Sudah 2 bulan lamanya tidak terjadi apa-apa pada hubungan Marvel dan Stevani. Tidak ada tanda-tanda dari Daniel atau Tasya yang akan merusak hubungan mereka. Monica masih harus bolak balik Jerman Jakarta karena kondisi Anton yang semakin hari semakin memburuk. Marvel sudah membujuk mertuanya itu untuk berobat ke Korea. Namun sayang, Anton adalah orang yang keras kepala.
"Aku urus beberapa berkas kantor dulu ya. Kamu gak apa-apa di rumah sakit sendirian?." Tanya Marvel.
"Tidak apa. Disini ada Tante sama Nando." Jawab Stevani sambil melirik ke arah Monica.
"Mereka sudah tiba?"
"Iya baru saja tiba."
"Baiklah, aku lega kalau gitu. Aku tinggal meeting dulu ya."
"Iya"
"I love you." Sambungan terputus.
Stevani kembali terfokus pada Anton yang masih merapatkan matanya. Saat ini Anton berbaring lemah dengan infus di punggung telapak tangannya. Sejak berkunjung ke Makam 3 hari yang lalu kondisi Anton semakin drop. Dokter sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, kankernya sudah sampai Stadium Akhir. Saat ini di ruang inap ada Stevani, Monica dan Nando yang asyik bermain game di gadgetnya.
"Apa Abang sudah tiba tertolong lagi Van?" tanya Monica dengan mengusap air matanya.
Stevani menggeleng lemah.
"Ini yang Papa mau Tan. Segera bertemu Mama." Ucap Stevani lemah.
"Abang memang keras kepala Van. Penyakitnya tidak ada yang tahu, selalu bekerja keras. Yang sabar ya Van." Ucap Monica mencoba menenangkan.
Stevani mengangguk lemah.
Kondisi ruangan kembali hening, hanya terdengar suara Nando yang emosi saat sedang bermain game online. Monica hanya menggeleng melihat tingkah putranya. Biarkan saja yang penting Nando tidak merengek minta pulang.
Tiba-tiba bunyi Elektrokardiograf membuat Stevani kalang kabut. Monica berlari keluar untuk memanggil dokter. Nando yang awalnya asyik bermain Game segera berdiri dan menatap khawatir ke arah Kakeknya. Dokter datang dengan beberapa Suster diikuti Monica dengan wajah khawatirnya.
"Bagaimana Dok?" tanya Stevani khawatir saat alat itu berhenti dan Dokter menghentikan pemeriksaan.
"Tuan Anton sudah berpulang." Ucap Sang Dokter dengan penuh penyesalan setelah mencoba semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Anton.
"Papa." Lirih Stevani merengkuh memeluk tubuh Anton yang memejamkan matanya begitu rapat.
Air matanya mengalir cukup deras. Orang Tua satu-satunya sudah meninggalkannya. Sekarang Ia benar-benar sendiri.
"Tante kabari Marvel dulu." Ucap Monica dengan berlinang air mata.
"Paman." Panggil Nando pada Anton.
"Paman bangun, Nando janji gak bakal bikin Kakek repot lagi." Tangis Nando menggerak-gerakkan tubuh Anton.
Stevani memeluk Nando dengan isakan kerasnya. Monica sudah berada diluar ruangan Ia tak sanggup melihat Abangnya yang sudah tidak akan bangun lagi. Setelah beberapa menit, Marvel terlihat berjalan tergesa-gesa menghampiri Monica.
"Sudah berapa lama Tan?" tanya Marvel.
"Baru saja Vel." Jawab Monica dengan isak tangisnya.
"Masuklah tenangkan Vani. Ia sangat terpukul." Suruh Monica.
Marvel tanpa menjawab langsung masuk ke dalam.
"Vel." Lirih Stevani saat melihat Marvel memasuki kamar.
"Maafkan aku baru bisa datang." Ucap Marvel.
Stevani menggeleng dengan air matanya yang masih mengalir. Marvel menarik Stevani dalam pelukannya. Diusapnya punggung wanita itu dengan lembut.
"Relakan Papa pergi hm?" Ucapnya sambil mengecup pucuk kepala Stevani.
"Akan kuusahakan." Balas Stevani.
Air matanya terus mengalir. Isakan kecil mulai terdengar, bahkan kemeja yang digunakan Marvel sudah basah karena air matanya.
Anton dimakamkan berdampingan dengan Lani. Keluarga Thomas, Brandon dan Hendra yang duduk di kursi roda ikut menghantar Anton ke tempat peristirahatannya yang terakhir.
Hendra sudah melupakan dendamnya karena Brandon membawa bukti kuat bahwa bukanlah Anton yang menyebabkan kematian Istri dan Putrinya.
Stevani menangis dengan menumpukan tangannya pada batu nisan Anton. Sesekali Ia melihat ke makam Lani yang sudah bersih dengan bunga mawar diatasnya.
Cinta mereka benar-benar kuat hingga akhir mereka tetap bersama. Marvel berjongkok di samping Stevani dengan mengusap lembut punggung Istrinya. Monica berdiri dengan menutup mulutnya menahan isakannya dengan Nando yang bersandar pada tubuhnya.
"Vel, kami pulang dulu ya." Pamit Reta pada Marvel.
Marvel hanya mengangguk.
"Permisi Nona kami duluan." Pamit Reta pada Monica.
Reta memeluk Monica memberinya kekuatan.
"Terima kasih sudah menyempatkan ikut. Aku tahu kalian sangatlah sibuk." Ucap Monica sambil melepaskan pelukannya menatap Reta dan juga Thomas bergantian.
"Tidak masalah. Kalian adalah keluarga kami." Balas Reta dengan senyum tulus.
"Sekali lagi terimakasih."
Reta mengangguk, "Baiklah kami pergi dulu. Vel, Mom dan Dad duluan. Kalian mampirlah ke Mansion." Pamit Reta diangguki Marvel.
"Kita balik kantor dulu." Ucap Darwin dingin lalu balik dan pergi menuju kantornya.
"Kak, Marvin balik kantor dulu." Pamit Marvin. Marvel hanya mengangguk.
Semua orang termasuk Brandon dan Hendra sudah meninggalkan Pemakaman. Brandon dan Hendra tidak pamit karena merasa canggung dengan suasananya. Apalagi tatapan tajam dari Marvel membuat mereka mengurungkan untuk mendekat.
Entahlah sejak tahu Daniel menghubungi Hendra dari Vian membuat emosinya pada Hendra semakin meluap. Marvel tidak mempermasalahkan Brandon karena Ia tahu Pria itu baik dan tulus dengan Stevani.
"Ayo kita pulang. Sudah sore Sayang. Sudah cukup kamu menangis dari tadi." Ucap Marvel dengan nada begitu lembut.
"Aku masih mau disini bareng sama Papa Mama Vel." Jawab Stevani dengan suara seraknya karena terlalu banyak menangis.
Air mata Monica semakin deras saat mendengar jawaban penuh kesedihan dari Stevani.
"Kita bisa kemari besok lagi. Ayolah kamu juga butuh istirahat Sayang." Bujuk Marvel kembali.
"Pa, Ma, Vani pulang dulu. Nanti Vani kesini lagi ya." Pamit Stevani pada 2 kuburan didepannya.
Stevani benar-benar tidak sanggup menerima kenyataan ini. Ditinggalkan Mamanya setahun yang lalu dan sekarang Papanya juga ikut pergi meninggalkannya.
"Pa, Marvel akan penuhi janji Marvel pada Papa. Papa tenanglah disana. Marvel pulang dulu." Pamit Marvel.
"Bang, Monic sama Nando pamit pulang dulu. Semoga segera bertemu Mbak Lani." Pamit Monica.
Setelah berpamitan Stevani bangkit dari jongkoknya.
"Ayo." Ajak Marvel dengan menggenggam tangan istrinya.
"Vani sayang kalian." Lirihnya dan mulai berjalan meninggalkan pemakaman.
Stevani sangat terpukul dengan kematian Anton. Ia sudah menyiapkan hatinya menerima kematian Anton tapi tidak secepat ini. Seperti sebuah pertanda, sejak kunjungan terakhir kali ke makam Lani dan Permintaan Anton yang ingin segera disiapkan makam untuknya menjadi hal sangat mengganggu Stevani kala itu. Ternyata itu memang permintaan terakhir Anton pada putrinya.
Selamat jalan, semoga tenang disana dan mendapatkantempat terbaik disisi Sang Pencipta.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIAGE CONTRACT
RomanceKata orang, menikahlah dengan seseorang yang mencintaimu dan yang engkau cintai. Hingga kebahagiaan dan kesejahteraan akan mengikuti setelahnya. Namun, itu tidak terjadi pada Stevani. Terpaksa ia harus menjalani pernikahan karena keadaan yang memaks...