00.65. Puncak

7K 495 25
                                    

“Hidup ini memiliki masalah dan ujian. Tapi itu misteri yang paling manis, ketika kamu bersamaku.”

—For life, EXO


•••

"Huuu...  Akhirnya sampai juga." Daffa merentangkan tangannya menikmati sejuknya udara Puncak.

"Alay lo bang." Niko melempar kulit kacang kearah Daffa.

Mereka berdelapan akhirnya sampai juga di sebuah Villa yang tak terlalu besar namun sangat nyaman, dan pas untuk menikmati panorama alam disekitar puncak.

"Kuy, beberes! Entar malam kita mau barbeque-an juga." Ujar Bima.

Resya dan Zillo masih berada di luar saat mereka semua memilih masuk. Zillo sedang menemani Resya karena gadis itu masih berusaha mengendalikan rasa mual akibat mabuk perjalanan.

Sebenarnya ini bukan kebiasaan, tapi mungkin asam lambung Resya sedang kambuh.

"Udah enakan belum, yang?" Ujar Zillo seraya menggosokkan minyak kayu putih ke tengkuk gadis itu.

Resya sendiri menggeleng di posisi jongkoknya.

"Kamu sih, tadi aku tawarin makan roti diperjalanan gak mau." Sejujurnya Zillo kesal. Resya itu sudah tahu punya asam lambung tapi sering mengabaikan makan, ditambah lagi tadi mereka lama diperjalanan.

"Gak tahu kalau bakal kambuh gini." Zillo menghela nafas pelan lalu melanjutkan kegiatannya lagi.

"kamu kenapa, dek?" Daffa keluar karena tak menemukan keberadaan Resya dan Zillo di dalam.

"Biasa kambuh bang." Zillo yang menjawabnya.

Dafa menghampiri adiknya, lalu ikut berjongkok. "Bawa obat kan?" Resya mengangguk.

"Dimana obatnya? "

"Di tas Echa."

Zillo yang membawa tas Resya di pangkuannya pun langsung mencari obat itu.

"Yaudah, ayo masuk! Makan dulu baru minum obat." Daffa membantunya berdiri dan berjalan sedangkan Zillo mengekor dibelakang seraya mendorong kursi rodanya sendiri.

"Makan roti gue dulu nih." Tawar Nabila.

"Udah enakan?" Zillo melihat Resya yang sedang berbaring di kasur.

Resya mengangguk. Setelah meminum obatnya, kini badan Resya udah bertenaga dan sehat kembali.

"Mau nga-- " teguran Resya yang kaget melihat Zillo bangkit dari kursi rodanya seraya berpegangan pada tepi kasur terhenti ketika lelaki itu memasangkan syal di lehernya. Pipi Resya bersemu, Zillo perhatian sekali.

"Dingin." Ujar Zillo seraya mengacak rambut Resya.

"Kamu udah bisa berdiri?"

Zillo mengangguk. "Aku juga udah bisa jalan walaupun masih selangkah, atau dua langkah."

"Bentar lagi sembuh." Ucapan Resya membuat Zillo tersenyum. Tentu.

"Aku tuh udah kangen bonceng kamu naik motor dan jalan kesana-kemari pakek kaki."

"Sabar, bentar lagi bisa kok."

"Yang lain kemana?" Tanya Resya.

"Ada yang lagi di teras, dan ada juga yang lagi Jalan-jalan."

"Kamu mau jalan-jalan, keliling sini?"

"Emang kamu udah sembuh? Kalo gak sama kamu, aku gak mau pergi."

 Zillo [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang