00.64. Bahagia

6.8K 594 31
                                    

"Masih cengeng? Abang kira kamu udah kuat karena perlakuan buruk abang, dan Papa selama ini."

—Danu

••••

"Di lihat-lihat kok cakepan dia ya Zill dibanding lo." Alfa memperhatikan wajah Danu yang masih nyaman tertidur panjang.

Zillo mendengus mendengarnya.

"Cha!"

"Kenapa bang?" Resya yang duduk di sofa sudut ruang inap menatap Alfa bertanya.

"Kenapa gak sama abangnya aja sih? Cakepan yang bobok gimana-gimana."

Mata Zillo mendelik kesal mendengar ucapan jahat Alfa. Sabar Zillo, sabar. Semakin banyak sabar, Resya semakin sayang.

"Sebenernya pertama kali deket sama yang ini juga. Tapi the power of pelet ya gini." Sambung Daffa memanas-manasi suasana.

Hiks. Itu Resya malah tersenyum, tandanya apa coba?

"Enak aja! Duluan gue ya, bang." Dari jaman bocil kelas satu SMP mereka udah bareng-bareng. Satu meja lagi.

"Apaan deket? Serasa Bumi sama Uranus kok dibilang dekat."  Resya menyela

Eh, tapi memang benar sih. Walaupun Mereka bersama dari Jaman SMP, Zillo yang dulu kan pendiem plus dingin. Jauh.

"Yang, belain aku dong." Zillo meminta pertolongan.

"Mama... Putra...

Semua yang berada di ruangan langsung tersentak. Itu suara lirihnya Danu. Jari-jari tangannya terlihat bergerak dan matanya mulai mengerjap.

"Bentar, gue panggil Om Oby." Daffa langsung bergegas pergi.

"Bang, ini Putra." Zillo menggenggam tangan Danu erat.

"Kalian keluar dulu, ya. Biar Om periksa." Oby datang dengan langkah sigapny didampingi Suster Merry.

Mereka semua menunggu didepan dengan harap cemas. Terkhusus Zillo.

Hampir setengah jam, Om Oby keluar dari ruangan.

"Danu udah sadar. Keadaannya juga sudah membaik." Ucap Oby membuat semuanya menghela nafas syukur.

Zillo mengucap syukur berkali-kali di dalam hati, hingga air matanya pun ikut menetes bahagia.

Dafa menepuk bahunya sekali. "Strong, Bro. Lo udah jadi yang terbaik selama ini."

Zillo mengangguk seraya menghapus air matanya, lalu tersenyum kecil.

"Sana liat Kak Danu. Ngomong baik-baik, ya. Aku tunggu disini." Ujar Resya seraya mengusap bahu Zillo.

Zillo pun membawa kursi Rodanya memasuki ruang rawat dengan berbagai perasaan. Termasuk canggung. Ini adalah awalnya untuk memperbaiki hubungan dengan abangnya.

"Hai, bang!" Sapa Zillo canggung.

Danu langsung menoleh dan menatap adik nya haru.

"Untuk pertama kalinya, abang denger panggilan itu lagi setelah bertahun-tahun."

Baru pembuka, namun air mata Zillo sudah tidak bisa diajak kompromi.

"Masih cengeng? Abang kira kamu udah kuat karena perlakuan buruk abang, dan Papa selama ini." Ujar Danu lirih. Rasa bersalah itu kembali.

"Jelasin semuanya sama Putra, bang."

Tampak Danu tersenyum tipis. Sudah saat nya bukan? Penghalang mereka adalah Sang Papa, kini sudah berada di dekaman penjarakan? Danu tidak punya penghalang lagi.

 Zillo [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang