00.20. Mengungkapkan

12.6K 930 34
                                    

“Tidak ada yang lebih melegakan dibanding perasaan Kita yang di terima, dan di balas dengan baik.”

•••
Malam hari disebuah rooftop bangunan tua, Seorang berdiri tegap dan mata tajamnya menatap langit gelap serta awan mendung. Hujan akan turun tetapi Ia masih berada disini. Gaya nya seakan menantang langit dengan amarah.

"Arghhhhh... Kenapa hidup Gue seburuk ini!" Teriaknya meluapkan segala emosinya.

Flashback~

Sudah setahun sejak kepergian Ibundanya tercinta, perlahan sikap Zillo berubah tak terarah.

Pendiam, emosian, gampang menangis, begitu lah Ia Dimata sang Opa yang tengah memperhatikannya diam-diam.

Remaja laki-laki itu tengah menatap foto Ibunda nya yang berada di meja dekat ruang keluarga rumah Opanya.

"Kalo kangen di kirimin doa, jangan nangis aja." Begitulah ucap Herman, Kakek Zillo dari Mamanya.

Zillo langsung menghapus air mata nya karena malu ketahuan menangis oleh Opa nya.

Lelaki tua berumur 70 tahunan itu duduk di samping Cucu satu-satunya. Senyum teduh Ia persembahkan pada Cucu malang nya.

"Opa sehatkan?" Tanya Zillo.

Meskipun terlihat pendiam dan dingin, kasih sayang Zillo masih terlihat untuk Kakeknya.

"Sehat. Kamu yang harus nya Opa tanyain begitu." Sindir Herman. Psikis bocah itu sudah hancur lebur karena kondisi keluarga di rumah nya.

"Putra sehat Opa, jangan khawatir." Jawab Zillo datar.

"Bagus. Kamu harus sehat, dan rajin belajar. Tidak lupakan apa tugas Kamu di masa depan?"

Zillo mengangguk tanpa ragu. Meskipun sekolah nya berantakan, Ia tetap pede.

"Kakek sudah tua. Sembari menunggu Kamu lulus pendidikan mungkin Om Oby mu yang memegangnya. Setelahnya, Sesuai keinginan Mama Kamu dan Kakek, Cucu Kakek ini harus melanjutkan kerja Kami. Bersedia kan?"

"Siap, Opa. Zillo akan buat Opa bangga." Begitu lah jawaban lugas Zillo.

Meskipun hidupnya tak terarah sekarang, Dia paham benar apa yang harus di kejarnya untuk masa depan. Dia tidak mungkin bisa berharap pada Danu, karena nyatanya Abang nya itu sudah lari dari jalur waras.

"Bagus. Itu baru Cucu Opa." Herman menepuk kepala Zillo lembut serta memberikan senyum terbaik seorang Kakek.

Semenjak di beri amanah, Zillo tidak pernah menyela nya sama sekali. Mengingat itu keinginan Mama dan Opa nya, Zillo akan siap sedia.

Flashback off~

Air mata Zillo jatuh mengingat salah satu momennya dengan Sang Opa. Kenapa Kakeknya harus pergi secepat itu, di saat Zillo masih belum mampu mewujudkan keinginan Kakeknya, dan menunjukan bahwa Ia bisa di banggakan.

 Zillo [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang