“Semua akan cepat terlewati dan terasa ringan dijalani kalau kita bareng. Karena ada aku, Zill. Aku akan selalu ada untuk kamu.”
—Resya Y.W.
•••
"Yang, aku bisa sendiri kok."Zillo mencegah tangan Resya yang hendak memakaikan sandalnya. Ia merasa tak enak, apalagi melihat posisi pacarnya yang berlutut di depannya.
"Entar punggung kamu sakit, Zillo." Resya tetap ngotot memakaikan sandal Zillo.
"Mang Cecep udah sampe, kuy." Ucap Niko yang memasuki ruangan. Bima pun segera mengangkat tas yang berisi barang-barang Zillo.
"Sya, biar gue aja." Niko ingin mengambil alih mendorong kursi roda Zillo tapi Resya menolaknya.
"Ini pacar siapa?!" Resya menatap Niko tajam. Gadis lemah lembut itu tampak garang sekarang.
"Pacar lo lah, masa iya pacar gue. Gue masih normal kali." Sungut Niko.
"Yaudah." Resya mendorong kursi roda Zillo mendahului Bima dan Niko yang keheranan menatap Resya.
"Om Oby dimana?" Zillo kini bersuara saat mereka berada di dalam Lift.
"Udah di bawah tadi." Jawab Niko.
Ruang inap Zillo berada di lantai lima, jadi wajar jika mereka sedikit lama di dalam Lift.
Zillo sangat menyukai situasi ini. Resya yang berada di belakangnya tengah memeluk leher Zillo, terkadang sesekali gadis itu mengusap kepala belakang Zillo dengan lembut.
Zillo yang merasa nyaman pun meyandarkan tangannya di lengan Resya. Sekarang, jika terjebak di dalam lift pun ia rela.
Jangan khawatirkan masalah Niko dan Bima, karena mereka sama-sama sibuk dengan ponsel di tangannya.
Ting!
Pintu )ift terbuka dan Resya pun kembali mendorong kursi roda Zillo.
"Aku berat gak, yang?" Zillo menoleh ke belakang.
"Enggak." Jawab Resya seraya tersenyum lembut.
"Lama banget sih?! Om mau cek pasien lagi nih." Omel Oby seraya berkacak pinggang.
"Suruh siapa nungguin?" Jawab Zillo santuy.
Oby berdecak. "Ayo, om bantu naik."
Oby dan Niko membantu Zillo berdiri dari kursi roda nya lalu memapahnya masuk kedalam mobil. Sedangkan Bima berjalan ke arah bagasi belakang meletakan tas.
"Kamu jangan terlalu repotin tante Mira sama Resya ya. Kalau ada apa-apa hubungin om." Peringat Oby, Zillo hanya mengangguk.
"Mang Cep, hati-hati ya."
"Iya, den."
"Kami pamit ya om, Byeeee." Tampak mereka semua melambaikan tangan ke arah Oby kecuali Zillo, dan mang Cecep.
20 menit berlalu, mereka pun sampai di rumah Resya. Tampak bunda Mira sedang menunggu di teras rumah. Untung mereka pulangnya selesai magrib, jadi bunda Mira sudah kembali dari kerjaan.
"Kok lama banget? Kemarin katanya jam lima pulang." Kata Mira yang sudah bediri menunggu Zillo turun.
"Tadi om Oby ada jadwal operasi bun, jadi kita nunggu dulu karena Zillo harus di periksa kembali sebelum pulang." Jawab Resya.
"Eh, adek ipar. Kangen bet gue sama lo." Daffa datang dengan rusuhnya menguyel-uyel pipi Zillo.
Ngeselin memang. Tapi tahan, Zillo gak boleh emosi di depan camer.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zillo [✓]
Fiksi RemajaTiada warna selain hitam dan abu-abu di dalam hidup seorang Zillo Putra Wijaya. Gelap dan tak teraba. Zillo memiliki mata yang normal, namun ia tidak bisa melihat bagaimana indahnya dunia seperti kata Orang. Zillo tidak pernah tahu warna me-ji-ku-h...