Happy reading 💞
•••
Di bangku menunggu yang terletak tepat di samping ruangan ICU tampak seorang gadis tengah menatap kosong ke pintu ruangan yang tertutup itu.Disampingnya ada Sahabatnya yang masih setia menemaninya, mengusap bahunya tanpa henti. Sementara tepat di depan pintu ruangan itu tampak dua orang anak cowok yang berdiri gusar seraya menunduk.
Pacar serta teman mereka sudah di tangani sejak satu jam lalu. Tapi bukannya tenang, hati mereka semakin gusar dan takut mengingat betapa buruknya kondisi Zillo tadi.
"Echa," Suara seorang wanita paruh bayah memanggil seraya berlari tergopoh-gopoh bersama anak sulungnya.
Resya mendongakkan pandangannya. Bunda. Gadis itu menatap bundanya sayu. Air matanya kembali turun ketika melihat darah Zillo yang tertinggal di tangannya.
"Sabar sayang. Zillo pasti baik-baik saja." Mira menenangkan anak gadisnya meskipun hatinya sama-sama khawatir.
Daffa memilih menghampiri Niko dan Bima. "Apa yang terjadi?" Tanya Daffa.
"Mereka bertengkar setelah Resya tahu papa Zillo yang jadi dalang kecelakaan kalian." Jawab Bima sembari mengingat kembali semua yang ia dengar tadi.
Daffa menghela nafas. Ia belum memberi tahu adiknya perihal ini.
Kasus ini telah selesai bersamaan dengan kasus yang di tuntut oleh om nya Zillo. Kedua kasus memang menerangkan bahwa papa tiri Zillo terbukti bersalah. Daffa menyesal karena baru Bundanya yang ia beri tahu.
Zillo tidak bersalah. Dia murni menolong Keluarga Daffa dengan tulus. Anak itu sungguh baik, bahkan ia menolong Daffa dengan memberikan bukti paling kuat sehingga kasus ini cepat terbukti.
"Bang, lo tahu papa Zillo pelakunya?" Tanya Bima Penasaran.
Daffa mengangguk. "Tapi Zillo murni menolong kami. Dia baru cerita sama gue tentang kejadian sebenarnya dua minggu yang lalu. Dia bahkan tahu rencana busuk Papanya di hari itu juga."
Niko dan Bima hanya bisa menggeleng tak habis pikir. Apakah papa tiri Zillo itu masih memiliki hati? Mereka jadi mengingat kasus meninggalnya Mama Zillo yang juga bagian dari kelakuan Papanya meskipun bukan secara langsung.
Cklek!
Pintu ruangan terbuka menampilkan Om Oby dengan wajah lelahnya selesai menangani Zillo di dampingi suster Merry.
"Resya dimana?" Suster Merry bersuara.
Resya lantas menghapus air matanya dan berdiri.
"Ini punya kamu. Tadi ada di saku jas Zillo." Suster Merry memberikan sebuah kotak kecil berbentuk persegi dan tertera nama Resya di sana.
Resya tidak merasa menitipkan barang ini kepada Zillo. Atau, mungkin?
"Om Oby, gimana keadaannya Zillo?" Tanya Niko.
Oby berusaha tersenyum. "Tenang. Meskipun saat ini koma, Zillo akan cepat tersadar karena keponakan eaya orang yang kuat."
Air mata Resya kembali jatuh menyuarakan kesedihan hingga Mira pun ikut serta. Artinya tetap saja Zillo Koma, bukan.
"Apa boleh menjenguknya, om?" Oby tersenyum mengerti bahwa gadis ini adalah pacar yang sering dibanggakan keponakannya.
"Boleh, tapi hanya satu orang saja. Sebelumnya kamu harus berlatih tersenyum dulu. Keponakan saya tidak suka kalau kamu menangis." Ujar Oby. Zillo itu banyak bercerita tentang Resya kepada Oby.
Resya mengangguk. Sebelumnya ia pergi berganti pakaian dan membersihkan wajahnya terlebih dahulu agar terlihat lebih baik.
***
Resya memasuki ruangan yang hanya diisi dengan suara alat-alat medis dengan mengenakan pakaian sesuai prosedur rumah sakit untuk menjenguk pasien di ruang khusus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zillo [✓]
Teen FictionTiada warna selain hitam dan abu-abu di dalam hidup seorang Zillo Putra Wijaya. Gelap dan tak teraba. Zillo memiliki mata yang normal, namun ia tidak bisa melihat bagaimana indahnya dunia seperti kata Orang. Zillo tidak pernah tahu warna me-ji-ku-h...