ngelarang orang untuk gak boleh suka sama kita, itu hak perasaan dia.”

Resya


•••

Beberapa Bulan kemudian

Tampak kedua sejoli yang semakin hari semakin langgeng sedang berjalan mencari bangku kosong. Sih cowok tampak membawa beberapa tumpukan buku.

Zillo sudah bisa berjalan sejak dua bulan lalu, dan kini ia sudah bisa beraktivitas bebas.

Kelulusan sudah semakin mendekat, dan ujian masuk Universitas tentu sudah di depan mata. Mereka tak boleh berharap pada Tes SNMPTN karena nyatanya presentase masuknya hanya sedikit. Jadi Resya membimbing Zillo untuk optimis belajar agar bisa mengikuti tes tertulis dan lulus ke universitas yang ingin di tujunya.

Oh iya. Bicara tentang Danu, kini lelaki itu tengah mengambil kuliah Manajemen disalah satu Universitas di Negara Jepang. Ia sudah pergi sedari lima bulan yang lalu.

"Niko sama Bima Kemana?" Tanya Resya sembari membuka buku catatannya.

"Kantin. Aku juga lagi lapar loh, yang." Zillo merengek seraya mengelus perut sebagai pelengkap aktingnya.

Resya mendecak seraya membenarkan posisi kacamatanya.

"Buka catatan kamu! Jangan banyak alasan. Lagian tadi pagi juga udah sarapan banyak." Resya ingat saat tadi pagi Zillo menghabiskan nasi goreng buatan Bundanya sampai dua piring. Tidak cocok disebut sarapan, bukan?

Zillo mengerucutkan bibirnya. Dengan tidak ikhlas dia membuka buku catatannya. Tapi Resya malah memasangkan kacamata Zillo lalu menepuk kedua pipi lelaki itu.

"Semangat sayang!" Ujarnya seraya tersenyum dan tentu saja Zillo luluh dan langsung bersemangat.

"Yang, kalo akhirnya aku kuliah di luar, boleh?" Zillo teringat perkataan Danu yang menyuruhnya ikut kuliah di Negeri sakura bersama Danu.

Resya menatapnya sebentar. "Ya, boleh. Itu hak kamu. Aku gak berhak mengatur masa depan kamu."

"Tapi kita bakal LDR. Gak papa?" Ujar Zillo ragu.

Resya tersenyum tipis. Benar, mereka hampir tak pernah berjauhan selama ini. "Aku bakal nunggu kamu disini. Tenang aja." Jawabnya.

Masalah kuliah di luar Negeri, sudah pastu Resya tak diizinkan oleh Bundanya. Bukan membatasi anaknya, lebih tepatnya Bunda kesepian ditambah Daffa sudah bekerja di pengadilan negeri, dan sangat jarang pulang. Resya pun tak tega meninggalkan Bundanya sendiri.

Terdengar Zillo menghela nafasnya pelan.

"Kita lihat aja kedepannya, ya?"

Sebenarnya disini Zillo yang ragu. Apa ia akan sanggup berjauhan dengan Resya? Zillo sudah sangat bergantung pada gadis ini. Bahkan disaat Zillo sudah dinyatakan lebih baik dan akan sembuh dari traumanya, ia tetap tak bisa meninggalkan kebiasaannya yang selalu meminta Resya tetap di sisinya. Tak boleh berinteraksi lebih dengan lawan jenis, dan terkadang Zillo pun belum mampu menahan emosinya ketika Resya tanpa sengaja tidak memperdulikannya.

Resya mengangguk seraya tersenyum.

"Sya!" Resya mendongak saat ada yang memanggilnya. Ternyata Nabila.

"Dirly nitip ini. Buku catatan lo, ya?" Nabila menyerahkan sebuah buku pada Resya.

"Iya punya aku. Tadi dia minjam." Balas Resya santai.

 Zillo [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang